Mahakam River Tour with Netherland Guest (Rob & Family), Mei 2019



Day 1 :
                Pagi hari, tamu saya jemput di salah satu hotel di samarinda, setelah perkenalan singkat lalu barang kami masukan di mobil. Kami mampir sebentar di Tenggarong untuk membeli beberapa buah untuk kebutuhan tamu lalu menuju Kota Bangun. Alhamdulillah Perjalanan cukup lancar dan tidak mengalami kendala. Di Kota Bangun perjalanan kami lanjutkan dengan menggunakan ketinting menyusuri sungai mahakam menuju Muara Muntai. Di perjalanan beberapa satwa liar berhasil kami lihat dan dokumentasikan seperti Monyet ekor panjang, Lutung, Bekantan hingga beberapa jenis burung seperti Pekaka emas, Elang, kuntul & bangau Tong tong. Sedangkan Pesut Mahakam tidak berhasil kami temukan.



                Di Muara muntai kami menginap di Penginapan Srimuntai. Suasana hari ke 2 bulan puasa di Bulan Ramadhan mulai semarak di Muara Muntai. Penginapan kami berada di pusat perbelanjaan, sehingga memudahkan kami untuk melihat aktifitas warga saat itu. Kami beristirahat sebentar di penginapan dan saat sore hari baru berkeliling di Muara Muntai. Beberapa jajanan tradisional di beli untuk nantinya di makan di penginapan. Malam harinya sesudah makan malam kami pun beristirahat






Day 2 :
                Pukul 8 pagi, kami mulai bersiap – siap untuk melanjutkan perjalanan untuk menuju Desa Mancong & Tanjung Isuy yang masuk di wilayah Kabupaten Kutai Barat. Beberapa barang berukuran besar dan berat kami titipkan di penginapan, karena sore hari rencananya kami akan kembali lagi ke muara muntai lalu melanjutkan perjalanan ke melak dengan menggunakan kapal taxi. Masih dengan ketinting yang sama yang kami gunakan kemarin, motoris Ikin, kami menuju Danau Jempang, danau terluas ke 6 di Indonesia dengan luas sekitar 15.000 Ha, melewati beberapa desa nelayan seperti Jantur dan Muara Ohong. Kami menepi ke sisi Danau Jempang untuk menuju Desa Mancong melalui anak sungai kecil yang berkelok – kelok. Hutan yang masih asri menjadi pemandangan yang memukau tamu saya, beberapa satwa liar yang umum di sini adalah Bekantan, ular sawa, ular dammar, monyet ekor panjang dan beberapa jenis burung umum lainnya. Tamu saya sempat meminta waktu sekitar 5 menit untuk menikmati suasana di sungai tersebut, mesin ketinting pun di matikan, dan kami pelan – pelan terbawa arus. Baru kali ini ada tamu yang betul – betul pengen dengar suara hutan sesadis ini, keren.





















                Kami memasuki desa Perigiq lalu Mancong. Kami akhirnya bisa menginjakan kaki di tanah setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam 20 menit dan hanya duduk di ketinting. Di Lamin Mancong nampak ada aktifitas warga, yang menunjukan ada kemungkinan acara adat di gelar. Rupanya ada salah satu warga yang meninggal dunia dan beberapa keluarga besar mulai berdatangan dan bermalam di lamin. Kegiatan ini merupakan bagian dari adat Suku Dayak Benuaq di Desa Mancong dan biasanya berjalan paling cepat 1 bulan, bahkan ada yang berjalan sampai ber bulan – bulan. Kami di persilahkan masuk ke lamin setelah meminta izin dengan warga yang ada di lamin. Kami bahkan di ajak ke dapur untuk melihat kegiatan para ibu – ibu yang sibuk membuat berbagai masakan, termasuk membuat kue tradisional seperti Elat Sapi (Lidah Sapi), Apam, dan berbagai kue tradisional lainnya. Tamu saya juga di ajak mencicipi makanan yang ada, mulai yang berat sampai yang ringan. Setelah itu kami foto bersama untuk kenang – kenangan, pamit & berterima kasih atas jamuan & keramah tamahan warga disana, walau mereka sedang berkabung saat itu. Kami kembali menyusuri sungai kecil lalu menembus danau jempang, kali ini tujuan terakhir kami adalah Desa Tanjung Isuy. ada 2 lamin yang sempat kami singgahi, seperti Lamin Tumenggung Merta dan Louu Jamrud. Kami tidak bisa berlama – lama, karena harus kembali ke Muara Muntai dan menunggu datangnya Kapal Taxi dari Samarinda untuk ikut menuju Melak. Sesampainya di Muara Muntai kami masih ada waktu karena kapal belum datang, setelah membeli beberapa persiapan dan berkemas, saya di telpon motoris untuk bergegas, karena kapal taxi sudah terlihat. Kami tepat waktu dan berhasil naik ke kapal dengan selamat.

























Kami memilih dek atas untuk menaruh barang & beristirahat. Suasana sore yang masih hangat kami nikmati dari dek atas bagian depan, sambil menikmati pemandangan sungai mahakam dan sunset yang mulai memberi warna di trip kali ini. Malam tiba, tamu saya beristirahat di kabin yang dilengkapi dengan matras tipis plus bantal, colokan listrik dan kipas angin, sedangkan saya memilih untuk makan malam dan memesan kopi es di kantin yang ada di dek bawah bagian belakang, baru beristirahat. Sekitar pukul 1 dini hari kapal tiba di Pelabuhan Melak, perjalanan kami masih berlanjut, 2 rekan dari Pokdarwis Melapeh & Komunitas Kelapeh sudah menunggu di Pelabuhan. Sesudah barang di muat kami melanjutkan perjalanan ke Desa Melapeh. Perjalanan sempat tertunda karena ban mobil bocor, namun setelah bisa di tangani Alhamdulillah kami tiba di Melapeh dan langsung check in & beristirahat di homestay Ibu Edita.





Day 3 :
                Sesudah sarapan pagi di homestay, kami kembali melanjutkan trip, tujuan pertama kami adalah Cagar Alam Padang Luway yang berada di Kecamatan Sekolaq Darat, untuk tracking di kawasan hutan yang banyak memiliki keanekaragaman tanaman, khususnya Anggrek. Yup, mascot dari kawasan ini adalah Anggrek Hitam. Anggrek ini hanya mekar beberapa kali dalam setahun, dan saat mekar hanya bertahan sekitar 3 hari sebelum akhirnya layu. Kami beruntung,, masih bisa menemukan beberapa Anggrek Hitam yang masih mekar. Kami ditemani Ranger bernama Pak Dimus untuk berkeliling di kawasan ini dan beliau menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang keanekaragaman flora yang ada disana, walau terkesan malu – malu menerangkan dalam bahasa inggris, namun bagi saya, skillnya sudah cukup, rasa pedenya aja yang kadang – kadang kurang, jadi perlu di support terus untuk tetap pede menjelaskan dalam bahasa inggris. Kami kembali ke pos untuk menginput data pengunjung lalu pamit untuk melanjutkan perjalanan.






Tujuan kedua adalah Lamin Pepas Eheng, Dayak Benuaq, di Kecamatan Barong Tongkok. Sebelum menaiki Lamin, kami terlebih dahulu melihat kuburan Suku Dayak Benuaq yang ada di Seberang lamin. Kuburan ini cukup menarik karena ada beberapa lungun (peti mati) yang tidak di kubur di bawah tanah melainkan di topang ke atas alias tidak menyentuh tanah. Lalu kami menaiki lamin Pepas eheng untuk melihat aktiftas warga dayak benuaq yang masih mendiami rumah panjang tersebut. Aktifitas sehari – hari mereka adalah berkebun dan membuat kerajinan tangan.






Kami menuju Air Terjun Jantur Inar yang berada tidak jauh dari lamin Pepas Eheng. Air Terjun atau yang biasa di sebut dalam bahasa lokal Jantur merupakan yang tertinggi yang ada di Kabupaten Kutai Barat. Walau harus menuruni / menaiki puluhan anak tangga menuju lokasi air terjun inar, kami merasa senang bisa menikmati derasnya aliran air terjun yang jatuh dari ketinggian.









Kami meneruskan perjalanan kurang lebih sekitar 30 menit menuju Danau Aco yang ada di Desa Linggang Melapeh, Kecamatan Linggang Bigung. Danau Aco merupakan salah satu keajaiban alam dimana ada sebuah danau di ketinggian 600m dpl, yang airnya tidak pernah surut walau saat sedang kemarau. Rob nampak tidak sabar untuk terjun ke dalam danau, walau sebenarnya plan kami bukan mandi di Danau Aco, namun di Air Terjun Tabalas yang ada di dekat Desa Melapeh. Rob meminta waktu sekitar 5 menit untuk mencoba sensasi mandi di danau bersama Dana, sedangkan Hilda hanya santai di sisi Danau menikmati suasana Danau Aco. 






Kami kembali ke Desa Melapeh untuk mencoba Betimung, spa tradisional ala Dayak Tunjung. Ada beberapa jenis tanaman herbal yang di gunakan, di masukan dalam panci besar dan di rebus dengan air hingga mendidih. Jenis tanaman akan disesuaikan dengan kebutuhan, menyegarkan badan, membuat badan lebih harum, untuk ibu yang sudah melahirkan, sakit atau hal lainnya. Rob mencoba betimung untuk yang pertama kali disusul Dana dan Hilda. Mereka nampak antusias saat di jelaskan tentang beberapa jenis tanaman yang masih segar, yang digunakan saat betimung. Kami juga mendapat bubur jagaq yang di cicipi saat kami melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Tabalas, yang tidak jauh dari Lamin Melapeh. Tiba Air Terjun Tabalas, tamu saya langsung memanfaatkan waktu untuk mandi, airnya jernih, segar dengan landscape hutan yang masih rindang di sekeliling hutan. Kami juga mencoba sabun alami yang berasal dari daun – daunan. Penggunaannya pun cukup mudah, daun tinggal di campur dengan sedikit air lalu di kucek – kucek hingga menghasilkan busa. Busa ini lah yang dijadikan sabun, untuk selanjutnya di gosokan ke badan. Suasana terlalu sore, sehingga kami tidak bisa berlama – lama karena suhu air yang dingin. Kami menuju kembali ke Melapeh, ke homestay ibu Edita untuk makan malam dan beristirahat. Saya masih ada tamu dari teman – teman Komunitas Jejak Budaya Kutai Barat yang akan datang untuk bersilaturahmi sekaligus sharing ringan tentang wisata & budaya.














Day 4 :
                Pagi – pagi kami kembali mengunjungi Danau Aco untuk menikmati suasana Danau Aco yang damai, hanya hiruk pikuk satwa liar yang membuat ricuh di sekitaran Danau Aco. Kabut nampak mencuat dari puncak pohon – pohon yang tinggi hingga permukaan danau. Kembali ke homestay untuk sarapan pagi, kemas – kemas, lalu kami pamit kepada Ibu Edita yang telah menampung dan repot – repot membuat masakan untuk kami. 





Kami menuju Tering untuk selanjutnya meneruskan perjalanan ke Long Bagun dengan speed boat. Kami tidak langsung berangkat namun musti menunggu penumpang lainnya supaya seat yang ada bisa terisi semua, kurang lebih 2 jam menunggu, kami akhirnya berangkat. Perjalanan menuju long bagun memakan waktu sekitar 3 jam dengan mesin tempel berkekuatan 200HP. Landscape mulai berubah saat semakin jauh, semakin dalam, speed boat membawa kami masuk ke pedalaman sungai mahakam. Sungai mahakam semakin mengecil, dangkal dan hutan – hutan di sisi sungai lebih padat dan tinggi. Walau ada beberapa perusahaan batubara yang mulai ekspansi disana, namun hanya sebagian kecil yang terlihat saat di perjalanan. 






 



Kami istirahat sebentar di Datah Bilang saat perjalanan sudah mencapai setengah perjalanan. Para penumpang biasanya akan makan siang disini sebelum melanjutkan perjalanan menuju Long Bagun. Datah Bilang merupakan desa besar etnis Dayak Kenyah dengan beragam sub Dayak Kenyah, hal ini dibuktikan dengan berdirinya 3 lamin / rumah panjang.








Perjalanan dilanjutkan menuju long bagun, Kabupaten Mahakam Ulu. Salah satu momen yang ditunggu adalah saat melintasi Batu Dinding / Batu Teneveng sebelum Kecamatan Ujoh Bilang. Dengan tinggi kurang lebih 100 m dan panjang hamparan sekitar 800m kurang lebih, batu dinding ini merupakan ikon saat perjalanan menuju Mahakam Ulu. Saat akan tiba di Long Bagun, speed boat kami kehabisan bensin, sehingga motoris harus meminta bantuan taxi ketinting untuk menarik kami ke pinggir sekaligus membeli bensin tambahan supaya bisa melanjutkan perjalanan. Setelah masalah teratasi, kami akhirnya tiba di Long Bagun, penginapan yang kami tuju berada tepat di atas rakit yang kami singgahi, yakni Penginapan Polewali. Malam harinya kami mencari makan malam di sekitar penginapan lalu kembali ke penginapan, ada salah satu teman dari pengurus DPC HPI Mahakam Ulu yang saya libatkan dalam tour ini, yakni saudara rendy yang menawarkan trip 1 hari menyusuri Sungai Alan & Payang di sekitaran Desa Batu Majang, yang ada di seberang Long Bagun. Negoisasi berjalan santai dan berujung dengan kesepakatan, kami lalu beristirahat lebih cepat supaya tenaga fit kembali di esok hari.












Day 5 :
                8.30 kami memulai tour bersama teman – teman DPC HPI Mahakam Ulu yang di gawangi rendy. Hari ini rendy di bantu yustina woro dan 2 motoris perahu, Dalong & Andre. Perahu di lengkapi dengan life jacket, sehingga menambah rasa aman bagi tamu saya. Perjalanan mulai melintasi sungai mahakam lalu memasuki sungai kecil dengan landscape yang memukau, kiri kanan hutan dengan pepohonan yang tinggi, karangan yang dangkal serta air yang jernih. Tujuan awal adalah sungai payang, untuk melihat aktifitas lokal warga setempat, seperti berkebun. Tamu saya di perlihatkan aktifitas warga sehari – hari seperti menjemur padi, memanen buah & sayur hingga mencoba menyirih. Kami kembali ke perahu dan menuju Sungai Alan untuk melakukan tracking. Tracking kali ini lumayan, dari awal hingga titik akhir kami harus melintasi jalan menanjak. Cukup menyulitkan saya dan woro yang jarang tracking, namun tidak bagi yang lain, jalan menanjak sama halnya berjalan di medan jalan datar bagi mereka. Sehingga kami harus beberapa kali beristirahat dan meminta mereka berjalan lebih pelan. Sesampai di titik akhir, kami kembali ke titik awal lalu beristirahat di bawah pondok, kebetulan yang punya pondok sedang memasak air panas untuk membuat kopi. Mbukdoh, sapaan bagi perempuan dayak bahau oeheng, mengatakan sudah lama tidak datang ke kebun yang kami lewati, karena mereka memiliki beberapa kebun lain yang ada, namun lokasinya lebih jauh. Alhamdulillah kami bisa mencicipi kopi yang ber merk Kapten dari mbukdoh, racikannya pas, pahit tapi manis. Kami pun terlibat percakapan santai sambil ngopi sekaligus beristirahat.





































                Perjalanan dilanjutkan kembali dengan ketinting ke titik akhir, dimana spot jeram menunggu di depan. Namun kami tidak melewati jeram tersebut, terlalu berbahaya. Kami menepi di sisi sungai sebelum jeram tersebut, lalu berjalan kaki di jalur tracking yang sudah di semen oleh Dinas Pariwisata dan warga setempat. Jalur tracking ini melewati jeram dan di ujungnya sudah ada pondok yang dilengkapi dengan bangku untuk bersantai. Teman – teman lalu menyiapkan perlengkapan untuk masak tradisional ala dayak bahau. Beras di cuci dan di lapisi dengan daun yang lebar lalu di masukan kedalam bambu lalu di panaskan di samping api. Sayur – sayuran yang diambil di kebun lalu di masak dengan cara di goreng. Tamu saya ikut membantu proses ini, mulai dari mencari kayu bakar hingga menghidupkan perapian. Sambil menunggu masakan siap, dalong mengajak rob untuk mencoba menangkap ikan dengan tehnik menjala di sungai yang lokasinya dekat dengan pondok. Walau tidak berhasil menangkap ikan, namun rob cukup antusias untuk mempelajari cara melempar jala. Setelah menjala rob dan keluarga memanfaatkan waktu untuk mandi, berenang di sungai, sedangkan kami menunggu di pondok sambil memberi privasi kepada mereka untuk menikmati waktu luang. Setelah makanan siap, kami makan bersama di sisi sungai dengan perlengkapan sederhana. Racikan bumbu masakan teman – teman memang lezat dan nikmat, sehingga lauk pauk habis tak bersisa. Kami kembali ke Long Bagun dengan rasa puas atas trip yang sudah kami jalani, dan malam harinya Hilda dan dana di ajak ke ujoh bilang dengan mengendarai sepeda motor untuk belanja kerajinan tangan di temani rendy dan woro. Setelah itu kami makan bersama di penginapan, lalu berpisah.




























Day 6 :
                Pagi hari kami berangkat kembali ke Tering dengan speed boat, lalu mengunjungi Air Terjun Tabalas lagi, dan istirahat sebentar di homestay Ibu Edita di Desa Melapeh sebelum akhirnya kembali ke Pelabuhan Melak saat sore hari. Kami menumpang kapal taxi / kapal umum yang biasanya berangkat sekitar pukul 6 sore setelah azan maghrib menuju Samarinda. Kami kembali menumpang di kapal yang sama saat berangkat dari Muara Muntai menuju Melak.














Day 7 :
                Sekitar pukul 9 kami tiba di Pelabuhan Sungai Kunjang, Samarinda. Lalu dengan kendaraan roda empat menuju salah satu Hotel di Samarinda. Saya pamit kepada tamu sekaligus minta maaf jikalau ada kesalahan & khilaf saat pemanduan, foto bersama dan berpisah.




Comments