Air Terjun Selerong

Banyak potensi wisata alam di kabupaten kutai kartanegara, air terjun selerong salah satunya. Air terjun ini mempunyai beberapa tingkat, namun saya baru eksplorasi sampai tingkat yang ke dua. Kesempatan ini saya dapatkan saat akan mudik ke kampung halaman dalam rangka hari raya Idul Adha 1435H. Ada 2 air terjun yang kami lewati, yakni air terjun senoni dan air terjun selerong. Berhubung air terjun senoni sudah beberapa kali di datangi, kali ini saya ingin mencoba air terjun baru, Air Terjun Selerong.
Saya berangkat bersama istri dan anak menggunakan sepeda motor, sepupu saya aji dan adiknya ninda akan menemani sebagai pemandu. Kami bertemu di pasar mangkurawang, tenggarong sekitar pukul 11.00 karena kami start dari tempat yang berbeda. Saya dari Bakungan, Loa Janan, dan aji dari Samarinda. Perjalanan kami mulai dengan menuju desa Rapak Lambur, awalnya hotmix membuat perjalanan menjadi nyaman dan cepat, namun saat sudah mendekati jalan tambang di tengah kampung, jalan berbatu membuat motor bergetar hebat, pantat serasa di pukul – pukul. Sesaat melintasi jalan tambang dan melewati desa rapak lambur yang sudah di hotmix serasa memberi waktu tambahan untuk menghilangkan rasa sakit di pantat, namun tidak berlangsung lama. Kami kembali musti menempuh jalan tanah berbatu dan berdebu saat akan keluar dari desa dan musti melewati jalan tambang kembali. Jalan semakin rusak, batu – batu besar mencuat dari tanah dan debu semakin banyak, apalagi semakin banyak kendaraan yang lewat disitu. Masker, kacamata dan helm wajib di gunakan saat melintasi jalan tersebut. Lepas dari jalan tambang kami melintasi jalan tembus antar kampung, medan masih sama beratnya, namun di desa selerong jalan sudah di hotmix. Di pertengahan kampung, kami berbelok ke kiri, medan mulai agak menanjak, karena mulai menaiki lereng & bukit. Jangan tanyakan jalan, karena medan yang di tempuh masih sama rusaknya. Jalan mulai menyempit dan terlihat beberapa bukit yang sudah mulai di bakar, dan kemungkinan besar akan dijadikan kebun oleh masyarakat setempat atau di ambil alih oleh perusahaan sawit. Sayang, pemandangan yang awalnya begitu bagus musti di usik dengan hal tersebut. Sudahlah, perjalanan musti di lanjutkan. Sekitar 20 menit dari persimpangan, pukul 12.30 kami sampai di air terjun tingkat pertama. Kami hanya perlu jalan kaki beberapa langkah setelah memarkirkan sepeda motor.
Level air sedang berkurang karena masih musim kemarau dan tidak ada hujan selama beberapa minggu. Namun lereng dengan hamparan batu – batu yang besar dan menyatu dan tersusun begitu apik membuat pemandangan dan daya tarik lokasi ini masih menarik dan menyenangkan. Apalagi masih ada semacam kolam kecil untuk berendam maupun mandi. Anak saya langsung tertarik untuk menikmati aliran segar air terjun itu, aji pun sama. Kondisi panas yang menyengat badan selama di perjalanan memang bagusnya di redam dengan merendam kaki atau pun sekujur badan di air terjun. Saya asyik mendokumentasikan area tersebut, dan hanya merendam kan kaki saja. Surutnya air membuat lokasi untuk berenang ataupun spot untuk loncat / terjun ke air menyempit. 





Sekitar 30 menit di sana kami beranjak ke tingkat air terjun yang ke dua. Namun kami tidak bisa menempuh dengan sepeda motor, Cuma bisa di akses dengan berjalan kaki menembus lebatnya hutan yang masih alami. 10 menit kami sampai di tujuan, namun capeknya lumayan bagi yang tidak biasa naik turun tanjakan khas hutan, istri saya salah satunya. Salah satu pohon besar rubuh sehingga menghalangi jalan, namun bisa di lewati walau bersusah payah. Kiri jalan adalah turunan curam dengan dalam bervariasi, ada yang sedang dan ada juga yang dalam. Akhirnya kami sampai juga di lokasi air terjun tingkat ke dua. Sama dengan air terjun yang di bawahnya, masih serupa dengan lereng berbatu besar yang menurun, lebar dan panjang di kedua sisinya. Namun ada kolam besar yang kurang lebih berukuran 15 meteran, walau level air kurang dalamnya lumayan. Di sebelah atas masih ada lereng batu yang berbentuk seperti dinding besar dan kolam kecil diatasnya. Terlihat ada beberapa pipa paralon yang melintas di atas kolam tersebut, rupanya air segar sudah di manfaatkan warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan air sehari – hari. Lebih jernih, bersih dan segar dibandingkan air sungai mahakam yang keruh dan berwarna kuning ke coklatan. Saya pun tidak bisa menahan diri untuk berenang kali ini, dengan kamera hp yang sudah di balut dengan softcase waterproof saya mantap mendokumentasikan pemandangan sekitar tanpa takut HP rusak karena kemasukan air. Walau visibility di bawah air hanya sekitar 10 – 15 cm, namun segarnya air dan indahnya pemandangan sekitar tidak mengurungkan niat saya untuk mendokumentasikan semuanya. Hampir 1 jam kami disana dan karena perjalanan masih separoh jalan untuk menuju ke kampung halaman, kami harus menyudahi serunya petualangan di air terjun selerong.












Note : Air terjun selerong lebih bagus dari air terjun senoni. Lebih bersih dari sampah pengunjung, dan patut di lestarikan dan dikembangkan menjadi objek wisata alam yang bisa memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar. Tidak ada plang nama objek wisata

Comments

Post a Comment