Mahakam River Journey bersama Blogger & Selebgram Nusantara (23 Juli 2017)

            Minggu pagi dengan sepeda motor saya menuju Tenggarong dari rumah saya untuk persiapan guiding tamu yang berasal dari luar pulau Kalimantan. Kali ini tamu saya merupakan Blogger & Selebgram yang ngehits dari kalangan backpacker, traveler maupun food lovers. Semuanya di usia muda sampe matang – matangnya, ada yang low profile banget, Mbak Nina Yusab (IG : @ninayusab / www.ninayusab.com / www.langsungenak.com) yang bela – belain mutihin rambut supaya gak mau disebut remaja, Mbak Yuki (@yukianggia) yang ntar kerap jadi model untuk beberapa lokasi di perjalanan, Mbak Gris (@griskagunara) yang sexseh abis, Bang Amush (@ain_amush) sosok yang ceria & ringan tangan, karea selalu ngeluarin uang untuk bayarin apa – apa yang mau di bayarin, Bang Niko (@nickosilfido) pilot drone yang pendiam dan kerap mengalami kendala dalam pemesanan makanan (paling akhir di service), masih ada hubungan kerabat sama Bang Yudha (@catatanbackpacker) yang kabarnya udah keliling 34 provinsi, hobinya selain jalan – jalan, makan trus matahin bangku yang punya warung, trus ada Bang Ode (@schode_ / www.schodeilham.com) Pilot Drone, yang pendiam dan apparel yang dipake kata bang yudha, gak pernah beli, bukannya dari hasil curian, tapi di endorse. Widiiih… sampe ke bagian yang dalam – dalam malahan, ada Bang Jo dan mbak satunya lagi yang semok (lupa namanya), serta Mbak Frisca (@cintadonat) traveler local yang juga hoby freedive.

Singkat cerita kami ketemuan di Warung Nenek, warung legend di Tenggarong yang selalu buka pagi untuk menyajikan kuliner khas Kutai, Nasi Kuning, lontong sayur dll. Warung ini kerap di datangi orang penting, Mulai dari Pejabat teras atas sampe yang punya rumah itu sendiri. Setelah sarapan pagi, kami berangkat ke Kota Bangun dengan 2 buah mobil. Perjalanan cukup berjalan dengan mulus di tengah jalan poros yang “sedikit” memberi tantangan bagi driver, dengan lubang 3 dimensi serta 3 titik jalan yang pake system buka tutup, bukan tol ya, tapi jalan longsor yang di jagain warga lokal. 

Sekitar 2 jam an akhirnya nyampe di Kota Bangun. Mobil parkir di area dekat Masjid Besar di Kota Bangun, lalu setelah membeli softdrink & cemilan kami menuju jetty yang ada di sisi sungai untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ketinting. Ada2 ketinting yang kami gunakan, masing – masing dilengkapi dengan alas duduk, bantal dan life jacket. Ketinting ini mempunyai 4 baris tempat duduk yang setiap barisnya bisa di isi oleh 2 orang ukuran standar. Panjang 11 meter dengan lebar 1,5 meter serta mesin berkekuatan besar dan sudah pake system starter, jadi motoris gak perlu capek – capek untuk berdiri dan menghidupkan mesin secara manual. Kami menuju ilir Sungai Mahakam terlebih dahulu sebelum ke arah ulu, untuk mencari Pesut Mahakam di Muara Sungai Pela & Belayan. 






Kami beruntung, sebelum Muara Pela kami sudah berhasil menemukan 1 ekor Pesut Mahakam yang juga menuju ke arah yang sama dengan kami. Namun untuk dokumentasi momen seperti ini cukup susah, karena pesut mahakam hanya nampak di permukaan dalam hitungan detik lalu menghilang untuk beberapa menit. Kami kehilangan jejak saat sudah sampai di Muara Sungai Pela. Lalu kami teruskan menuju Sungai Belayan dan masuk sedikit lebih dalam untuk mencari pesut mahakam, namun tidak ada tanda – tanda. Semakin pesimis saat melihat banyak aktifitas warga yang menangkap ikan dengan menggunakan strum yang dayanya dari Genset kecil. Beberapa warga tampak cuek, dan ada yang menjauh saat kami melintas maupun mendekat. Hasilnya nihil. Kami kembali ke Sungai Pela dan masuk lebih dalam lagi sampai Muara Danau Semayang, namun tetap nihil. 


Kami putuskan untuk melanjutkan menuju Muara Muntai melalui Danau Semayang & Melintang. Kami mampir dahulu di Peternakan Kerbau Rawa / Kalang yang ada di dekat Desa Melintang yang posisinya ada di tengah danau. Mbak Yuki, Bang Ain Amush dan Bang Ode langsung beraksi, naik ke kandang untuk dokumentasi. Sedangkan mbak Yuki di daulat untuk menjadi model fhoto session. Anti mainstream memang, ditengah banyak yang cari background pemandangan yang indah, modern, dll, mbak yuki santai dengan background kandang sapi lengkap dengan penghuni dan bau theraphynya. Puas di sana kami lalu menuju Desa Melintang. Kami mampir di rakit terapung Agen Penjual Ikan Asin terbesar di desa Melintang, saat itu beberapa jenis ikan asin sedang di keringkan dan ada juga yang masih proses di rendam dengan garam curah. Semua pada sibuk ngambil gambar, 4 model dadakan setidaknya mulai beraksi, selain 3 model sebelumnya kali ini ada tambahan, Bang Yudha dan sisanya menjadi fhotographer. Sambil menunggu saya sempatkan untuk melihat warga lokal yang sedang mancing di rakit, ada beberapa ekor ikan Repang (Ostheochillus Hasselti) dan Lempam yang berhasil didapat dalam waktu singkat. Saya juga menyempatkan untuk mencoba peruntungan memancing ikan tersebut, walhasil dalam 3 kali kesempatan saya berhasil strike ikan pahat di usaha yang ke 3 dengan size seukuran telapak tangan orang dewasa.  Bu Nina borong ikan Asin untuk oleh – oleh gak tanggung – tanggung, 1 dus ikan asin dibawa pulang. Kami teruskan menuju Muara Muntai via Sungai Rebaq Dinding, ada juga yang bilang Sungai Merinding. Sungainya kecil banget, terus banyak tikungan yang berbahaya dan sempit sehingga membutuhkan konsentrasi tingkat dewa bagi motoris supaya menghindarkan dari insiden tertabrak dengan ketinting lain yang berlawanan arah. Sekitar 10 menit kami berhasil keluar dari anak sungai tersebut dan tiba di Muara Muntai.



























Di Muara Muntai kami mampir untuk makan siang sekaligus berjalan – jalan sebentar di Kecamatan yang mempunyai bentangan Jembatan Ulin terpanjang. Tim terbagi 2 saat urusan perut, ada yang ke warung bakso dan sisanya di warung sop tulang. Semuanya makan lahap dan sukses menambah berat badan. Ada kejadian lucu, bang yudha terjatuh saat sudah selesai makan, semua pada kaget, ternyata bangku yang di duduki yudha patah, gak tanggung – tanggung, dari 4 kaki bangku cuman tersisa 2 kaki. Momen ini pun terpaksa di dokumentasikan mumpung modelnya masih menghayati perannya untuk sekian lama. Kami berjalan – jalan sebentar di Muara Muntai lalu melanjutkan perjalanan kembali menuju Kota Bangun dengan rute yang berbeda, yakni menyisiri sungai mahakam. 















Perjalanan ini dua kali lebih lama dan jauh daripada rute sebelumnya. Namun tidak sia – sia, setelah melewati Desa Kuyung sekitar pukul 15.20 wita kami berhasil menemukan Pesut Mahakam kembali. Kali ini ada setidaknya 4 ekor yang terlihat secara kasat mata (setelah di identifikasi secara seksama dari foto sirip punggung Pesut Mahakam setelah trip, setidaknya ada 7 ekor yang teridentifikasi). Kali ini momentnya lebih bagus, kelompok kecil ini timbul ke permukaan lebih sering sehingga memudahkan kami untuk mendokumentasikannya. Secara bergantian perahu kami berganti posisi dan juga jaga jarak aman supaya meminimalisir gangguan terhadap prilaku Pesut Mahakam. Sekitar 40 menit kami menikmati moment langka tersebut sebelum akhirnya kehilangan jejak kembali saat memasuki Desa Sebemban. Namun semua merasa puas dan setuju mengakhiri trip sehingga ketinting melaju dengan kecepatan 25 km/jam menuju ke Kota Bangun. 


















Di Kota Bangun kami lanjutkan untuk misi terakhir, yakni hunting buah Durian. Di Muara Muntai sebenarnya ada, tapi mahal, jadi kami menunda keinginan tersebut. Alhamdulillah di Kota Bangun ketemu yang harganya lebih murah dan jumlahnya lebih banyak. 100 rb utk 4 buah durian yang ukuran sedang. Ada yang lebih kecil, 80 rb / 5 biji. Bu Nina memilih paket 100 rb, dan selesai dengan damai dalam 3 ronde. Kami lanjutkan kembali ke Tenggarong, dan berhenti di Dapoerkoe Resto untuk makan malam lalu berpisah. Mereka melanjutkan perjalanan ke Samboja untuk explore objek wisata di sana. 




Untuk video silahkan klik di bawah ini, untk resolusi besar silahkan via youtube







Comments