Minggu pagi
dengan sepeda motor saya menuju Tenggarong dari rumah saya untuk persiapan
guiding tamu yang berasal dari luar pulau Kalimantan. Kali ini tamu saya
merupakan Blogger & Selebgram yang ngehits dari kalangan backpacker,
traveler maupun food lovers. Semuanya di usia muda sampe matang – matangnya,
ada yang low profile banget, Mbak Nina Yusab (IG : @ninayusab / www.ninayusab.com / www.langsungenak.com) yang bela – belain mutihin rambut supaya gak mau disebut remaja, Mbak
Yuki (@yukianggia) yang ntar kerap jadi model untuk beberapa lokasi di
perjalanan, Mbak Gris (@griskagunara) yang sexseh abis, Bang Amush (@ain_amush)
sosok yang ceria & ringan tangan, karea selalu ngeluarin uang untuk bayarin
apa – apa yang mau di bayarin, Bang Niko (@nickosilfido) pilot drone yang
pendiam dan kerap mengalami kendala dalam pemesanan makanan (paling akhir di
service), masih ada hubungan kerabat sama Bang Yudha (@catatanbackpacker) yang
kabarnya udah keliling 34 provinsi, hobinya selain jalan – jalan, makan trus
matahin bangku yang punya warung, trus ada Bang Ode (@schode_ / www.schodeilham.com) Pilot Drone, yang pendiam dan apparel yang dipake kata bang yudha, gak pernah
beli, bukannya dari hasil curian, tapi di endorse. Widiiih… sampe ke bagian
yang dalam – dalam malahan, ada Bang Jo dan mbak satunya lagi yang semok (lupa
namanya), serta Mbak Frisca (@cintadonat) traveler local yang juga hoby
freedive.
Singkat cerita kami ketemuan di
Warung Nenek, warung legend di Tenggarong yang selalu buka pagi untuk
menyajikan kuliner khas Kutai, Nasi Kuning, lontong sayur dll. Warung ini kerap
di datangi orang penting, Mulai dari Pejabat teras atas sampe yang punya rumah
itu sendiri. Setelah sarapan pagi, kami berangkat ke Kota Bangun dengan 2 buah
mobil. Perjalanan cukup berjalan dengan mulus di tengah jalan poros yang
“sedikit” memberi tantangan bagi driver, dengan lubang 3 dimensi serta 3 titik
jalan yang pake system buka tutup, bukan tol ya, tapi jalan longsor yang di
jagain warga lokal.
Sekitar 2 jam an akhirnya nyampe di Kota Bangun. Mobil
parkir di area dekat Masjid Besar di Kota Bangun, lalu setelah membeli
softdrink & cemilan kami menuju jetty yang ada di sisi sungai untuk
selanjutnya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ketinting. Ada2 ketinting
yang kami gunakan, masing – masing dilengkapi dengan alas duduk, bantal dan
life jacket. Ketinting ini mempunyai 4 baris tempat duduk yang setiap barisnya
bisa di isi oleh 2 orang ukuran standar. Panjang 11 meter dengan lebar 1,5
meter serta mesin berkekuatan besar dan sudah pake system starter, jadi motoris
gak perlu capek – capek untuk berdiri dan menghidupkan mesin secara manual.
Kami menuju ilir Sungai Mahakam terlebih dahulu sebelum ke arah ulu, untuk
mencari Pesut Mahakam di Muara Sungai Pela & Belayan.
Kami beruntung,
sebelum Muara Pela kami sudah berhasil menemukan 1 ekor Pesut Mahakam yang juga
menuju ke arah yang sama dengan kami. Namun untuk dokumentasi momen seperti ini
cukup susah, karena pesut mahakam hanya nampak di permukaan dalam hitungan
detik lalu menghilang untuk beberapa menit. Kami kehilangan jejak saat sudah
sampai di Muara Sungai Pela. Lalu kami teruskan menuju Sungai Belayan dan masuk
sedikit lebih dalam untuk mencari pesut mahakam, namun tidak ada tanda – tanda.
Semakin pesimis saat melihat banyak aktifitas warga yang menangkap ikan dengan
menggunakan strum yang dayanya dari Genset kecil. Beberapa warga tampak cuek,
dan ada yang menjauh saat kami melintas maupun mendekat. Hasilnya nihil. Kami
kembali ke Sungai Pela dan masuk lebih dalam lagi sampai Muara Danau Semayang,
namun tetap nihil.
Kami putuskan untuk melanjutkan menuju Muara Muntai melalui
Danau Semayang & Melintang. Kami mampir dahulu di Peternakan Kerbau Rawa /
Kalang yang ada di dekat Desa Melintang yang posisinya ada di tengah danau.
Mbak Yuki, Bang Ain Amush dan Bang Ode langsung beraksi, naik ke kandang untuk
dokumentasi. Sedangkan mbak Yuki di daulat untuk menjadi model fhoto session.
Anti mainstream memang, ditengah banyak yang cari background pemandangan yang
indah, modern, dll, mbak yuki santai dengan background kandang sapi lengkap dengan
penghuni dan bau theraphynya. Puas di sana kami lalu menuju Desa Melintang.
Kami mampir di rakit terapung Agen Penjual Ikan Asin terbesar di desa
Melintang, saat itu beberapa jenis ikan asin sedang di keringkan dan ada juga
yang masih proses di rendam dengan garam curah. Semua pada sibuk ngambil
gambar, 4 model dadakan setidaknya mulai beraksi, selain 3 model sebelumnya
kali ini ada tambahan, Bang Yudha dan sisanya menjadi fhotographer. Sambil
menunggu saya sempatkan untuk melihat warga lokal yang sedang mancing di rakit,
ada beberapa ekor ikan Repang (Ostheochillus Hasselti) dan Lempam yang berhasil
didapat dalam waktu singkat. Saya juga menyempatkan untuk mencoba peruntungan
memancing ikan tersebut, walhasil dalam 3 kali kesempatan saya berhasil strike
ikan pahat di usaha yang ke 3 dengan size seukuran telapak tangan orang
dewasa. Bu Nina borong ikan Asin untuk
oleh – oleh gak tanggung – tanggung, 1 dus ikan asin dibawa pulang. Kami
teruskan menuju Muara Muntai via Sungai Rebaq Dinding, ada juga yang bilang
Sungai Merinding. Sungainya kecil banget, terus banyak tikungan yang berbahaya
dan sempit sehingga membutuhkan konsentrasi tingkat dewa bagi motoris supaya
menghindarkan dari insiden tertabrak dengan ketinting lain yang berlawanan
arah. Sekitar 10 menit kami berhasil keluar dari anak sungai tersebut dan tiba
di Muara Muntai.
Di Muara Muntai kami mampir untuk
makan siang sekaligus berjalan – jalan sebentar di Kecamatan yang mempunyai
bentangan Jembatan Ulin terpanjang. Tim terbagi 2 saat urusan perut, ada yang
ke warung bakso dan sisanya di warung sop tulang. Semuanya makan lahap dan
sukses menambah berat badan. Ada kejadian lucu, bang yudha terjatuh saat sudah
selesai makan, semua pada kaget, ternyata bangku yang di duduki yudha patah,
gak tanggung – tanggung, dari 4 kaki bangku cuman tersisa 2 kaki. Momen ini pun
terpaksa di dokumentasikan mumpung modelnya masih menghayati perannya untuk
sekian lama. Kami berjalan – jalan sebentar di Muara Muntai lalu melanjutkan
perjalanan kembali menuju Kota Bangun dengan rute yang berbeda, yakni menyisiri
sungai mahakam.
Perjalanan ini dua kali lebih lama dan jauh daripada rute
sebelumnya. Namun tidak sia – sia, setelah melewati Desa Kuyung sekitar pukul
15.20 wita kami berhasil menemukan Pesut Mahakam kembali. Kali ini ada
setidaknya 4 ekor yang terlihat secara kasat mata (setelah di identifikasi
secara seksama dari foto sirip punggung Pesut Mahakam setelah trip, setidaknya
ada 7 ekor yang teridentifikasi). Kali ini momentnya lebih bagus, kelompok
kecil ini timbul ke permukaan lebih sering sehingga memudahkan kami untuk
mendokumentasikannya. Secara bergantian perahu kami berganti posisi dan juga
jaga jarak aman supaya meminimalisir gangguan terhadap prilaku Pesut Mahakam.
Sekitar 40 menit kami menikmati moment langka tersebut sebelum akhirnya
kehilangan jejak kembali saat memasuki Desa Sebemban. Namun semua merasa puas
dan setuju mengakhiri trip sehingga ketinting melaju dengan kecepatan 25 km/jam
menuju ke Kota Bangun.
Di Kota Bangun kami lanjutkan untuk misi terakhir, yakni
hunting buah Durian. Di Muara Muntai sebenarnya ada, tapi mahal, jadi kami
menunda keinginan tersebut. Alhamdulillah di Kota Bangun ketemu yang harganya
lebih murah dan jumlahnya lebih banyak. 100 rb utk 4 buah durian yang ukuran
sedang. Ada yang lebih kecil, 80 rb / 5 biji. Bu Nina memilih paket 100 rb, dan
selesai dengan damai dalam 3 ronde. Kami lanjutkan kembali ke Tenggarong, dan
berhenti di Dapoerkoe Resto untuk makan malam lalu berpisah. Mereka melanjutkan
perjalanan ke Samboja untuk explore objek wisata di sana.
Untuk video silahkan klik di bawah ini, untk resolusi besar silahkan via youtube
Comments
Post a Comment