Day 1 : Saya berangkat menuju Tering, Kutai
Barat, dari Loa Janan, menggunakan sepeda motor matic Spacy. Motor special yang
biasa saya pakai untuk touring (SupraX 125) terpaksa absen karena sudah gak fit
lagi. Jam 6 saya start tanpa menghadapi kendala berarti, kecuali beberapa hal
sepele yang bisa menjadi sangat vital kalo gak ada solusi. Atm ternyata raib
dari dompet, padahal uang untuk isi bensin dan lain - lain ada di situ. Karena
musti buru - buru di kejar deadline musti nyampe ke Tering paling lambat jam 2
siang, saya nekat saja dan tancap gas walau sisa uang di dompet cuman 16 ribu. Spot
istirahat pertama saya di Kilo 40 senoni untuk coffe break, kedua di Gerbang Perbatasan
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, Spot ketiga di Resak. Medan jalan lumayan
bagus dan mulus sehingga memudahkan perjalanan. Terkecuali saat memasuki desa
resak, sudah mulai banyak lubang di sana sini sehingga harus memperlambat laju
kendaraan, dari 80 km/jam menjadi 60 km/jam. Di Resak saya mampir di tempat
paman, sambil istirahat saya juga mencari pinjaman. Alhamdulillah ada rekan tim
yang bisa transfer ke atm saya yang satunya, dan ada atm sejenis di Resak jadi
saya bisa langsung ambil dan mengisi BBM yang sedang sekarat. Selepas makan
siang saya pamit dan melanjutkan perjalanan ke Tering. Pantat mulai terasa
penat dan mati rasa, namun saat memasuki Kecamatan Damai saya paksakan terus
hingga memasuki Melak dan istirahat di jalan menuju Tering, Linggang Bigung. Sekitar
30 menit dari tempat peristirahatan terakhir akhirnya saya sampai di Dermaga
Tering, dan bersantai sambil menunggu tim Trans 7 yang masih meluncur dari Bandara
Melalan, Kutai Barat ke Tering.
Pukul 16.00 : kami berangkat menggunakan speed
boat dari dermaga Tering menuju Ujoh Bilang, Kecamatan Long Bagun, Kabupaten
Mahakam Ulu. Selama di perjalanan pemandangan alam memang luar biasa, hutan
lebat dengan hamparan pegunungan yang menjulang. Ada beberapa penggundulan
hutan oleh warga yang membuka lahan, namun yang paling banyak bukaan lahan
perusahaan kayu. Asem…! Bikin rusak indahnya pemandangan. Salah satu hiburan
utama adalah saat akan sampai di Ujoh Bilang, yakni Objek Wisata Batu Dinding
yang berdiri kokoh di pinggir sungai, tinggi dan lebar. Konon, Suku Dayak
memanfaatkan batu dinding ini untuk menjadi kuburan. Mereka harus bersusah
payah membuat lubang di sisi tengah dinding untuk peti jenazah dan menuruni
dinding dengan menggunakan tali, dan begitu juga saat akan memasuki peti
jenazah yang terbuat dari kayu ke lubang tersebut. Hal ini tanpa alasan, dahulu
kala saat warga suku dayak meninggal, biasanya benda berharga akan turut di
kuburkan, seperti gelas, cincin, anting yang semuanya terbuat dari emas. Untuk menghindari
pencurian makanya jenazah akan di kuburkan di lokasi yang aman dari pencurian. Sekitar
hampir pukul 19.00 kami akhirnya tiba di dermaga Ujoh Bilang, Long Bagun dan
beristirahat di Penginapan Mayangsari.
Malamnya kami makan malam bersama perwakilan
jajaran Pemkab Mahakam Ulu, dan briefing di Kantor Bapeda mengenai persiapan
ekspedisi di Lung Tuyo’ esok hari. Malamnya kami habiskan waktu bercengkerama
dengan teman – teman baru.
Day 2 :
Kami bangun pagi – pagi
karena ada beberapa barang yang musti di beli untuk keperluan ekspedisi ke Desa
Lung Tuyo’. Namun akfititas kami sedikit di goda dengan fenomena Gerhana
Matahari, sehingga kami mencuri – curi waktu untuk mengabadikan fenomena langka
tersebut sambil berbelanjang. Walau tidak gelap sepenuhnya, pagi itu terasa di
naungi awan gelap sehingga seperti menjelang maghrib, dan kembali terang saat
gerhana total mulai pudar. Setelah barang – barang di muat ke speed boat
pemkab, Pukul 11.00 kami berangkat menuju Desa Lung Tuyo’. Perjalanan memakan
waktu sekitar 3 jam, dan melewati 2 jeram yang berbahaya, Jeram Udang dan Jeram
Panjang. Konon setiap tahunnya jeram ini kerap memakan korban. Saya pribadi pasrah,
namun dari feeling saya tidak menyiratkan hal – hal yang buruk, sehingga mental
saya cukup siap dan tenang sambil memperbanyak doa kepada Allah Subhana Wa
Ta’ala di dalam hati. Pusaran air dan ombak yang tinggi kurang lebih seperti di
laut saat badai, namun di sini di akibatkan oleh dasar sungai yang dalam,
dengan batu – batu besar yang berserakan dimana – mana. Motoris harus
berpengalaman dan paham posisi – posisi batu yang berbahaya, sehingga bisa
mengetahui jalur yang aman untuk dilalui. Setiap hempasan keras speed boat
dengan gelombang air memacu adrenalin semua penumpang, warga lokal biasanya
menghilangkan rasa takutnya dengan berteriak dengan satu kata yang khas akan
bahasa / teriakan dayak yang biasanya kita dengar saat pertunjukan tari –
tarian. Satu persatu jeram berbahaya kami lewati, namun selain momen
mendebarkan di satu sisi ada sebuah moment lain yang sangat memukau, yakni saat
kami melihat air terjun yang ada di antara jeram.
Pukul 13.00 Selepas
melewati 2 jeram berbahaya perjalanan berjalan lancar, kami sempat beristirahat
di Desa Nyan untuk makan siang dan melepas dahaga. Semua transportasi air
biasanya selalu berhenti disini untuk melakukan hal yang sama, baik saat mau ke
hulu maupun ke hilir sungai mahakam. Warga dayak disini senang sekali
menginang. Selepas makan baik muda maupun tua biasanya mereka akan menginang.
Kata mereka ibarat gula dengan garam, menginang tidak bisa terpisahkan dari
kebiasaan di kehidupan sehari – hari mereka. Pukul 15.00 kami tiba di Desa Lung
Tuyo’ dan melepas lelah dengan beristirahat. Sedangkan saya bersama cameramen
Jejak Petualang Wild Fishing Trans 7, Ecom alias Eko Hamzah menyempatkan untuk
berkeliling kampung Lung Tuyo’.
9.40
: Puluhan warga adat mulai berduyun – duyun menuju pos didekat dermaga kampung
sambil memukul gong yang bertanda untuk mengumpulkan warga di sekitar. Hari ini
Dewan Adat Suku Dayak Bahau Long Glaat
akan mengadakan Ritual adat untuk Tim Jejak Petualang Wild Fishing Trans
7. Beberapa nenek telinga panjang turut hadir membuat ritual semakin bermakna.
Kami dipasangi gelang satu per satu, kemudian dengan khidmat mengikuti proses
ritual hingga selesai. Selepas itu kami berkumpul di Lamin Mesaat untuk sekedar
mengobrol dan tentunya menerangkan maksud kedatangan tim Trans 7 yang di
wakilkan oleh Om Dalong selaku juru bicara dan ketua rombongan.
|
Om Gohen dengan ikan Kaloi |
|
Eko, Kameramen Trans 7 saat mendapat pemasangan gelang |
|
Suku Dayak Bahau Long Glaat |
|
Ritual Adat oleh Kepala Suku Dayak Bahau Long Glaat, Desa Lung Tuyo' |
11:00
kami bersiap – siap untuk ekspedisi ke salah satu anak sungai untuk proses
pengambilan gambar, tujuan utama adalah mincing dan juga mengambil kearifan
lokal yang masih di pegang kuat di sana. Kami menggunakan 4 ketinting dengan 3
– 4 orang penumpang di masing – masing perahu. Perjalanan memakan waktu sekitar
2 jam, dan semakin seru saat sudah memasuki anak sungai yang memiliki arus yang
deras dan kedalaman yang bervariasi. Saat dangkal batu sungai terlihat jelas
karena airnya yang jernih, belum lagi kondisi hutannya yang masih alami dan
menyejukkan. Motoris mengajak kami mampir sebentar di kebunnya untuk mengambil
buah langsat yang sedang musim, tidak perlu waktu lama 1 karung sudah kami isi
dengan langsat dan beberapa buah kakao. Terlihat banyak buah yang sudah
membusuk di areal tersebut, saking banyaknya tidak terangkut untuk di makan
atau di jual oleh yang punya kebun. Sayang banget…
Kami sampai di areal
berbatu yang disebut karangan oleh warga setempat, disanalah lokasi kami
bermalam untuk 2 malam berikutnya. Tim Jejak Petualang Wild Fishing langsung
set tackle dan bergegas memanfaatkan waktu untuk casting di atas anak sungai
dengan menggunakan 2 perahu, dan sisanya memasang tenda dan membuat perapian
untuk masak. Kami juga kedatangan tamu, sejenis lebah kecil yang sering
bersarang di rumah, dan beberapa jenis lainnya agak besar dan menyengat. Setiap
detik, setiap menit, setiap jam selalu menghinggapi anggota badan kami yang
terbuka, dan tidak jarang tersengat. Dugaan kami lebah tersebut menghisap
mineral dari keringat kami, dan tidak hanya di badan, namun juga di pakaian,
tas, sepatu, sandal dan lainnya. Kelihatan kalo barang – barangnya gak pernah
di cuci, lebahnya paling banyak nangkring, ha ha…
|
Om Ju' dengan ikan hasil casting |
|
Areal camping |
|
Rama - rama yang memenuhi tenda |
16.30 tim wildfishing
tiba dengan 2 ekor ikan sejenis jelawat batu berukuran sedang untuk dijadikan
lauk makan saat malam nanti. Masing – masing anggota tim menjalankan tugasnya,
ada yang memasak air untuk membuat kopi, dan masak nasi untuk makan malam,
bersih – bersih di sekitar areal camping, sisanya mandi – mandi. Seger banget
airnya. Malam harinya kami manfaatkan untuk bersantai sambil minum kopi panas
di temani api unggun di beberapa titik untuk menghilangkan serangga, nyamuk
maupun agas. Oh ya, lebah yang tadi siang sering counter attack kini
menghilang. Ibarat pertandingan bola yang sudah selesai, kini di gantikan
dengan hiburan, ratusan rama – rama (sejenis kupu – kupu kecil) mulai
bergantian menghinggapi kami dan tentu saja barang – barang yang ada. Paling
banyak berkumpul di area lampu yang kami pasang di beberapa titik, sehingga
harus kami matikan beberapa untuk mengurangi rama – rama tersebut.
Day 4
Otomatis
tidak terlalu banyak kegiatan yang dilakukan hari ini, kebanyakan waktu saya
habiskan untuk mancing, mandi, dan hunting foto wildlife yang ada di sekitar
area. Paling banyak jenis kupu – kupu, lebah dan beberapa jenis kadal yang
kebetulan terlihat. Pasukan mineral mulai menyerang lagi, rupanya ibarat kerja
mereka sudah kayak di atur jam kerjanya, shift – shift an, pagi ampe sore,
lebah yang menyengat, dan malamnya rama – rama. Masih mending malam, gak ada
yang nyengat, kalo pagi hari pasti ada aja yang tersengat. Kalo udah sore hari,
banyak burung enggang yang melintas, sayang lensa gak nyampe, cuman dapat edisi
blurnya aja. Malam hari ngobrol – ngobrol lagi dekat api unggun sambil minum
kopi.
|
Rombongan lebah yang selalu menyengat kami setiap hari |
|
Kupu - kupu yang setiap hari banyak di temukan di sekitar areal camping |
|
Om Laham |
|
Kadal |
|
Om Apocalypse masak labi - labi (bulus / lawi) |
|
Ngopi dan ngobrol santai |
Day 5
Kurang
lebih sama dengan hari ke 4, cuman ada waktu jalan – jalan sebentar pake
perahu, nemenin alex dkk untuk cari nyaring, semacam tumbuhan untuk campuran
sayur mayur. Setelah itu, mancing, mandi, hunting foto wildlife dan tersengat
sama lebah jelek itu lagi. Kayak makan obat dokter, minimal 3 x sehari, bentol
– bentol di kaki sama tangan. Ampun bah… Namun ada baiknya, syuting untuk
mancing di sana sudah selesai, jadi kami bisa kembali ke Desa lagi. Ha haiii…. Good
bye lebah jelek….
|
Musang |
|
Om Dalong |
|
Sejenis ikan gabus yang ternyata hidup di aliran riam yang deras |
|
Masak dalam tanah |
Day 6
Tim
Wild Fishing berangkat lagi ke sungai yang sama untuk pengambilan gambar
kearifan lokal, tentang tehnik suku dayak bahau long glaat saat menangkap ikan.
Kami stand bye di lamin, namun gak banyak yang bisa dilakukan selain berbaring,
malas – malasan, ngobrol, tidur dan sore hari ada perubahan sedikit, bisa main
bola sama anak – anak di depan lamin. Asyik…
|
Alex Apung |
Day 7
Kurang
lebih sama dengan hari ke 6, cuman pas siang hari saya sempatkan ke ujung
kampung untuk mancing sambil menunggu sore hari tiba untuk bermain bola.
Lumayan 2 – 3 jam bengong di rakit, hasilnya gak boncos amat, dapat labi – labi
(Lawi / Bulus) saat udah mau udahan. Saya mancing sambil di temani salah satu
anak setempat, lumayan lah ada kawan ngobrol. Dan gak lama kakeknya turun,
dengan muka yang agak sangar, gak banyak ngobrol, ikut mancing di rakit yang
sama namun jauhan (kayak musuhan aja). Pas dapat labi – labi saya bingung, mau
diapain? dimakan, sy gak pernah makan sejenis kura – kura dan kerabat dekatnya,
mau dikasih ke kakek, dia cuek – cuek aja. Ya udah saya release ke sungai. Eh,
labi – labinya udah bebas diving di sungai mahakam, kakeknya malah ngomel –
ngomel. Ya salah sendiri, kenapa cuek banget kek, coba dari tadi ngomong, saya
kasih. Saya pun cabut selepas itu, gak enak sama kakek itu, takutnya malah
ujung – ujungnya saya di ceramahin dan lebih parahnya diserang secara brutal
ala UFC, he he… Di sepanjang jalan pulang saya selalu di tegur sapa dengan
ramah oleh warga setempat, “dapat ikannya om?”…
Day 8
Saya
berkesempatan mengunjungi Desa Kecamatan Long Pahangai sekitar 1 jam dari Desa
Lung Tuyo’ untuk membeli beberapa logistic yang sudah menipis. Sama seperti
sebelumnya pemandangannya ajib bro, hutannya masih bagus, paling gundul karena
pembangunan jalan tembus. Di Long Pahangai kami juga berkesempatan untuk
menelpon sanak family, maklum gak ada sinyal di Lung Tuyo’. Selepas semua sudah
puas bercengkrama dengan family maupun pacar, istri, kami kembali.
|
Long Pahangai |
Di kampung kami mengikuti
proses pengambilan gambar, banyak program hari itu, anyam tikar, tato, serta
makan besar bersama warga Lung Tuyo’. Anyaman tikar di perankan model setempat,
Nenek telinga panjang, Nenek Ping dan Nenek Inaay Tukau yang menjaga Lamin
Mesaat dan berdiam di rumah kecil di belakang Lamin, bersama dengan suami dan
anak serta cucunya. Selepas itu tato tradisional, yakni menggunakan duri pohon
jeruk sebagai jarum dengan cara tradisional yakni hand tapping. Alex Apung
sebagai generasi penerus menjalankan tugasnya dengan baik dan lancar. Di usia
yang muda alex merupakan abg yang multi talent lah bahasa sekarang, tattoo
artis, main sampeq, hingga penata tari. 2 negara asing sudah di datangi untuk
mempromosikan budaya, seni mahakam ulu, seperti belanda dan francis.
Tampilannya biasa aja, prestasinya luar biasa.
|
Nenek Inaay Tukau & Nenek Ping |
|
Tattoo tradisional |
|
Hasil tattoo tradisional |
|
Alat tattoo yang menggunakan duri dari pohon jeruk |
Sore hari kami beranjak
menuju rumah yang dijadikan markas untuk masak besar. Semua warga terlibat,
baik Desa Lung Tuyo’ maupun Liu Mulang. Maklum dalam satu areal kampung ada 2
desa yang berdekatan. 2 ekor babi di siapkan untuk lauk pauk saat itu. Dan
hingga sore saat masakan sudah matang, semua di angkut ke lapangan bola yang
ada di depan lamin, rencananya makan bareng disana, ternyata alam berkata lain,
hujan deras langsung turun bebas sehingga semua makanan di angkut ke tempat
darurat. Namun proses pengambilan makan besar tetap di lanjutkan dengan kondisi
apa adanya, semuanya pesta, makan enak. Kita yang muslim paksa gigit jari, he
he… gak pa pa, yang penting mereka bahagia (Asoy…) saya beserta beberapa rekan
yang muslim di tim, sepakat makan besar juga ntar malam, rebus ayam, sapi,
soto, kari, yang bentuknya sudah modern, mie instan. Ha ha… dengan kompor
portable yang biasa di bawa saat kamping kami masak sambil bersenda gurau di
lamin.
Sekitar jam 10 malam,
kami menghadiri acara ramah tamah di bawah lamin, berbagai seni tari di
tampilkan, ada yang kelompok, tunggal, hingga seni bela diri silat yang lebih
mirip ilmu bela diri Kalimantan timur, khususnya bagi suku kutai, kuntau. Saya
baru kali ini melihat penampilan kuntau di kampung dayak, kaget namun menarik
dan menghibur. Gak cuman pria, ibu – ibu ada juga yang lihai menampilkan ilmu
bela diri ini. Setelah beberapa sambutan dari tuan rumah, tim wild fishing
trans 7, acara di akhiri dengan tarian pucuk pohon. Semua yang hadir di lamin
membuat lingkaran sambil berpegangan tangan dan menari bersama sambil selangkah
demi selangkah bergeser ke kanan dan berputar – putar secara perlahan. Moment
kebersamaannya luar biasa, merasa sebagai bagian dari keluarga besar Suku Dayak
Bahau Long Glaat.
Day 9
Bang
Joe, Mike dan guide lokal pengen mancing lagi, saya yang berencana pulang lebih
dahulu dengan suka cita membatalkan rencana tersebut dan memilih ikut bersama
mereka (kalo di ajak), masak jauh – jauh dari kutai kartanegara gak pernah ikut
mancing sama master – master pemancingan di Indonesia, rugi banget. Yes, di
ajak (setelah di paksa – paksa sih sebenarnya, ha ha). 2 ketinting berangkat
dan langsung beraksi setelah mencapai titik terjauh dan kembali mengikuti arus
(drifting) sambil casting. Saya bersama bang Joe, om dalong dan om bing,
sedangkan bang Mike bersama minggang, dan om apocalypse. Strike satu persatu
mulai membahana (jangan tanya saya dapat gak, boncos men), bang mike strike
duluan ikan sapan size 6 kg, dan beberapa size yang 1 kiloan, bang joe cuman
berhasil strike hampala size kecil dan di release. Banyak moment yang
diperkirakan bisa mendapat ikan ukuran monster namun sayang terkendala dengan
beberapa ketidak beruntungan, line putus hingga trible hook copot di emut ikan.
Hujan juga ikut meramaikan moment mancing hari itu, gak tanggung – tanggung di
temanin sampai sore hari (kurang apa lagi tuh perhatiannya hujan).
Day 10
Kami
menyudahi ekspedisi kali ini, kami pamit pulang saat siang hari dengan long
boat (perahu panjang yang terbuat dari kayu ulin, dengan mesin 2x 150 HP)
menuju Ujoh Bilang, dan sekali lagi harus melewati tantangan riam / jeram yang
ganas (Riam Udang & Riam Panjang). Momentnya lebih liar dibandingkan dengan
speed boat yang bodi nya terbuat dari serat fiber, lebih tidak stabil namun
terkesan lebih kuat dan kokoh. Alhamdulillah semua bisa dilalui dengan selamat
dan aman terkendali. Kami makan siang di Desa Nyan lagi sebelum akhirnya
melanjutkan perjalanan kembali ke Ujoh Bilang. Di Ujoh Bilang, kami ganti
perahu, kali ini speedboat pemkab mahulu yang akan mengantar kami hingga ke
Tering, Kubar. Di Ujoh bilang kami makan lagi, gak enak sama om agus, udah paksa
– paksa kita makan disana (padahal modus pasang muka memelas supaya di ajak
makan). Ha ha… abis makan kami pamit dan sampai di tering sekitar maghrib. Tim
gak langsung pulang ke Jakarta, karena hari sudah malam dan penerbangan pun
sudah di booking full sama orang lain, sehingga kami istirahat di melak, di
tempatnya om agus lagi. Memang om agus ini, tuan rumah yang baik, kurang apa
lagi coba, di tawarin tidur di rumahnya yang kosong di melak, daripada musti ke
hotel, kan perlu duit lagi. Ha ha… semua tepar saat sampai di rumah om agus.
|
Bersama host, Joe Mich |
|
Bersama Reporter, Mike |
|
Jeram Panjang |
|
Gunung Ayau |
Day 11
Pagi
hari saya berpisah dengan tim wild fishing, walau jalur sama, namun kendaraan
berbeda. Mereka naik mobil, saya bawa motor. Di sepanjang jalan saya tanpap gas
dengan kecepatan aman, dan mampir istirahat sebentar saat sudah 1 jam
perjalanan. Sempat mampir juga di tempat keluarga di gusiq (Resak 3 / Kubar)
hingga akhirnya tiba di rumah saat sore hari. Sebuah perjalanan yang berkesan
dan pengen kembali kesana hingga nyampe di long apari, baru terpuaskan bathin
saya. Insyaallah semoga nanti saya di ajak lagi ke sana, dan bisa ambil foto
etnik budaya & seni lokal yang lebih banyak lagi. Aammiinn…
asli mantaaap densanak....
ReplyDeleteMakaseh bro...
Deletejosss
ReplyDeleteSip bro
Deleteinnal rahman, saya ingin juga datang kesana berkenalan dengan suku dayak. bisakah beri petunjuk?
ReplyDeleteha ha... telat baca sy bu
DeleteMantaappp om, tulisannya,,, cuma sayang kada ajak-ajak,,,hahahaha
ReplyDeleteyee, om kan yg bagian promosi daerah, harusx sampean yang ngajak
Delete