Trip Bersama Michael & Gill dari Autralia (Nopember 2018)
on
Get link
Facebook
Twitter
Pinterest
Email
Other Apps
Tamu ini saya dapatkan dari rekomendasi tamu yang sudah pernah saya pandu beberapa bulan sebelumnya, yakni Karen, yang juga berasal dari Australia. Setelah beberapa hari negoisasi budget dan juga pemilihan tujuan wisata akhirnya deal.
Ujung Pulau Kumala dengan background Jembatan Kutai Kartanegara
Ketemu teman waktu SMP di SLTP YPK 1 Tenggarong, Sopyan. Saat ngopi di Coffee Komunitas
Coffee Komunitas
Coffee Komunitas
Setelah menikmati kopi perjalanan kami lanjutkan menuju Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun. Cuaca mendung disertai dengan hujan dan angin kencang saat kami memasuki jalan perusahaan sawit untuk menuju desa kedang ipil. Alhamdulillah perjalanan tetap lancar sampai kami tiba sebelum isya di homestay Kutai 2. Malam harinya kami mengunjungi Balai Desa, dimana pusat berkumpulnya warga sekaligus acara Festival Budaya Kutai Adat Lawas. Pertunjukan tari tertunda karena hujan, sehingga kami menghabiskan waktu dibalai sambil bercengkrama dengan warga & teman – teman komunitas yang juga datang dari jauh. Sekitar 22.30 wita pertunjukan akhirnya di mulai dengan bantuan terpal besar yang melindungi pentas dari guyuran hujan. Kebanyakan tarian di isi oleh penampilan anak – anak SD yang sangat antusias walau malam sudah larut serta beberapa musisi lokal dari luar kecamatan. Setelah beberapa penampilan kami pamit dan kembali ke Homestay.
Balai Desa Kedang Ipil
Penari belia yang rela menahan kantuk, bersabar menunggu hujan reda
Pak Anthony, sosok yang penting bagi saya dalam dunia pariwisata. Beliau kini sudah pensiun dari Dinas Pariwisata Provinsi dan mencoba terus mengabdi melalui bursa Caleg DPRD Provinsi Kaltim.
Panggung utama
Tari Dayak Kenyah dari SD Desa Ketapang
Tari Jepen dari Kedang Ipil
Musisi dari Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, turut memeriahkan acara
Hari ke 2, kami mulai dengan kopi. Saat trip ini saya coba menambahkan servis kepada tamu, yakni kopi. 2 kemasan kopi Excelso (Sumatera Mandheling dan Gold) sengaja saya beli sebelumnya saat di samarinda, lalu saya juga membawa scale, French press serta manual grinder. Alhamdulillah, mereka senang dan malah nambah terus setiap jam ngopi. Sarapan pagi dengan menu khas tuan rumah (standar lah, ada nasi, tempe tahu, sup sayur, ikan asin dan ikan tawar, serta yang paling fenomenal sambal ulek dengan campuran potongan buah Kuini / mangga lokal, ini yang paling the best). Lalu melihat aktifitas warga sekitar di sepanjang perjalanan menuju balai. Ada warga yang membuat anyaman rotan dan membuat gula merah dari air pohon aren yang rutin di ambil setiap 2x sehari (pagi / sore). Di balai belum ada kegiatan selain kesibukan warga sekitar yang menyiapkan makanan dan minuman yang terus tersedia selama 24 jam. Ibu – ibu dari beberapa RT akan bergantian menyiapkan makanan & minuman tersebut setiap hari setiap malam, sampai acara selesai dalam beberapa hari kedepan. Kami memutuskan untuk mengunjungi Air Terjun Kandua Raya yang berjarak sekitar 1 km dengan berjalan kaki. Di sana sudah ada beberapa pengunjung dari luar kota seperti samarinda yang menikmati mandi – mandi di aliran air terjun. Kami menghabiskan waktu sampai jam 14.00 wita lalu kembali ke Balai. Kami tidak sempat melihat pertandingan permainan tradisional, dikira akan molor karena digelar pada tengah hari sekitar pukul 13.00 wita, ternyata on time. Selain itu dikarenakan jumlah peserta sedikit sehingga lomba selesai lebih cepat, tidak sampai sore hari. Namun tamu masih bisa mencoba beberapa permainan tradisional tersebut, seperti Betisan (Enggrang), menyumpit dan begasing. Malam harinya kami kembali ke balai untuk melihat pertunjukan tarian.
Peralatan kopi sederhana yang pertama kami di pakai untuk guiding
Homestay Kutai 2, Desa Kedang Ipil
Makan dengan menu tradisional khas Kedang Ipil
Jalan - jalan di desa
Melihat proses pembuatan Gula merah dari air aren
Pengrajin anyaman rotan
Beberapa cinderamata lokal, branka dan lewang
Posyandu
Pembuatan gula merah
Pohon Aren
Air Terjun Kandua Raya
Memasang gelang anyaman rotan dan kandau langsung di pergelangan tangan
Permainan tradisional Enggrang / Betisan
Menyumpit
Permainan tradisional Begasing
Mahasiswi ISBI Tenggarong
Hari ke 3, setelah sarapan pagi, membeli beberapa oleh – oleh khas kedang ipil, kami pamit untuk meneruskan perjalanan menuju Desa Pela, kecamatan Kota Bangun. Di Kota Bangun, kami mampir sebentar untuk mencicipi buah Durian, lalu menuju Desa Liang. Kami dijemput oleh Pokdarwis Desa Pela dengan menggunakan long boat (perahu kayu dengan panjang 11 meter, lebar 1 meter lebih dan menggunakan mesin tempel berkekuatan 40 HP). Di desa pela kami juga menginap di homestay, tepatnya homestay Aina. Desa Pela di diami mayoritas suku banjar dan berprofesi sebagai nelayan. Homestay kami memiliki bentuk bangunan khas rumah melayu, lebar dan panjang ke belakang. Di depan ada pemandangan sungai pela dan di belakang rawa yang luas. Kami akan menghabiskan waktu saat sore hari di Danau Semayang sambil melihat sunset dan ditemani kopi.
Areal sawit yang harus di lalui saat menuju Desa Kedang Ipil
Landscape dataran rendah saat menuju Kota Bangun
Kota Bangun
Menuju Desa Pela di jemput oleh Pokdarwis setempat
Kepala Desa Pela, Sopyan.
Museum Pesut, Desa Pela
Menikmati sunset di Danau Semayang
Hari ke 4, kami menyusuri sungai mahakam menuju ke arah ilir, untuk mencari lumba – lumba air tawar di sungai mahakam, Pesut Mahakam, satwa endemic yang langka sekaligus terancam punah. LSM dari Samarinda YK RASI (Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia) yang sudah mulai tahun 1990 meneliti pesut mahakam, memperkirakan populasinya di bawah 100 ekor, tepatnya di sekitaran angka 80 an ekor individu yang tersisa. Di beberapa titik yang sering ditemukan pesut mahakam belum membuahkan, perjalanan kami semakin jauh hingga memasuki sungai kedang rantau (Muara Kaman), kami akhirnya melihat adanya semburan dari pesut mahakam dari kejauhan. Alhamdulillah ada sekitar 10 an ekor Pesut Mahakam yang di dominasi pesut mahakam dewasa, serta 2 ekor yang masih remaja. Sekitar 30 menit kami mengikuti grup ini hingga akhirnya mereka kembali masuk kearah sungai kedang rantau saat kami baru memasuki muara Kaman ulu. Masih banyak tujuan yang akan kami datangi, sehingga setelah mengamati pesut mahakam sekitar 30 menitan kami meninggalkan kelompok tersebut dan meneruskan perjalanan menuju situs Kerajaan Kutai Martadipura, yakni situs Lesong Batu & replica prasasti yupa yang ada di Museum Martadipura, Bukit Brubus, Muara Kaman Ulu. Kami melanjutkan kearah ulu, kembali ke Kota Bangun untuk makan siang dan menuju Muara Muntai melalui Danau Semayang & Melintang. Sayang, cuaca sedang tidak memunginkan bagi kami meneruskan perjalanan, hujan deras & angin kencang menghalang jalan kami, dan tidak aman untuk meneruskan perjalanan sehingga kami harus menepi dan menunda trip ke Muara Muntai. Kami putuskan untuk kembali ke homestay di Desa Pela dan melanjutkan perjalanan ke Muara Muntai, Tanjung Isuy & Mancong besok pagi.
Penangkapan ikan dengan strum berdaya aki atau genset, dilarang UU tapi tetap banyak yang masih melakukan
Sungai Kedang Rantau
Bekantan / Proboscis Monkey
Pesut Mahakam / Lumba - lumba air tawar sungai mahakam / Orcaella brevirostris
Kuburan etnis cina yang membantu pejuang lokal saat jaman perang dengan belanda
Situs Lesong Batu, Muara Kaman.
Replika Prasasti Yupa di Museum Martadipura, Muara Kaman
Kuburan tua bercorak islam di belakang Museum Martadipura
Situs Lingga
Burung Kowak malam kelabu
Monyet Lutung / Silver Langur
Elang ikan kepala kelabu
Aktifitas perusahaan kayu di Sungai Mahakam
Hari ke 5, sekitar jam 8 pagi kami melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda kemarin, cuaca cukup bersahabat sehingga memuluskan trip kami menuju Muara Muntai via Danau Semayang & Melintang & sungai rebaq dinding. Di Muara Muntai kami berganti ketinting dan menuju Tanjung Isuy via Danau Jempang. Setelah beberapa desa kami lewati (Jantur & Tanjung Jone) dan memakan waktu sekitar 2 jam, akhirnya kami sampai di Tanjung Isuy. berhubung kondisi air baru pasang rute ke Mancong belum bisa di lewati dengan ketinting, jadi kami menyewa mobil di Tanjung Isuy untuk menuju Desa Mancong. Info dari driver, ada acara adat Dayak benuaq, yakni Kwangkai di Muara Tae, sekitar 15 menit dari Mancong, sehingga kami memutuskan untuk ke Muara Tae dulu baru saat kembali mampir di lamin Mancong. Di Muara Tae, kegiatan pemotongan kerbau belum dilaksanakan, info dari warga, pemotongan kerbau baru dilakukan sekitar pukul 16.00 wita. Sayang, kami tidak memiliki banyak waktu untuk menunggu acara tersebut, jadi kami hanya sebentar untuk melihat acara yang lain kembali ke Mancong untuk melihat Lamin (Rumah Panjang) Mancong, melihat pembuatan kain tenun ulap doyo di Lamin Batubura dan Rumah Patung Budaya Benuaq Indah saat kembali ke Tanjung Isuy. dari Tanjung Isuy kami kembali ke Muara Muntai dengan ketinting dan mengantarkan Michael ke lokasi pemberhentian Kapal Taxi lalu meneruskan perjalanan menuju Long Bagun.
Danau Jempang
Desa Jantur
Burung Belibis / Itik Benjut / Sunda Teal
Monyet ekor panjang
Burung Kirik - kirik
Add caption
Elang tikusan alis putih
Pekaka Emas / Stork bill Kingfisher
Aktifitas nelayan di Danau Jempang
Desa Jantur
Pengolahan Ikan air tawar menjadi ikan asin
Peternak ikan keramba
Tanjung Jone, Kutai Barat
Petani lokal yang terpaksa memanen dini padi, karena di rendam sungai mahakam yang mulai pasang
Burung Dara Laut
Desa Tanjung Isuy, Kutai Barat
Ritual Kwangkai di Muara Tae, Kutai Barat
Babi dan ayam yang akan di korbankan saat ritual Kwangkai
Kerbau yang akan di korbankan dan beberapa perlengkapan ritual
Patung Belontang yang selesai acara akan di pindahkan ke depan rumah yang melaksanakan ritual Kwangkai
Lamin Mancong, Kutai Barat
Pajangan kepala kerbau yang sudah di korbankan saat ritual Kwangkai
Serat Doyo dari tanaman Doyo, sebagai bahan dasar pembuatan kain tenun ulap doyo
Pengrajin tenun ulap doyo dengan metode sederhana di Lamin Batubura, Tanjung Isuy, Kutai Barat.
Pewarna alami benang doyo
Kain Ulap Doyo yang sudah selesai di kerjakan
Lamin Batubura
Tanaman Doyo
Taman Patung Budaya Benuaq Indah, Tanjung Isuy, Kutai Barat
Pengrajin seni ukir di Tanjung Isuy
Tempat bayi suku Dayak Benuaq jaman dulu
Add caption
Danau Jempang dengan latar belakang Gunung Meratus / Beratus
Comments
Post a Comment