Desa Melapeh, sudah beberapa kali saya datang ke tempat ini,
Desa yang di diami Etnis Dayak Tunjung Rentenukng ini memiliki suasana yang
berbeda, masih banyak hutan alami yang membuat oksigen disini lebih segar,
khususnya di pagi hari. Khusus objek wisata, Desa Melapeh memiliki beberapa
daya tarik untuk wisata. Seperti Danau Aco & Air Terjun, diantaranya yang
terkenal adalah Tabalas, walau sebenarnya ada beberapa Air Terjun namun harus
tracking lebih dalam.
Saya datang ke Melapeh dalam rangka Undangan dari Pokdarwis
(Kelompok Sadar Wisata) Melapeh untuk menyampaikan beberapa materi tentang
Pemandu Wisata (Tour Guide) dan sharing – sharing tentang homestay dari sudut
saya selaku pemandu wisata yang kadang – kadang menerima permintaan dari tamu
yang ingin menginap di homestay.
28 Juni 2018, Sore hari saya berangkat dari Tenggarong
menggunakan Jasa Mobil Travel menuju Melapeh. Perjalanan menuju Kutai Barat
memang cukup melelahkan karena cukup jauh, yakni sekitar 327 km dengan waktu
tempuh sekitar 7 -8 jam. Belum lagi kondisi jalan masih banyak yang rusak /
berlubang, membuat tidur anda cukup terganggu. Kami mampir di Resak 3
(Kecamatan Bongan, Kutai Barat) untuk makan malam lalu meneruskan perjalanan
kembali. Sesampainya di Melapeh saya di sambut pengurus Pokdarwis di Homestay
Ibu Febby, dimana saya akan menginap selama kegiatan. Segelas kopi membuat
badan saya mulai hangat, maklum perjalanan sempat di guyur hujan, sambil
ngobrol sebentar tentang kegiatan yang akan di mulai besok, setelah itu baru
saya beristirahat. Ada 1 kamar besar di lantai atas yang disiapkan untuk saya,
ada kasur besar lengkap dengan bantal, selimut. Uwow, kamar ini nampak nyaman
dan saya pun istirahat dengan pulas di kasur yang bermotif hello kitty dan
frozen.
29 Juni 2018, pukul 7.00 wita, saya bangun dengan badan yang
masih terasa pegal, namun udara di luar cukup sejuk dan mengajak saya untuk
menghirup lebih dalam. Kalau di tempat tinggal saya, Bakungan (Kec Loa Janan,
Kutai Kartanegara) saya gak bisa sering – sering melakukan hal ini, karena
udaranya sudah terkontaminasi dengan debu dari Perusahaan batu bara yang banyak
beroperasi disana. Saya sempatkan sebentar untuk keliling desa dengan berjalan
kaki sambil cari warung untuk membeli sesuatu, namun gak ada, lalu usaha kedua
pake sepeda, yes… ada. Ritual pagi pun di lakukan, biasa setoran awal tunai di
toilet, langsung mandi kembang, sarapan pagi ala homestay (ada kopi, roti, nasi
& sepupu dekatnya). Sudah dandan syantik, saya menuju Luuq (Lamin / Rumah
Panjang) Melapeh dengan sepeda motor, tentunya dijemput sama Roy, anak muda
yang nampak garang namun nyatanya dia ramah, gesit dan selalu ngurusin saya
layaknya manager artis. Di lamin sudah ada beberapa pengurus Pokdarwis dan peserta
(ibu – ibu & bapak – bapak) yang antusias bertemu dengan saya, eh salah,
mengikuti sharing tentang homestay. tentunya saya bukan selaku perwakilan PHRI,
dosen, tapi lebih ke Pemandu Wisata dan tentunya Komunitas. Acara di buka
dengan sambutan – sambutan , doa dengan cara agama Katolik, lalu saya pun
beraksi. Intinya bagi saya, sebuah homestay sederhana banget, ada tempat tidur
yang layak, kamar mandi & toilet yang bersih, ruang makan & masak yang rapi,
serta dilengkapi dengan air panas, kopi, teh, gula, susu lebih mantap lagi,
sisanya paling unsur pelengkap seperti colokan listrik, gantungan baju, dll.
Remeh tapi pasti di cari tamu.
|
Pak Tor, Ketua Pokdarwis Melapeh |
|
Sambutan Petinggi / Kepala Desa Melapeh |
|
Peserta Workshop |
|
Minuman buah lokal |
Di sela – sela presentasi kami juga disuguhkan
kopi panas, kopinya asli dari desa ini, sedaaaap… Interaksi banyak mulai
bermunculan, walau di sela – sela presentasi, say mah memang gitu orangnya, low
profile, gak pa pa, mumpung ingat, dari pada saya menyelesaikan materi ntar
mereka lupa mau nanya apa, kan lucu, sepi interaksi. Makan siang tiba, dengan
menu khas Melapeh, saya lupa nama masakannya, tapi suer, enak. Apalagi
sambalnya, juara… menu pelengkapnya ada bubur dari tanaman khas melapeh (kalo
gak salah bubur jauukng), lupa namanya, tapi yang tau ntar komen aja di kolom
yang disediakan. Asli enak... selesai acara saya kembali ke homestay dan santai
– santai dulu di kamar. Malam harinya kembali lagi untuk menyampaikan materi
tentang pemandu wisata. Kali ini pesertanya muda –muda, penuh semangat, tapi
pas presentasi, pada ngantuk semua. Ha ha… akhirnya saya selingi dengan guyon
dan lebih menekankan ke interaktif, gak perlu nunggu materi selesai. Selesai
materi ke 2, saya kembali lagi ke homestay, cari signal, update status /
instastory, mandi, bobo cantik.
|
Makan malam di Homestay, ditemani Bang Nazmi dari WWF Kubar |
|
Air Mineral lokal, Aco, dengan kemasan yang bersaing dengan brand nasional |
30 Juni 2018, seperti biasa, ritual pagi – pagi, dan sarapan
yang enak dari Ibu Febby, kembali ke lamin. Hari ke 2 kami mau berkunjung ke
rumah – rumah para peserta pemilik homestay, hal ini untuk memotivasi mereka
dan apakah bagi saya layak atau tidak, namun saya yakin, sebagian besar pasti
layak. Alhamdulillah ada sekitar 15 rumah, 12 rumah kami datangi, 3 rumah
orangnya pada kabur karena masih malu, 2 – 3 rumah masih perlu perbaikan /
pembenahan di kamar mandi / toilet, sisanya gak masalah, layak bagi saya. Kembali
ke lamin, sedikit sambutan, sharing tambahan sedikit, lalu makan siang lagi.
Aseeeek… kami foto bersama sebelum bubar, dan kembali ke homestay.
|
Buah Jauukng |
|
Rasa Buah Jauukng sangat asam dan cocok untuk rujak / asinan |
|
Bersama Roy, anak muda yang berdedikasi dalam membangun pariwisata di Desa Melapeh, saat menuju Lamin / Louu Melapeh |
|
Lamin / Louu Melapeh |
|
Nenek Febby, yang menawarkan rumahnya untuk menjadi homestay |
|
Homestay dengan bangunan kayu |
|
Homestay dengan bangunan megah |
|
Bersama semua peserta Homestay |
|
Makanan tradisional |
Di Homestay teman – teman yang tergabung di Kelapeh (Komunitas Anak Muda Melapeh) berkumpul untuk acara masak – masak, yah lebih kayak acara perpisahan. Ha ha… suer, saya merasa terhormat sekaligus tersanjung diperlakukan seperti ini (walaupun sebenarnya mereka memang gitu setiap minggu, saya aja kepedean), bagi saya gak perlu repot – repot, goreng ubi, bikin sambal goreng, udah cukup. Banyak persiapan dari teman – teman, ada yang belanja, masak, bersihin ini itu, cari kayu bakar, saya disuruh santai aja (kayaknya), tapi saya cari kesibukan, motong kayu, dll. Gak lama pinggang rasa patah, langsung cari tukang pijet (He he…) Tukang pijet yang katanya legend di Desa Melapeh, biasa ngurusin yang namanya patah tulang, geser tulang namun gak makan tulang. Saya musti antre karena dia hits, banyak followernya (tamu), udah dapat giliran, cuman make hot pants, saya di urut dari ujung kaki sampe ujung kepala, suer, enak pijetannya. Kalo keluhan mah banyak, urat bagian belakang lutut sebelah kiri agak menonjol keluar karena salah landing waktu maen basket di usia remang – remang, pinggang tiap bangun pagi rasa remuk, bahu bagian kanan jari jemari pada konslet semua. Budget? Se ikhlas anda aja. kelassss….
Saya kembali di jemput saat senja dan bersiap – siap party sama anak – anak Kelapeh. Ada teman – teman dari WWF Kutai Barat juga mampir (monitor aja si ary botak, tau dia ada bau masakan enak dalam radius puluhan mil). Sebelum makan di bacakan doa dulu secara katolik, lalu sistemnya siapa yang cepat dia dapat, yang lambat dah boleh protes kalo dapat nasi sama kuah bening doang (ayamnya hilang). Berhubung saya masih kenyang, saya belakangan makannya (padahal kalah cepat untuk antri), apa yang saya prediksikan betul terjadi, kuah doang, ayamnya sisa remah – remah dan cabikan kulitnya. Alhamdulillah, Ibu Febby udah amankan khusus satu porsi untuk saya (tau dia style makan anak – anak kelapeh). Yup, ayam rica – rica bisa disantap dengan tetesan air mata bahagia (hampir gak dapat). Malamnya anak – anak kelapeh rapat bulanan dan saya pantau dari jauh (gak kebagian tempat duduk, full, sampe space yang ada di depan wc/kamar mandi), lalu setelah rapat selesai saya lanjutkan secara privat sama roy dan marten untuk bahas paket wisata, baik itu tracking, transportasi, homestay, makan, dll. Udah fix sebagian besar, kami lanjut ngobrol lepas masalah apa aja yang penting nyambung. Baru persiapan menjemput mimpi.
1 Juli 2018, saya berencana pulang pagi ikut travel, tapi
saya batalkan karena rasanya gak lengkap ke Melapeh kalo gak meliat
perkembangan wisata di sana, Air Terjun Tabalas saya sudah pernah, cuman tracking
ke air terjun Geruukng sambil melihat ikon pohon yang dinamakan gerbang jodoh
oleh Marten saya belum pernah. Jadi plannya berubah, sore aja, ikut kapal taxi
umum yang biasa berangkat sore dari pelabuhan melak. Abis sarapan pagi di
homestay, makan siang juga, saya dijemput sama roy dan marten untuk memulai
petualangan tracking, saya sebenarnya gak suka tracking apalagi jika medannya
menanjak, oksigen langsung keluar bebas cepat, kaki serasa di gantungi beban
puluhan kilogram rasanya. Tapi demi melihat langsung rute tracking dan air
terjunnya, sekaligus saya bisa menilai sendiri apakah safe untuk beberapa jenis
usia tamu asing yang biasanya senang tracking, saya gass. Awalnya enteng aja,
marten ditemani satu teman lagi mengawal saya yang posisinya di tengah – tengah
sambil memberi beberapa informasi tentang tanaman dan pohon yang kami lewati. Ada
yang untuk herbal, dipake getahnya untuk racun anak sumpit (berburu) hingga
pohon mistis yang di beri nama gerbang jodoh. Setiap pengunjung yang tracking
(apalagi statusnya masih jomblo), jika melewati gerbang ini akan menemukan
jodohnya. Sedaaap… Namun, garansi dari marten selaku yang punya hak cipta
gerbang jodoh adalah seumur hidup, gak dalam jangka dekat. Dia sendiri masih jomblo,
tapi dia percaya, beberapa cewek yang di taksir (umumnya setiap pengunjung wanita
yang ikut tracking) saat melewati gerbang jodoh adalah jodohnya, walaupun
wanita itu menganggap enggak. Alasan marten sih santai, cinta gak harus
memiliki. Saya melewati gerbang bukan untuk cari jodoh, tapi kalo memutar penuh
semak belukar, jadi itu jalur yang paling mudah guys. Setelah itu tracking
mulai melewati beberapa anak sungai, mulai menanjak, mulai membuat saya
kelelahan.
|
Pos penjualan Tiket masuk ke Air Terjun Tabalas |
|
Marten, pemandu lokal yang sedang mencari jodoh yang tersembunyi |
|
Kaki Seribu |
|
Gerbang Jodoh |
|
Buah ini rasanya manis menyegarkan |
Selama 2 jam akhirnya kami sampai di titik air terjun pertama, Air Terjun
Geruukng, kecil tapi indah. Pas banget untuk swafoto, bisa di set dengan
berendam, gantung hammock, pake lazy bag, dll. Kami pun rehat sebentar sambil
minum karena track cukup buat dehidrasi, dan lapar (lupa bawa snack), selepas mengambil
dokumentasi kami memutuskan kembali walau sebenarnya masih ada jalur track yang
lain untuk menuju Air Terjun Binti waktu semakin mepet, saya harus kembali dan
bersiap – siap untuk naik kapal taxi. Kami mengambil jalur berbeda ke jalan
pintas supaya bisa dijemput dengan kendaraan roda 2, lalu santai di air terjun
tabalas, ada mie instan yang bisa di icip & kopi dingin untuk recharge
tenaga yang terkuras. Saat ngobrol dengan petugas jaga tentang jumlah
pengunjung dan statistic pengunjung, dia meminta saya untuk membantu membuat statistic
dari data yang ada di buku pengunjung, saya kelu, bimbang, karena sore ini
rencananya balik, tapi kalo gak dibuat, gak bakalan tau jumlah pengunjungnya
perbulan berapa. Ya sudah, saya putuskan batal untuk balik sore itu, dan
rencananya ntar malam mau buat data statistic pengunjung di homestay.
|
Air Terjun Geruukng |
|
Capung |
|
Air Terjun Tabalas |
|
Gantungan Kunci, Kerajinan Tangan anak - anak Kelapeh |
|
Gelang Rotan |
|
Anting - anting |
|
Gelang Anyam Benang |
Malam harinya saya jalan dulu sama roy ke kota Barong untuk silahturahmi
dengan teman – teman di WWF lalu kembali ke Melapeh untuk membuat data statistic.
Lumayan lama prosesnya, karena ada 6 bulan yang belum di entri, akhirnya
selesai sekitar pukul 5 pagi. Ngantuk sih, tapi bisa bertahan karena banyak
canda dan banyolan dari teman – teman di kamar homestay. Siang saya akhirnya
pamit kepada semua teman – teman, pokdarwis, kelapeh dan keluarga Ibu Febby
yang sudah saya repotkan selama nge homestay selama beberapa hari. Pukul 13:30
wita jemputan travel tiba saya pamit dan gass balik ke Kutai Kartanegara, 16.51
: tiba di resak 3 untuk break sekaligus makan malam yang di cepatkan jadwalnya.
Tiba di Tenggarong sekitar jam 20:00 lewat, cukup cepat karena drivernya gass
terus, walau badan harus goyang dombret selama perjalanan tersebut. Alhamdulillah
saya sampai dengan selamat, walau dengan hati deg – degan karena takut apa –
apa dijalan.
Terima kasih teman – teman di Melapeh, semoga apa yang saya
sampaikan bisa membantu & berguna (walau bagai setitik air hujan di luasnya
danau aco), mohon maaf atas kesalahan yang saya buat selama disana, baik
sengaja maupun tidak. Sampai ketemu lagi di lain kesempatan.
|
Foto bersama Keluarga Ibu Febby (Homestay), Pokdarwis Kelapeh & Komunitas Kelapeh |
Melapeh lama bang , bukan melapeh baru 😆😆
ReplyDelete