Trip Bersama Michael & Gill dari Autralia (Nopember 2018)

Tamu ini saya dapatkan dari rekomendasi tamu yang sudah pernah saya pandu beberapa bulan sebelumnya, yakni Karen, yang juga berasal dari Australia. Setelah beberapa hari negoisasi budget dan juga pemilihan tujuan wisata akhirnya deal.

                Tamu saya jemput di Hotel Aston Samarinda, dan langsung berangkat menuju Tenggarong. Tujuan pertama kami adalah Museum Mulawarman, namun sayang sudah keburu tutup di hari Jumat, berbeda di hari lainnya yang tutup akan sorean. Kami melanjutkan perjalanan ke Museum Kayu lalu Pulau Kumala. Walau Dayak Information Centre juga tutup, setidaknya kami masih bisa berkeliling dengan motor matic. Cuaca yang lumayan panas membuat kami dehidrasi, saya putuskan untuk cooling down dulu di salah satu café kopi yang baru buka dalam 1 bulan ini, yakni Coffee Komunitas yang ada di Jl. Wolter Monginsidi dekat Jembatan Pulau Kumala. Banyak pilihan kopi panas maupun dingin, tamu saya memesan afogato (kopi dengan campuran ice cream) dan Americano ice. Saking enaknya, mereka memesan lagi satu porsi kopi. Saat itu coffee komunitas (IG @CoffeeKomunitas) ada penggalangan dana untuk korban gempa di Sulawesi dengan melelang foto hasil bidikan teman – teman Sangkabira serta kain tenun khas Lombok (follow this awesome guys on IG, @folktimur). 

Museum Kayu Tuah Himba

Replika lamin Mancong di Pulau Kumala


Pulau Kumala

Ujung Pulau Kumala dengan background Jembatan Kutai Kartanegara

Ketemu teman waktu SMP di SLTP YPK 1 Tenggarong, Sopyan. Saat ngopi di Coffee Komunitas 

Coffee Komunitas

Coffee Komunitas

Setelah menikmati kopi perjalanan kami lanjutkan menuju Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun. Cuaca mendung disertai dengan hujan dan angin kencang saat kami memasuki jalan perusahaan sawit untuk menuju desa kedang ipil. Alhamdulillah perjalanan tetap lancar sampai kami tiba sebelum isya di homestay Kutai 2. Malam harinya kami mengunjungi Balai Desa, dimana pusat berkumpulnya warga sekaligus acara Festival Budaya Kutai Adat Lawas. Pertunjukan tari tertunda karena hujan, sehingga kami menghabiskan waktu dibalai sambil bercengkrama dengan warga & teman – teman komunitas yang juga datang dari jauh. Sekitar 22.30 wita pertunjukan akhirnya di mulai dengan bantuan terpal besar yang melindungi pentas dari guyuran hujan. Kebanyakan tarian di isi oleh penampilan anak – anak SD yang sangat antusias walau malam sudah larut serta beberapa musisi lokal dari luar kecamatan. Setelah beberapa penampilan kami pamit dan kembali ke Homestay.

Balai Desa Kedang Ipil

Penari belia yang rela menahan kantuk, bersabar menunggu hujan reda

Pak Anthony, sosok yang penting bagi saya dalam dunia pariwisata. Beliau kini sudah pensiun dari Dinas Pariwisata Provinsi dan mencoba terus mengabdi melalui bursa Caleg DPRD Provinsi Kaltim. 

Panggung utama

Tari Dayak Kenyah dari SD Desa Ketapang

Tari Jepen dari Kedang Ipil

Musisi dari Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, turut memeriahkan acara
                Hari ke 2, kami mulai dengan kopi. Saat trip ini saya coba menambahkan servis kepada tamu, yakni kopi.  2 kemasan kopi Excelso (Sumatera Mandheling dan Gold) sengaja saya beli sebelumnya saat di samarinda, lalu saya juga membawa scale, French press serta manual grinder. Alhamdulillah, mereka senang dan malah nambah terus setiap jam ngopi. Sarapan pagi dengan menu khas tuan rumah (standar lah, ada nasi, tempe tahu, sup sayur, ikan asin dan ikan tawar, serta yang paling fenomenal sambal ulek dengan campuran potongan buah Kuini / mangga lokal, ini yang paling the best). Lalu melihat aktifitas warga sekitar di sepanjang perjalanan menuju balai. Ada warga yang membuat anyaman rotan dan membuat gula merah dari air pohon aren yang rutin di ambil setiap 2x sehari (pagi / sore). Di balai belum ada kegiatan selain kesibukan warga sekitar yang menyiapkan makanan dan minuman yang terus tersedia selama 24 jam. Ibu – ibu dari beberapa RT akan bergantian menyiapkan makanan & minuman tersebut setiap hari setiap malam, sampai acara selesai dalam beberapa hari kedepan. Kami memutuskan untuk mengunjungi Air Terjun Kandua Raya yang berjarak sekitar 1 km dengan berjalan kaki. Di sana sudah ada beberapa pengunjung dari luar kota seperti samarinda yang menikmati mandi – mandi di aliran air terjun. Kami menghabiskan waktu sampai jam 14.00 wita lalu kembali ke Balai. Kami tidak sempat melihat pertandingan permainan tradisional, dikira akan molor karena digelar pada tengah hari sekitar pukul 13.00 wita, ternyata on time. Selain itu dikarenakan jumlah peserta sedikit sehingga lomba selesai lebih cepat, tidak sampai sore hari. Namun tamu masih bisa mencoba beberapa permainan tradisional tersebut, seperti Betisan (Enggrang), menyumpit dan begasing. Malam harinya kami kembali ke balai untuk melihat pertunjukan tarian.

Peralatan kopi sederhana yang pertama kami di pakai untuk guiding

Homestay Kutai 2, Desa Kedang Ipil

Makan dengan menu tradisional khas Kedang Ipil

Jalan - jalan di desa

Melihat proses pembuatan Gula merah dari air aren

Pengrajin anyaman rotan

Beberapa cinderamata lokal, branka dan lewang

Posyandu

Pembuatan gula merah

Pohon Aren


Air Terjun Kandua Raya





Memasang gelang anyaman rotan dan kandau langsung di pergelangan tangan

Permainan tradisional Enggrang / Betisan


Menyumpit



Permainan tradisional Begasing






Mahasiswi ISBI Tenggarong


                Hari ke 3, setelah sarapan pagi, membeli beberapa oleh – oleh khas kedang ipil, kami pamit untuk meneruskan perjalanan menuju Desa Pela, kecamatan Kota Bangun. Di Kota Bangun, kami mampir sebentar untuk mencicipi buah Durian, lalu menuju Desa Liang. Kami dijemput oleh Pokdarwis Desa Pela dengan menggunakan long boat (perahu kayu dengan panjang 11 meter, lebar 1 meter lebih dan menggunakan mesin tempel berkekuatan 40 HP). Di desa pela kami juga menginap di homestay, tepatnya homestay Aina. Desa Pela di diami mayoritas suku banjar dan berprofesi sebagai nelayan. Homestay kami memiliki bentuk bangunan khas rumah melayu, lebar dan panjang ke belakang. Di depan ada pemandangan sungai pela dan di belakang rawa yang luas. Kami akan menghabiskan waktu saat sore hari di Danau Semayang sambil melihat sunset dan ditemani kopi.






Areal sawit yang harus di lalui saat menuju Desa Kedang Ipil

Landscape dataran rendah saat menuju Kota Bangun

Kota Bangun

Menuju Desa Pela di jemput oleh Pokdarwis setempat

Kepala Desa Pela, Sopyan.

Museum Pesut, Desa Pela

Menikmati sunset di Danau Semayang





                Hari ke 4, kami menyusuri sungai mahakam menuju ke arah ilir, untuk mencari lumba – lumba air tawar di sungai mahakam, Pesut Mahakam, satwa endemic yang langka sekaligus terancam punah. LSM dari Samarinda YK RASI (Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia) yang sudah mulai tahun 1990 meneliti pesut mahakam, memperkirakan populasinya di bawah 100 ekor, tepatnya di sekitaran angka 80 an ekor individu yang tersisa. Di beberapa titik yang sering ditemukan pesut mahakam belum membuahkan, perjalanan kami semakin jauh hingga memasuki sungai kedang rantau (Muara Kaman), kami akhirnya melihat adanya semburan dari pesut mahakam dari kejauhan. Alhamdulillah ada sekitar 10 an ekor Pesut Mahakam yang di dominasi pesut mahakam dewasa, serta 2 ekor yang masih remaja. Sekitar 30 menit kami mengikuti grup ini hingga akhirnya mereka kembali masuk kearah sungai kedang rantau saat kami baru memasuki muara Kaman ulu. Masih banyak tujuan yang akan kami datangi, sehingga setelah mengamati pesut mahakam sekitar 30 menitan kami meninggalkan kelompok tersebut dan meneruskan perjalanan menuju situs Kerajaan Kutai Martadipura, yakni situs Lesong Batu & replica prasasti yupa yang ada di Museum Martadipura, Bukit Brubus, Muara Kaman Ulu. Kami melanjutkan kearah ulu, kembali ke Kota Bangun untuk makan siang dan menuju Muara Muntai melalui Danau Semayang & Melintang. Sayang, cuaca sedang tidak memunginkan bagi kami meneruskan perjalanan, hujan deras & angin kencang menghalang jalan kami, dan tidak aman untuk meneruskan perjalanan sehingga kami harus menepi dan menunda trip ke Muara Muntai. Kami putuskan untuk kembali ke homestay di Desa Pela dan melanjutkan perjalanan ke Muara Muntai, Tanjung Isuy & Mancong besok pagi.


Penangkapan ikan dengan strum berdaya aki atau genset, dilarang UU tapi tetap banyak yang masih melakukan 

Sungai Kedang Rantau


Bekantan / Proboscis Monkey


Pesut Mahakam / Lumba - lumba air tawar sungai mahakam / Orcaella brevirostris


Kuburan etnis cina yang membantu pejuang lokal saat jaman perang dengan belanda

Situs Lesong Batu, Muara Kaman.


Replika Prasasti Yupa di Museum Martadipura, Muara Kaman



Kuburan tua bercorak islam di belakang Museum Martadipura

Situs Lingga

Burung Kowak malam kelabu

Monyet Lutung / Silver Langur

Elang ikan kepala kelabu

Aktifitas perusahaan kayu di Sungai Mahakam

                Hari ke 5, sekitar jam 8 pagi kami melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda kemarin, cuaca cukup bersahabat sehingga memuluskan trip kami menuju Muara Muntai via Danau Semayang & Melintang & sungai rebaq dinding. Di Muara Muntai kami berganti ketinting dan menuju Tanjung Isuy via Danau Jempang. Setelah beberapa desa kami lewati (Jantur & Tanjung Jone) dan memakan waktu sekitar 2 jam, akhirnya kami sampai di Tanjung Isuy. berhubung kondisi air baru pasang  rute ke Mancong belum bisa di lewati dengan ketinting, jadi kami menyewa mobil di Tanjung Isuy untuk menuju Desa Mancong. Info dari driver, ada acara adat Dayak benuaq, yakni Kwangkai di Muara Tae, sekitar 15 menit dari Mancong, sehingga kami memutuskan untuk ke Muara Tae dulu baru saat kembali mampir di lamin Mancong. Di Muara Tae, kegiatan pemotongan kerbau belum dilaksanakan, info dari warga, pemotongan kerbau baru dilakukan sekitar pukul 16.00 wita. Sayang, kami tidak memiliki banyak waktu untuk menunggu acara tersebut, jadi kami hanya sebentar untuk melihat acara yang lain kembali ke Mancong untuk melihat Lamin (Rumah Panjang) Mancong, melihat pembuatan kain tenun ulap doyo di Lamin Batubura dan Rumah Patung Budaya Benuaq Indah saat kembali ke Tanjung Isuy. dari Tanjung Isuy kami kembali ke Muara Muntai dengan ketinting dan mengantarkan Michael ke lokasi pemberhentian Kapal Taxi lalu meneruskan perjalanan menuju Long Bagun.


Danau Jempang

Desa Jantur

Burung Belibis / Itik Benjut / Sunda Teal







Monyet ekor panjang

Burung Kirik - kirik

Add caption


Elang tikusan alis putih

Pekaka Emas / Stork bill Kingfisher


Aktifitas nelayan di Danau Jempang

Desa Jantur

Pengolahan Ikan air tawar menjadi ikan asin 

Peternak ikan keramba



Tanjung Jone, Kutai Barat

Petani lokal yang terpaksa memanen dini padi, karena di rendam sungai mahakam yang mulai pasang  

Burung Dara Laut


Desa Tanjung Isuy, Kutai Barat




Ritual Kwangkai di Muara Tae, Kutai Barat

Babi dan ayam yang akan di korbankan saat ritual Kwangkai

Kerbau yang akan di korbankan dan beberapa perlengkapan ritual


Patung Belontang yang selesai acara akan di pindahkan ke depan rumah yang melaksanakan ritual Kwangkai



Lamin Mancong, Kutai Barat


Pajangan kepala kerbau yang sudah di korbankan saat ritual Kwangkai


Serat Doyo dari tanaman Doyo, sebagai bahan dasar pembuatan kain tenun ulap doyo

Pengrajin tenun ulap doyo dengan metode sederhana di Lamin Batubura, Tanjung Isuy, Kutai Barat.




Pewarna alami benang doyo



Kain Ulap Doyo yang sudah selesai di kerjakan

Lamin Batubura

Tanaman Doyo

Taman Patung Budaya Benuaq Indah, Tanjung Isuy, Kutai Barat



Pengrajin seni ukir di Tanjung Isuy






Tempat bayi suku Dayak Benuaq jaman dulu


Add caption


Danau Jempang dengan latar belakang Gunung Meratus / Beratus




Comments