Trip ke Mahakam Ulu Bersama Tim Trans 7 Jejak Petualang, Wild Fishing.

Day 1 : Saya berangkat menuju Tering, Kutai Barat, dari Loa Janan, menggunakan sepeda motor matic Spacy. Motor special yang biasa saya pakai untuk touring (SupraX 125) terpaksa absen karena sudah gak fit lagi. Jam 6 saya start tanpa menghadapi kendala berarti, kecuali beberapa hal sepele yang bisa menjadi sangat vital kalo gak ada solusi. Atm ternyata raib dari dompet, padahal uang untuk isi bensin dan lain - lain ada di situ. Karena musti buru - buru di kejar deadline musti nyampe ke Tering paling lambat jam 2 siang, saya nekat saja dan tancap gas walau sisa uang di dompet cuman 16 ribu. Spot istirahat pertama saya di Kilo 40 senoni untuk coffe break, kedua di Gerbang Perbatasan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, Spot ketiga di Resak. Medan jalan lumayan bagus dan mulus sehingga memudahkan perjalanan. Terkecuali saat memasuki desa resak, sudah mulai banyak lubang di sana sini sehingga harus memperlambat laju kendaraan, dari 80 km/jam menjadi 60 km/jam. Di Resak saya mampir di tempat paman, sambil istirahat saya juga mencari pinjaman. Alhamdulillah ada rekan tim yang bisa transfer ke atm saya yang satunya, dan ada atm sejenis di Resak jadi saya bisa langsung ambil dan mengisi BBM yang sedang sekarat. Selepas makan siang saya pamit dan melanjutkan perjalanan ke Tering. Pantat mulai terasa penat dan mati rasa, namun saat memasuki Kecamatan Damai saya paksakan terus hingga memasuki Melak dan istirahat di jalan menuju Tering, Linggang Bigung. Sekitar 30 menit dari tempat peristirahatan terakhir akhirnya saya sampai di Dermaga Tering, dan bersantai sambil menunggu tim Trans 7 yang masih meluncur dari Bandara Melalan, Kutai Barat ke Tering.  


Pukul 16.00 : kami berangkat menggunakan speed boat dari dermaga Tering menuju Ujoh Bilang, Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu. Selama di perjalanan pemandangan alam memang luar biasa, hutan lebat dengan hamparan pegunungan yang menjulang. Ada beberapa penggundulan hutan oleh warga yang membuka lahan, namun yang paling banyak bukaan lahan perusahaan kayu. Asem…! Bikin rusak indahnya pemandangan. Salah satu hiburan utama adalah saat akan sampai di Ujoh Bilang, yakni Objek Wisata Batu Dinding yang berdiri kokoh di pinggir sungai, tinggi dan lebar. Konon, Suku Dayak memanfaatkan batu dinding ini untuk menjadi kuburan. Mereka harus bersusah payah membuat lubang di sisi tengah dinding untuk peti jenazah dan menuruni dinding dengan menggunakan tali, dan begitu juga saat akan memasuki peti jenazah yang terbuat dari kayu ke lubang tersebut. Hal ini tanpa alasan, dahulu kala saat warga suku dayak meninggal, biasanya benda berharga akan turut di kuburkan, seperti gelas, cincin, anting yang semuanya terbuat dari emas. Untuk menghindari pencurian makanya jenazah akan di kuburkan di lokasi yang aman dari pencurian. Sekitar hampir pukul 19.00 kami akhirnya tiba di dermaga Ujoh Bilang, Long Bagun dan beristirahat di Penginapan Mayangsari. 


Malamnya kami makan malam bersama perwakilan jajaran Pemkab Mahakam Ulu, dan briefing di Kantor Bapeda mengenai persiapan ekspedisi di Lung Tuyo’ esok hari. Malamnya kami habiskan waktu bercengkerama dengan teman – teman baru.





Day 2 :
Kami bangun pagi – pagi karena ada beberapa barang yang musti di beli untuk keperluan ekspedisi ke Desa Lung Tuyo’. Namun akfititas kami sedikit di goda dengan fenomena Gerhana Matahari, sehingga kami mencuri – curi waktu untuk mengabadikan fenomena langka tersebut sambil berbelanjang. Walau tidak gelap sepenuhnya, pagi itu terasa di naungi awan gelap sehingga seperti menjelang maghrib, dan kembali terang saat gerhana total mulai pudar. Setelah barang – barang di muat ke speed boat pemkab, Pukul 11.00 kami berangkat menuju Desa Lung Tuyo’. Perjalanan memakan waktu sekitar 3 jam, dan melewati 2 jeram yang berbahaya, Jeram Udang dan Jeram Panjang. Konon setiap tahunnya jeram ini kerap memakan korban. Saya pribadi pasrah, namun dari feeling saya tidak menyiratkan hal – hal yang buruk, sehingga mental saya cukup siap dan tenang sambil memperbanyak doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala di dalam hati. Pusaran air dan ombak yang tinggi kurang lebih seperti di laut saat badai, namun di sini di akibatkan oleh dasar sungai yang dalam, dengan batu – batu besar yang berserakan dimana – mana. Motoris harus berpengalaman dan paham posisi – posisi batu yang berbahaya, sehingga bisa mengetahui jalur yang aman untuk dilalui. Setiap hempasan keras speed boat dengan gelombang air memacu adrenalin semua penumpang, warga lokal biasanya menghilangkan rasa takutnya dengan berteriak dengan satu kata yang khas akan bahasa / teriakan dayak yang biasanya kita dengar saat pertunjukan tari – tarian. Satu persatu jeram berbahaya kami lewati, namun selain momen mendebarkan di satu sisi ada sebuah moment lain yang sangat memukau, yakni saat kami melihat air terjun yang ada di antara jeram.



Pukul 13.00 Selepas melewati 2 jeram berbahaya perjalanan berjalan lancar, kami sempat beristirahat di Desa Nyan untuk makan siang dan melepas dahaga. Semua transportasi air biasanya selalu berhenti disini untuk melakukan hal yang sama, baik saat mau ke hulu maupun ke hilir sungai mahakam. Warga dayak disini senang sekali menginang. Selepas makan baik muda maupun tua biasanya mereka akan menginang. Kata mereka ibarat gula dengan garam, menginang tidak bisa terpisahkan dari kebiasaan di kehidupan sehari – hari mereka. Pukul 15.00 kami tiba di Desa Lung Tuyo’ dan melepas lelah dengan beristirahat. Sedangkan saya bersama cameramen Jejak Petualang Wild Fishing Trans 7, Ecom alias Eko Hamzah menyempatkan untuk berkeliling kampung Lung Tuyo’.

Tim saat di speedboat

Nyirih

Long boat


Warung terapung di Desa Nyan


Lamin Mesaat di Desa Lung Tuyo'

Desa Lung Tuyo'





Lamin Amin Lalii Umaa Lakwe di Desa Liu Mulang

Pelabuhan Desa Lung Tuyo'


Anak Desa Lung Tuyo' saat mandi
Suasana di Lantai atas Lamin Mesaat yang kami gunakan untuk beristirahat
Day 3 :
            9.40 : Puluhan warga adat mulai berduyun – duyun menuju pos didekat dermaga kampung sambil memukul gong yang bertanda untuk mengumpulkan warga di sekitar. Hari ini Dewan Adat Suku Dayak Bahau Long Glaat  akan mengadakan Ritual adat untuk Tim Jejak Petualang Wild Fishing Trans 7. Beberapa nenek telinga panjang turut hadir membuat ritual semakin bermakna. Kami dipasangi gelang satu per satu, kemudian dengan khidmat mengikuti proses ritual hingga selesai. Selepas itu kami berkumpul di Lamin Mesaat untuk sekedar mengobrol dan tentunya menerangkan maksud kedatangan tim Trans 7 yang di wakilkan oleh Om Dalong selaku juru bicara dan ketua rombongan.

Om Gohen dengan ikan Kaloi

Eko, Kameramen Trans 7 saat mendapat pemasangan gelang

Suku Dayak Bahau Long Glaat

Ritual Adat oleh Kepala Suku Dayak Bahau Long Glaat, Desa Lung Tuyo'
            11:00 kami bersiap – siap untuk ekspedisi ke salah satu anak sungai untuk proses pengambilan gambar, tujuan utama adalah mincing dan juga mengambil kearifan lokal yang masih di pegang kuat di sana. Kami menggunakan 4 ketinting dengan 3 – 4 orang penumpang di masing – masing perahu. Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam, dan semakin seru saat sudah memasuki anak sungai yang memiliki arus yang deras dan kedalaman yang bervariasi. Saat dangkal batu sungai terlihat jelas karena airnya yang jernih, belum lagi kondisi hutannya yang masih alami dan menyejukkan. Motoris mengajak kami mampir sebentar di kebunnya untuk mengambil buah langsat yang sedang musim, tidak perlu waktu lama 1 karung sudah kami isi dengan langsat dan beberapa buah kakao. Terlihat banyak buah yang sudah membusuk di areal tersebut, saking banyaknya tidak terangkut untuk di makan atau di jual oleh yang punya kebun. Sayang banget…



Kami sampai di areal berbatu yang disebut karangan oleh warga setempat, disanalah lokasi kami bermalam untuk 2 malam berikutnya. Tim Jejak Petualang Wild Fishing langsung set tackle dan bergegas memanfaatkan waktu untuk casting di atas anak sungai dengan menggunakan 2 perahu, dan sisanya memasang tenda dan membuat perapian untuk masak. Kami juga kedatangan tamu, sejenis lebah kecil yang sering bersarang di rumah, dan beberapa jenis lainnya agak besar dan menyengat. Setiap detik, setiap menit, setiap jam selalu menghinggapi anggota badan kami yang terbuka, dan tidak jarang tersengat. Dugaan kami lebah tersebut menghisap mineral dari keringat kami, dan tidak hanya di badan, namun juga di pakaian, tas, sepatu, sandal dan lainnya. Kelihatan kalo barang – barangnya gak pernah di cuci, lebahnya paling banyak nangkring, ha ha…

Om Ju' dengan ikan hasil casting

Areal camping

Rama - rama yang memenuhi tenda
16.30 tim wildfishing tiba dengan 2 ekor ikan sejenis jelawat batu berukuran sedang untuk dijadikan lauk makan saat malam nanti. Masing – masing anggota tim menjalankan tugasnya, ada yang memasak air untuk membuat kopi, dan masak nasi untuk makan malam, bersih – bersih di sekitar areal camping, sisanya mandi – mandi. Seger banget airnya. Malam harinya kami manfaatkan untuk bersantai sambil minum kopi panas di temani api unggun di beberapa titik untuk menghilangkan serangga, nyamuk maupun agas. Oh ya, lebah yang tadi siang sering counter attack kini menghilang. Ibarat pertandingan bola yang sudah selesai, kini di gantikan dengan hiburan, ratusan rama – rama (sejenis kupu – kupu kecil) mulai bergantian menghinggapi kami dan tentu saja barang – barang yang ada. Paling banyak berkumpul di area lampu yang kami pasang di beberapa titik, sehingga harus kami matikan beberapa untuk mengurangi rama – rama tersebut.

Day 4
            Otomatis tidak terlalu banyak kegiatan yang dilakukan hari ini, kebanyakan waktu saya habiskan untuk mancing, mandi, dan hunting foto wildlife yang ada di sekitar area. Paling banyak jenis kupu – kupu, lebah dan beberapa jenis kadal yang kebetulan terlihat. Pasukan mineral mulai menyerang lagi, rupanya ibarat kerja mereka sudah kayak di atur jam kerjanya, shift – shift an, pagi ampe sore, lebah yang menyengat, dan malamnya rama – rama. Masih mending malam, gak ada yang nyengat, kalo pagi hari pasti ada aja yang tersengat. Kalo udah sore hari, banyak burung enggang yang melintas, sayang lensa gak nyampe, cuman dapat edisi blurnya aja. Malam hari ngobrol – ngobrol lagi dekat api unggun sambil minum kopi.

Rombongan lebah yang selalu menyengat kami setiap hari

Kupu - kupu yang setiap hari banyak di temukan di sekitar areal camping

Om Laham

Kadal

Om Apocalypse masak labi - labi (bulus / lawi)

Ngopi dan ngobrol santai
Day 5
            Kurang lebih sama dengan hari ke 4, cuman ada waktu jalan – jalan sebentar pake perahu, nemenin alex dkk untuk cari nyaring, semacam tumbuhan untuk campuran sayur mayur. Setelah itu, mancing, mandi, hunting foto wildlife dan tersengat sama lebah jelek itu lagi. Kayak makan obat dokter, minimal 3 x sehari, bentol – bentol di kaki sama tangan. Ampun bah… Namun ada baiknya, syuting untuk mancing di sana sudah selesai, jadi kami bisa kembali ke Desa lagi. Ha haiii…. Good bye lebah jelek….


Musang

Om Dalong

Sejenis ikan gabus yang ternyata hidup di aliran riam yang deras


Masak dalam tanah








Day 6
            Tim Wild Fishing berangkat lagi ke sungai yang sama untuk pengambilan gambar kearifan lokal, tentang tehnik suku dayak bahau long glaat saat menangkap ikan. Kami stand bye di lamin, namun gak banyak yang bisa dilakukan selain berbaring, malas – malasan, ngobrol, tidur dan sore hari ada perubahan sedikit, bisa main bola sama anak – anak di depan lamin. Asyik…


Alex Apung


Day 7
            Kurang lebih sama dengan hari ke 6, cuman pas siang hari saya sempatkan ke ujung kampung untuk mancing sambil menunggu sore hari tiba untuk bermain bola. Lumayan 2 – 3 jam bengong di rakit, hasilnya gak boncos amat, dapat labi – labi (Lawi / Bulus) saat udah mau udahan. Saya mancing sambil di temani salah satu anak setempat, lumayan lah ada kawan ngobrol. Dan gak lama kakeknya turun, dengan muka yang agak sangar, gak banyak ngobrol, ikut mancing di rakit yang sama namun jauhan (kayak musuhan aja). Pas dapat labi – labi saya bingung, mau diapain? dimakan, sy gak pernah makan sejenis kura – kura dan kerabat dekatnya, mau dikasih ke kakek, dia cuek – cuek aja. Ya udah saya release ke sungai. Eh, labi – labinya udah bebas diving di sungai mahakam, kakeknya malah ngomel – ngomel. Ya salah sendiri, kenapa cuek banget kek, coba dari tadi ngomong, saya kasih. Saya pun cabut selepas itu, gak enak sama kakek itu, takutnya malah ujung – ujungnya saya di ceramahin dan lebih parahnya diserang secara brutal ala UFC, he he… Di sepanjang jalan pulang saya selalu di tegur sapa dengan ramah oleh warga setempat, “dapat ikannya om?”…



Day 8
            Saya berkesempatan mengunjungi Desa Kecamatan Long Pahangai sekitar 1 jam dari Desa Lung Tuyo’ untuk membeli beberapa logistic yang sudah menipis. Sama seperti sebelumnya pemandangannya ajib bro, hutannya masih bagus, paling gundul karena pembangunan jalan tembus. Di Long Pahangai kami juga berkesempatan untuk menelpon sanak family, maklum gak ada sinyal di Lung Tuyo’. Selepas semua sudah puas bercengkrama dengan family maupun pacar, istri, kami kembali.


Long Pahangai



Di kampung kami mengikuti proses pengambilan gambar, banyak program hari itu, anyam tikar, tato, serta makan besar bersama warga Lung Tuyo’. Anyaman tikar di perankan model setempat, Nenek telinga panjang, Nenek Ping dan Nenek Inaay Tukau yang menjaga Lamin Mesaat dan berdiam di rumah kecil di belakang Lamin, bersama dengan suami dan anak serta cucunya. Selepas itu tato tradisional, yakni menggunakan duri pohon jeruk sebagai jarum dengan cara tradisional yakni hand tapping. Alex Apung sebagai generasi penerus menjalankan tugasnya dengan baik dan lancar. Di usia yang muda alex merupakan abg yang multi talent lah bahasa sekarang, tattoo artis, main sampeq, hingga penata tari. 2 negara asing sudah di datangi untuk mempromosikan budaya, seni mahakam ulu, seperti belanda dan francis. Tampilannya biasa aja, prestasinya luar biasa.

Nenek Inaay Tukau & Nenek Ping

Tattoo tradisional

Hasil tattoo tradisional

Alat tattoo yang menggunakan duri dari pohon jeruk
Sore hari kami beranjak menuju rumah yang dijadikan markas untuk masak besar. Semua warga terlibat, baik Desa Lung Tuyo’ maupun Liu Mulang. Maklum dalam satu areal kampung ada 2 desa yang berdekatan. 2 ekor babi di siapkan untuk lauk pauk saat itu. Dan hingga sore saat masakan sudah matang, semua di angkut ke lapangan bola yang ada di depan lamin, rencananya makan bareng disana, ternyata alam berkata lain, hujan deras langsung turun bebas sehingga semua makanan di angkut ke tempat darurat. Namun proses pengambilan makan besar tetap di lanjutkan dengan kondisi apa adanya, semuanya pesta, makan enak. Kita yang muslim paksa gigit jari, he he… gak pa pa, yang penting mereka bahagia (Asoy…) saya beserta beberapa rekan yang muslim di tim, sepakat makan besar juga ntar malam, rebus ayam, sapi, soto, kari, yang bentuknya sudah modern, mie instan. Ha ha… dengan kompor portable yang biasa di bawa saat kamping kami masak sambil bersenda gurau di lamin.













Sekitar jam 10 malam, kami menghadiri acara ramah tamah di bawah lamin, berbagai seni tari di tampilkan, ada yang kelompok, tunggal, hingga seni bela diri silat yang lebih mirip ilmu bela diri Kalimantan timur, khususnya bagi suku kutai, kuntau. Saya baru kali ini melihat penampilan kuntau di kampung dayak, kaget namun menarik dan menghibur. Gak cuman pria, ibu – ibu ada juga yang lihai menampilkan ilmu bela diri ini. Setelah beberapa sambutan dari tuan rumah, tim wild fishing trans 7, acara di akhiri dengan tarian pucuk pohon. Semua yang hadir di lamin membuat lingkaran sambil berpegangan tangan dan menari bersama sambil selangkah demi selangkah bergeser ke kanan dan berputar – putar secara perlahan. Moment kebersamaannya luar biasa, merasa sebagai bagian dari keluarga besar Suku Dayak Bahau Long Glaat.







Day 9
            Bang Joe, Mike dan guide lokal pengen mancing lagi, saya yang berencana pulang lebih dahulu dengan suka cita membatalkan rencana tersebut dan memilih ikut bersama mereka (kalo di ajak), masak jauh – jauh dari kutai kartanegara gak pernah ikut mancing sama master – master pemancingan di Indonesia, rugi banget. Yes, di ajak (setelah di paksa – paksa sih sebenarnya, ha ha). 2 ketinting berangkat dan langsung beraksi setelah mencapai titik terjauh dan kembali mengikuti arus (drifting) sambil casting. Saya bersama bang Joe, om dalong dan om bing, sedangkan bang Mike bersama minggang, dan om apocalypse. Strike satu persatu mulai membahana (jangan tanya saya dapat gak, boncos men), bang mike strike duluan ikan sapan size 6 kg, dan beberapa size yang 1 kiloan, bang joe cuman berhasil strike hampala size kecil dan di release. Banyak moment yang diperkirakan bisa mendapat ikan ukuran monster namun sayang terkendala dengan beberapa ketidak beruntungan, line putus hingga trible hook copot di emut ikan. Hujan juga ikut meramaikan moment mancing hari itu, gak tanggung – tanggung di temanin sampai sore hari (kurang apa lagi tuh perhatiannya hujan).








Day 10
            Kami menyudahi ekspedisi kali ini, kami pamit pulang saat siang hari dengan long boat (perahu panjang yang terbuat dari kayu ulin, dengan mesin 2x 150 HP) menuju Ujoh Bilang, dan sekali lagi harus melewati tantangan riam / jeram yang ganas (Riam Udang & Riam Panjang). Momentnya lebih liar dibandingkan dengan speed boat yang bodi nya terbuat dari serat fiber, lebih tidak stabil namun terkesan lebih kuat dan kokoh. Alhamdulillah semua bisa dilalui dengan selamat dan aman terkendali. Kami makan siang di Desa Nyan lagi sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan kembali ke Ujoh Bilang. Di Ujoh Bilang, kami ganti perahu, kali ini speedboat pemkab mahulu yang akan mengantar kami hingga ke Tering, Kubar. Di Ujoh bilang kami makan lagi, gak enak sama om agus, udah paksa – paksa kita makan disana (padahal modus pasang muka memelas supaya di ajak makan). Ha ha… abis makan kami pamit dan sampai di tering sekitar maghrib. Tim gak langsung pulang ke Jakarta, karena hari sudah malam dan penerbangan pun sudah di booking full sama orang lain, sehingga kami istirahat di melak, di tempatnya om agus lagi. Memang om agus ini, tuan rumah yang baik, kurang apa lagi coba, di tawarin tidur di rumahnya yang kosong di melak, daripada musti ke hotel, kan perlu duit lagi. Ha ha… semua tepar saat sampai di rumah om agus.

Bersama host, Joe Mich

Bersama Reporter, Mike

Jeram Panjang

Gunung Ayau



Day 11
            Pagi hari saya berpisah dengan tim wild fishing, walau jalur sama, namun kendaraan berbeda. Mereka naik mobil, saya bawa motor. Di sepanjang jalan saya tanpap gas dengan kecepatan aman, dan mampir istirahat sebentar saat sudah 1 jam perjalanan. Sempat mampir juga di tempat keluarga di gusiq (Resak 3 / Kubar) hingga akhirnya tiba di rumah saat sore hari. Sebuah perjalanan yang berkesan dan pengen kembali kesana hingga nyampe di long apari, baru terpuaskan bathin saya. Insyaallah semoga nanti saya di ajak lagi ke sana, dan bisa ambil foto etnik budaya & seni lokal yang lebih banyak lagi. Aammiinn…

Comments

Post a Comment