Bagi saya sebenarnya agak
susah guiding di Bulan Puasa, namun karena erat berhubungan dengan urusan
dapur, mau tidak mau musti di ambil. Job ini saya dapatkan dari mbak Nila yang
mengelola www.kalimantantourguide.com. Setelah
beberapa hari menunggu kepastian dari client, akhirnya penawaran deal dan
langsung prepare perlengkapan.
Day 1 : Jemput tamu dari
Hotel Herly di Balikpapan sekitar jam 9, kami meluncur ke arah Tenggarong.
Seperti biasa kami mampir untuk membeli buah yang nantinya di gunakan untuk
sarapan pagi bagi tamu. Perjalanan cukup lancar dan didukung dengan cuaca yang
cerah. Di Tenggarong kami mampir untuk makan siang, pilihan sama seperti trip
sebelumnya, Warung Makan Banjar Sari yang ada di Kelurahan Sukarame. Pilihan
makanan disini cukup beragam dan menyajikan menu khas suku kutai.
Kami
lanjutkan perjalanan menuju Kota Bangun lalu berganti dengan transportasi air
menuju Muara Muntai. Di perjalanan kami menikmati beberapa satwa liar khas
seperti beberapa jenis burung (Kuntul, bangau, elang, dara laut, dll), primata
(Monyet ekor panjang, lutung & bekantan), dan yang termasuk jarang sekali
terlihat, babi liar. Selama trip di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, ini
pengalaman pertama kali saya melihat langsung babi liar. Namun kami tidak
beruntung untuk bisa melihat ikon provinsi Kalimantan timur, yakni lumba –
lumba air tawar sungai mahakam, Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris / Irrawady
Dolphin).
Di muara muntai kami bermalam di Penginapan Abadi. Penginapan ini
satu – satunya yang dilengkapi dengan AC untuk di Kota Muara Muntai. Harganya
tergolong lebih mahal dari penginapan rata – rata, namun fasilitas &
servisnya luar biasa, sebanding dengan yang kita keluarkan. 1 kamar di hargai
sekitar 200.000 (1 tempat tidur, 1 kasur extra, selimut, handuk, gratis sikat
gigi dan dilengkapi dengan 4 toilet sekaligus kamar mandi yang sudah di lengkapi
dengan perlengkapan mandi). Mini bar dilengkapi dengan dispenser yang
menyediakan air panas & dingin, serta kopi, teh & gula. Malam hari kami
berjalan – jalan sebentar di pusat kota Muara Muntai sekaligus untuk mencari
makan.
Day 2 : setelah sarapan pagi
di Penginapan kami lanjutkan untuk berkeliling di pusat kota Muara Muntai yang
lebih “hidup” di bandingkan saat malam hari.
Lalu melanjutkan perjalanan menuju
Desa Mancong & Tanjung Isuy di Kabupaten Barat. Perjalanan kami dimulai
dengan menyusuri sungai mahakam lalu Danau Jempang (Danau terluas no 6 di
Indonesia dengan luas 15.000 Ha) lalu melihat Desa nelayan yang ada di tengah
Danau seperti Jantur (Kec Muara Muntai, Kab Kutai Kartanegara), Ohong (Kec
Jempang, Kabupaten Kutai Barat) lalu menyusuri sungai kecil untuk bisa sampai
di Mancong, kampung Suku Dayak Benuaq yang terkenal dengan rumah panjang suku
dayak atau yang biasa di sebut Long house / rumah panjang.
Ritual penyambutan
& tari – tarian di lakukan setelah membayar sejumlah uang kepada pengurus
lamin. Ada beberapa tarian yang di tampilkan dan tamu saya berkesempatan menari
bersama, termasuk mencoba alat berburu suku dayak, Sumpit.
Setelah acara tari –
tarian selesai kami kembali di jalur yang sama, namun setelah mencapai Desa
Ohong ada rute lain yang tergolong pendek untuk bisa sampai di Desa Suku Dayak
Benuaq lainnya, Tanjung Isuy. kami menginap di Louu Jamrud yang merupakan
gabungan antara long house (bagian depan) dan penginapan (bagian belakang). Satu kamar bertarif 110.000 dengan fasilitas
tempat tidur besar untuk 2 orang dan dilengkapi dengan kipas angin &
kelambu. Ada 4 kamar mandi sekaligus toilet di bagian belakang penginapan,
dispenser untuk air panas & dingin, serta kopi, teh & gula. Sore hari
menjelang maghrib kami sempat berjalan – jalan di desa, termasuk mengunjungi
rumah panjang / lamin Tarumanegara. Ada banyak aktifitas di lamin tersebut.
Informasi dari warga yang ada di lamin akan ada perkawinan adat beberapa hari
lagi, sayang kami tidak bisa bertahan terlalu lama di sana, karena sudah ada
schedule yang lain. Kami di sambut ramah dan di tawari berbagai makanan, salah
satunya pudding yang berbahan dari jagung. Kami juga mendapat informasi bahwa
ada ritual beliant di bagian darat desa yang akan digelar mala mini, Kami pamit
untuk makan malam, dan kembali ke penginapan untuk beristirahat sekitar 1 jam,
lalu berjalan kaki menuju lokasi penyelenggaraan ritual belinat seperti yang
disebutkan oleh tante di Lamin Tarumanegara sebelumnya. Namun sesampainya
disana, ritual beliant tidak lagi dilakukan, lain kata sudah selesai malam
kemarin, kami agak kecewa namun mau apalagi. Kami mampir ditoko untuk membeli
beberapa cereal untuk sarapan pagi dan ber istirahat di penginapan.
Day 3 : Sesudah sarapan pagi
di penginapan kami check out dan menuju lokasi ketinting kami berada. Ketinting
kami sewa selama 2 hari dan sang motoris, Udin Kancil, biasanya tidur di
ketinting.
Kali ini kami menuju Sungai Baroh untuk mengambil jalan pintas menuju Muara Pahu lalu kembali menyusuri sungai mahakam untuk menuju Melak, Ibukota Kabupaten Kutai Barat. Perjalanan memakan waktu sekitar 3 – 4 jam. Sesampainya di melak kami langsung berjalan kaki menuju penginapan Flamboyan yang lokasinya tidak jauh dari pelabuhan baru. Penginapan ini tarif kamarnya sekitar 150.000 per kamar, ada bed ukuran sedang dengan extra bed, AC, TV, selimut serta kamar mandi & toilet di dalam kamar. Waktu kami habiskan bersantai di penginapan dan sesekali berjalan disekitar penginapan untuk makan di warung.
Day 4 : Hari ke empat kami
melakukan city tour di Melak, ada 3 lokasi yang kami akan datangi yakni Cagar
Alam Padang Luway, Lamin Eheng dan Air Terjun Jantur Inar. Di Cagar Alam Padang
Luway kami melakukan tracking pendek untuk mencari Anggrek Hitam (Black Orchid)
dan beberapa jenis anggrek lainnya, seperti merpati putih, merpati merah,
anggrek tebu dan masih banyak lagi. beberapa jenis tanaman menarik lainnya
adalah Kantong semar. Saat tracking kami ditemani Ranger sebagai pemandu.
Lalu kami beralih ke tujuan berikutnya, yakni longhouse Suku Dayak Benuaq, Lamin Eheng. Berbeda dengan lamin lainnya, lamin ini di diami sebagai tempat tinggal oleh beberapa anggota keluarga. Ada banyak kamar yang dilengkapi dengan dapur. Warga yang mendiami lamin biasanya membuat banyak macam kerajinan tangan sebagai oleh – oleh untuk wisatawan, seperti kalung, gelang, Anjat (tas lokal yang terbuat dari anyaman rotan) serta Mandau. Untuk gelang kisaran harga sekitar 5000, kalung 25.000, anjat 100.000 – 600.000 (tergantung motif & ukuran besar kecilnya anjat), sedangkan Mandau relatif mahal dengan kisaran 700.000 hingga jutaan, tergantung jenis bahan yang digunakan, seperti tulang rusa, kambing atau kayu serta hiasan lainnya. Ada juga beberapa kuburan tua Suku Dayak Benuaq di depan lamin yang tak lupa kami kunjungi.
Tujuan terakhir kami adalah Air Terjun Jantur Inar, yang merupakan air terjun tertinggi di Kabupaten Kutai Barat. Kami harus menuruni puluhan anak tangga untuk bisa sampai ke bawah untuk bisa melihat secara keseluruhan. Turun merupakan hal yang mudah, namun naik membuat saya hampir kehabisan napas (jarang olahraga). Di perjalanan pulang kami mampir sebentar di Taman Budaya Sendawar untuk melihat beberapa lamin modern yang digunakan untuk acara – acara besar di Kabupaten Kutai Barat, ada 6 lamin yang dibuat sebagai perwakilan dari 6 suku lokal yang ada di melak, seperti Dayak Tunjung (Tonyooi), Benuaq, Oeheng (Penihing), Bahau, Kenyah dan Kutai (melayu). Masing – masing lamin memiliki bentuk bangunan yang sama namun berbeda dalam hal corak ukiran. Sekarang kita bisa melihat beberapa pengrajin anyaman yang membuat beberapa marchendise di masing – masing lamin. Kami kembali ke Penginapan untuk beristirahat sambil menunggu waktu sore, karena kami akan ikut kapal taxi umum untuk menuju Loa Janan.
Kapal umum biasanya sudah ada di pelabuhan sejak pukul 4 sore dan berangkat setelah waktu maghrib. Kapal taxi umum atau resminya disebut Kapal Muatan (KM) mempunyai 2 jenis tingkatan yang berbeda dalam hal fasilitas dan tentunya berbeda harga. Level atas memiliki tempat tidur yang dimodifikasi bagian bawahnya untuk menaruh tas, setiap tempat tidur memiliki luas yang sama dan dilengkapi dengan kasur kecil dan bantal, setiap beberapa tempat tidur dilengkapi dengan kipas angin dan colokan listrik. Sedangkan level dasar penumpang tidak dilengkapi batas, kasur, kipas angin maupun colokan listrik. Kapal taxi memiliki kantin di bagian dasar, belakang kapal, yang buka 24 jam. Ada beberapa cemilan dan air mineral yang tersedia dan tentunya makan dengan pilihan yang terbatas, seperti nasi sop & nasi campur. Bagi saya sangat menyenangkan untuk menghabiskan waktu di depan bagian atas kapal, karena kita bisa melihat secara leluasa pemandangan yang ada saat kapal menyisiri sungai mahakam. Setelah Maghrib kapal berangkat dari melak menuju ilir sungai mahakam, kami habiskan waktu untuk santai di depan kapal bagian atas, lalu sekitar pukul 8 malam menuju kantin untuk makan malam lalu beristirahat.
Day 5 : Pagi hari kapal
sudah memasuki wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, kurang tepatnya di desa
Teratak Kecamatan Muara Kaman. Setelah sarapan pagi kami santai menikmati
perjalanan dan sampai di pelabuhan Loa Janan sekitar pukul 9 pagi. Kami
melanjutkan perjalanan ke Balikpapan dengan mobil carteran, mobil yang sama
yang kami gunakan saat dari Balikpapan menuju Kota Bangun. Sebelum jam 12 kami
sudah sampai di Balikpapan lalu makan siang di salah satu warung baru menuju
Hotel Mega Lestari. Saya pamit dan mohon maaf jika ada kekurangan dan kesalahan
selama saya memandu, dan tanggapan dari tamu sangat puas dan mereka mengatakan
menikmati perjalanan selama trip berlangsung.
Tak
til Alma & Johanne, der har betroet os som rejsebureau. Tak for besoget.
Tillykke med at rejse I den naeste destination.
Bagus Innal...lengkap dan terperinci... Mudahan datang tamu yang lebih banyak yah..
ReplyDeletehttp://kalimantantourguide.com/kalimantan-tour/
Numpang naruh link... Thanks Innal
Oke, videox masih di upload, ntar ku share
Delete