Day 1 :
Pagi
hari, tamu saya jemput di salah satu hotel di samarinda, setelah perkenalan
singkat lalu barang kami masukan di mobil. Kami mampir sebentar di Tenggarong
untuk membeli beberapa buah untuk kebutuhan tamu lalu menuju Kota Bangun.
Alhamdulillah Perjalanan cukup lancar dan tidak mengalami kendala. Di Kota
Bangun perjalanan kami lanjutkan dengan menggunakan ketinting menyusuri sungai
mahakam menuju Muara Muntai. Di perjalanan beberapa satwa liar berhasil kami
lihat dan dokumentasikan seperti Monyet ekor panjang, Lutung, Bekantan hingga
beberapa jenis burung seperti Pekaka emas, Elang, kuntul & bangau Tong
tong. Sedangkan Pesut Mahakam tidak berhasil kami temukan.
Di
Muara muntai kami menginap di Penginapan Srimuntai. Suasana hari ke 2 bulan
puasa di Bulan Ramadhan mulai semarak di Muara Muntai. Penginapan kami berada
di pusat perbelanjaan, sehingga memudahkan kami untuk melihat aktifitas warga
saat itu. Kami beristirahat sebentar di penginapan dan saat sore hari baru
berkeliling di Muara Muntai. Beberapa jajanan tradisional di beli untuk
nantinya di makan di penginapan. Malam harinya sesudah makan malam kami pun
beristirahat
Day 2 :
Pukul
8 pagi, kami mulai bersiap – siap untuk melanjutkan perjalanan untuk menuju
Desa Mancong & Tanjung Isuy yang masuk di wilayah Kabupaten Kutai Barat.
Beberapa barang berukuran besar dan berat kami titipkan di penginapan, karena
sore hari rencananya kami akan kembali lagi ke muara muntai lalu melanjutkan
perjalanan ke melak dengan menggunakan kapal taxi. Masih dengan ketinting yang
sama yang kami gunakan kemarin, motoris Ikin, kami menuju Danau Jempang, danau
terluas ke 6 di Indonesia dengan luas sekitar 15.000 Ha, melewati beberapa desa
nelayan seperti Jantur dan Muara Ohong. Kami menepi ke sisi Danau Jempang untuk
menuju Desa Mancong melalui anak sungai kecil yang berkelok – kelok. Hutan yang
masih asri menjadi pemandangan yang memukau tamu saya, beberapa satwa liar yang
umum di sini adalah Bekantan, ular sawa, ular dammar, monyet ekor panjang dan
beberapa jenis burung umum lainnya. Tamu saya sempat meminta waktu sekitar 5
menit untuk menikmati suasana di sungai tersebut, mesin ketinting pun di
matikan, dan kami pelan – pelan terbawa arus. Baru kali ini ada tamu yang betul
– betul pengen dengar suara hutan sesadis ini, keren.
Kami
memasuki desa Perigiq lalu Mancong. Kami akhirnya bisa menginjakan kaki di
tanah setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam 20 menit dan hanya duduk di
ketinting. Di Lamin Mancong nampak ada aktifitas warga, yang menunjukan ada
kemungkinan acara adat di gelar. Rupanya ada salah satu warga yang meninggal
dunia dan beberapa keluarga besar mulai berdatangan dan bermalam di lamin.
Kegiatan ini merupakan bagian dari adat Suku Dayak Benuaq di Desa Mancong dan
biasanya berjalan paling cepat 1 bulan, bahkan ada yang berjalan sampai ber
bulan – bulan. Kami di persilahkan masuk ke lamin setelah meminta izin dengan
warga yang ada di lamin. Kami bahkan di ajak ke dapur untuk melihat kegiatan
para ibu – ibu yang sibuk membuat berbagai masakan, termasuk membuat kue
tradisional seperti Elat Sapi (Lidah Sapi), Apam, dan berbagai kue tradisional
lainnya. Tamu saya juga di ajak mencicipi makanan yang ada, mulai yang berat
sampai yang ringan. Setelah itu kami foto bersama untuk kenang – kenangan,
pamit & berterima kasih atas jamuan & keramah tamahan warga disana,
walau mereka sedang berkabung saat itu. Kami kembali menyusuri sungai kecil
lalu menembus danau jempang, kali ini tujuan terakhir kami adalah Desa Tanjung
Isuy. ada 2 lamin yang sempat kami singgahi, seperti Lamin Tumenggung Merta dan
Louu Jamrud. Kami tidak bisa berlama – lama, karena harus kembali ke Muara
Muntai dan menunggu datangnya Kapal Taxi dari Samarinda untuk ikut menuju
Melak. Sesampainya di Muara Muntai kami masih ada waktu karena kapal belum
datang, setelah membeli beberapa persiapan dan berkemas, saya di telpon motoris
untuk bergegas, karena kapal taxi sudah terlihat. Kami tepat waktu dan berhasil
naik ke kapal dengan selamat.
Kami memilih dek
atas untuk menaruh barang & beristirahat. Suasana sore yang masih hangat
kami nikmati dari dek atas bagian depan, sambil menikmati pemandangan sungai
mahakam dan sunset yang mulai memberi warna di trip kali ini. Malam tiba, tamu
saya beristirahat di kabin yang dilengkapi dengan matras tipis plus bantal,
colokan listrik dan kipas angin, sedangkan saya memilih untuk makan malam dan
memesan kopi es di kantin yang ada di dek bawah bagian belakang, baru
beristirahat. Sekitar pukul 1 dini hari kapal tiba di Pelabuhan Melak,
perjalanan kami masih berlanjut, 2 rekan dari Pokdarwis Melapeh & Komunitas
Kelapeh sudah menunggu di Pelabuhan. Sesudah barang di muat kami melanjutkan
perjalanan ke Desa Melapeh. Perjalanan sempat tertunda karena ban mobil bocor,
namun setelah bisa di tangani Alhamdulillah kami tiba di Melapeh dan langsung
check in & beristirahat di homestay Ibu Edita.
Day 3 :
Sesudah
sarapan pagi di homestay, kami kembali melanjutkan trip, tujuan pertama kami
adalah Cagar Alam Padang Luway yang berada di Kecamatan Sekolaq Darat, untuk
tracking di kawasan hutan yang banyak memiliki keanekaragaman tanaman,
khususnya Anggrek. Yup, mascot dari kawasan ini adalah Anggrek Hitam. Anggrek
ini hanya mekar beberapa kali dalam setahun, dan saat mekar hanya bertahan
sekitar 3 hari sebelum akhirnya layu. Kami beruntung,, masih bisa menemukan
beberapa Anggrek Hitam yang masih mekar. Kami ditemani Ranger bernama Pak Dimus
untuk berkeliling di kawasan ini dan beliau menjelaskan secara lengkap dan
rinci tentang keanekaragaman flora yang ada disana, walau terkesan malu – malu
menerangkan dalam bahasa inggris, namun bagi saya, skillnya sudah cukup, rasa
pedenya aja yang kadang – kadang kurang, jadi perlu di support terus untuk
tetap pede menjelaskan dalam bahasa inggris. Kami kembali ke pos untuk
menginput data pengunjung lalu pamit untuk melanjutkan perjalanan.
Tujuan kedua
adalah Lamin Pepas Eheng, Dayak Benuaq, di Kecamatan Barong Tongkok. Sebelum
menaiki Lamin, kami terlebih dahulu melihat kuburan Suku Dayak Benuaq yang ada
di Seberang lamin. Kuburan ini cukup menarik karena ada beberapa lungun (peti
mati) yang tidak di kubur di bawah tanah melainkan di topang ke atas alias
tidak menyentuh tanah. Lalu kami menaiki lamin Pepas eheng untuk melihat
aktiftas warga dayak benuaq yang masih mendiami rumah panjang tersebut.
Aktifitas sehari – hari mereka adalah berkebun dan membuat kerajinan tangan.
Kami menuju Air Terjun Jantur Inar yang berada tidak jauh dari lamin Pepas Eheng. Air Terjun atau yang biasa di sebut dalam bahasa lokal Jantur merupakan yang tertinggi yang ada di Kabupaten Kutai Barat. Walau harus menuruni / menaiki puluhan anak tangga menuju lokasi air terjun inar, kami merasa senang bisa menikmati derasnya aliran air terjun yang jatuh dari ketinggian.
Kami meneruskan
perjalanan kurang lebih sekitar 30 menit menuju Danau Aco yang ada di Desa
Linggang Melapeh, Kecamatan Linggang Bigung. Danau Aco merupakan salah satu
keajaiban alam dimana ada sebuah danau di ketinggian 600m dpl, yang airnya tidak
pernah surut walau saat sedang kemarau. Rob nampak tidak sabar untuk terjun ke
dalam danau, walau sebenarnya plan kami bukan mandi di Danau Aco, namun di Air
Terjun Tabalas yang ada di dekat Desa Melapeh. Rob meminta waktu sekitar 5
menit untuk mencoba sensasi mandi di danau bersama Dana, sedangkan Hilda hanya
santai di sisi Danau menikmati suasana Danau Aco.
Kami kembali ke Desa Melapeh
untuk mencoba Betimung, spa tradisional ala Dayak Tunjung. Ada beberapa jenis
tanaman herbal yang di gunakan, di masukan dalam panci besar dan di rebus
dengan air hingga mendidih. Jenis tanaman akan disesuaikan dengan kebutuhan,
menyegarkan badan, membuat badan lebih harum, untuk ibu yang sudah melahirkan,
sakit atau hal lainnya. Rob mencoba betimung untuk yang pertama kali disusul
Dana dan Hilda. Mereka nampak antusias saat di jelaskan tentang beberapa jenis
tanaman yang masih segar, yang digunakan saat betimung. Kami juga mendapat
bubur jagaq yang di cicipi saat kami melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun
Tabalas, yang tidak jauh dari Lamin Melapeh. Tiba Air Terjun Tabalas, tamu saya
langsung memanfaatkan waktu untuk mandi, airnya jernih, segar dengan landscape
hutan yang masih rindang di sekeliling hutan. Kami juga mencoba sabun alami
yang berasal dari daun – daunan. Penggunaannya pun cukup mudah, daun tinggal di
campur dengan sedikit air lalu di kucek – kucek hingga menghasilkan busa. Busa ini
lah yang dijadikan sabun, untuk selanjutnya di gosokan ke badan. Suasana
terlalu sore, sehingga kami tidak bisa berlama – lama karena suhu air yang
dingin. Kami menuju kembali ke Melapeh, ke homestay ibu Edita untuk makan malam
dan beristirahat. Saya masih ada tamu dari teman – teman Komunitas Jejak Budaya
Kutai Barat yang akan datang untuk bersilaturahmi sekaligus sharing ringan
tentang wisata & budaya.
Day 4 :
Pagi
– pagi kami kembali mengunjungi Danau Aco untuk menikmati suasana Danau Aco
yang damai, hanya hiruk pikuk satwa liar yang membuat ricuh di sekitaran Danau
Aco. Kabut nampak mencuat dari puncak pohon – pohon yang tinggi hingga
permukaan danau. Kembali ke homestay untuk sarapan pagi, kemas – kemas, lalu kami
pamit kepada Ibu Edita yang telah menampung dan repot – repot membuat masakan
untuk kami.
Kami menuju Tering untuk selanjutnya meneruskan perjalanan ke Long Bagun dengan speed boat. Kami tidak langsung berangkat namun musti menunggu penumpang lainnya supaya seat yang ada bisa terisi semua, kurang lebih 2 jam menunggu, kami akhirnya berangkat. Perjalanan menuju long bagun memakan waktu sekitar 3 jam dengan mesin tempel berkekuatan 200HP. Landscape mulai berubah saat semakin jauh, semakin dalam, speed boat membawa kami masuk ke pedalaman sungai mahakam. Sungai mahakam semakin mengecil, dangkal dan hutan – hutan di sisi sungai lebih padat dan tinggi. Walau ada beberapa perusahaan batubara yang mulai ekspansi disana, namun hanya sebagian kecil yang terlihat saat di perjalanan.
Kami istirahat sebentar di Datah Bilang saat perjalanan sudah mencapai setengah perjalanan. Para penumpang biasanya akan makan siang disini sebelum melanjutkan perjalanan menuju Long Bagun. Datah Bilang merupakan desa besar etnis Dayak Kenyah dengan beragam sub Dayak Kenyah, hal ini dibuktikan dengan berdirinya 3 lamin / rumah panjang.
Perjalanan
dilanjutkan menuju long bagun, Kabupaten Mahakam Ulu. Salah satu momen yang
ditunggu adalah saat melintasi Batu Dinding / Batu Teneveng sebelum Kecamatan Ujoh
Bilang. Dengan tinggi kurang lebih 100 m dan panjang hamparan sekitar 800m
kurang lebih, batu dinding ini merupakan ikon saat perjalanan menuju Mahakam
Ulu. Saat akan tiba di Long Bagun, speed boat kami kehabisan bensin, sehingga motoris
harus meminta bantuan taxi ketinting untuk menarik kami ke pinggir sekaligus
membeli bensin tambahan supaya bisa melanjutkan perjalanan. Setelah masalah
teratasi, kami akhirnya tiba di Long Bagun, penginapan yang kami tuju berada
tepat di atas rakit yang kami singgahi, yakni Penginapan Polewali. Malam
harinya kami mencari makan malam di sekitar penginapan lalu kembali ke
penginapan, ada salah satu teman dari pengurus DPC HPI Mahakam Ulu yang saya
libatkan dalam tour ini, yakni saudara rendy yang menawarkan trip 1 hari
menyusuri Sungai Alan & Payang di sekitaran Desa Batu Majang, yang ada di
seberang Long Bagun. Negoisasi berjalan santai dan berujung dengan kesepakatan,
kami lalu beristirahat lebih cepat supaya tenaga fit kembali di esok hari.
Day 5 :
8.30
kami memulai tour bersama teman – teman DPC HPI Mahakam Ulu yang di gawangi
rendy. Hari ini rendy di bantu yustina woro dan 2 motoris perahu, Dalong &
Andre. Perahu di lengkapi dengan life jacket, sehingga menambah rasa aman bagi
tamu saya. Perjalanan mulai melintasi sungai mahakam lalu memasuki sungai kecil
dengan landscape yang memukau, kiri kanan hutan dengan pepohonan yang tinggi,
karangan yang dangkal serta air yang jernih. Tujuan awal adalah sungai payang,
untuk melihat aktifitas lokal warga setempat, seperti berkebun. Tamu saya di
perlihatkan aktifitas warga sehari – hari seperti menjemur padi, memanen buah
& sayur hingga mencoba menyirih. Kami kembali ke perahu dan menuju Sungai
Alan untuk melakukan tracking. Tracking kali ini lumayan, dari awal hingga
titik akhir kami harus melintasi jalan menanjak. Cukup menyulitkan saya dan
woro yang jarang tracking, namun tidak bagi yang lain, jalan menanjak sama
halnya berjalan di medan jalan datar bagi mereka. Sehingga kami harus beberapa
kali beristirahat dan meminta mereka berjalan lebih pelan. Sesampai di titik
akhir, kami kembali ke titik awal lalu beristirahat di bawah pondok, kebetulan yang
punya pondok sedang memasak air panas untuk membuat kopi. Mbukdoh, sapaan bagi perempuan
dayak bahau oeheng, mengatakan sudah lama tidak datang ke kebun yang kami
lewati, karena mereka memiliki beberapa kebun lain yang ada, namun lokasinya
lebih jauh. Alhamdulillah kami bisa mencicipi kopi yang ber merk Kapten dari
mbukdoh, racikannya pas, pahit tapi manis. Kami pun terlibat percakapan santai
sambil ngopi sekaligus beristirahat.
Perjalanan
dilanjutkan kembali dengan ketinting ke titik akhir, dimana spot jeram menunggu
di depan. Namun kami tidak melewati jeram tersebut, terlalu berbahaya. Kami menepi
di sisi sungai sebelum jeram tersebut, lalu berjalan kaki di jalur tracking
yang sudah di semen oleh Dinas Pariwisata dan warga setempat. Jalur tracking
ini melewati jeram dan di ujungnya sudah ada pondok yang dilengkapi dengan
bangku untuk bersantai. Teman – teman lalu menyiapkan perlengkapan untuk masak tradisional
ala dayak bahau. Beras di cuci dan di lapisi dengan daun yang lebar lalu di
masukan kedalam bambu lalu di panaskan di samping api. Sayur – sayuran yang
diambil di kebun lalu di masak dengan cara di goreng. Tamu saya ikut membantu
proses ini, mulai dari mencari kayu bakar hingga menghidupkan perapian. Sambil
menunggu masakan siap, dalong mengajak rob untuk mencoba menangkap ikan dengan
tehnik menjala di sungai yang lokasinya dekat dengan pondok. Walau tidak
berhasil menangkap ikan, namun rob cukup antusias untuk mempelajari cara melempar
jala. Setelah menjala rob dan keluarga memanfaatkan waktu untuk mandi, berenang
di sungai, sedangkan kami menunggu di pondok sambil memberi privasi kepada
mereka untuk menikmati waktu luang. Setelah makanan siap, kami makan bersama di
sisi sungai dengan perlengkapan sederhana. Racikan bumbu masakan teman – teman memang
lezat dan nikmat, sehingga lauk pauk habis tak bersisa. Kami kembali ke Long
Bagun dengan rasa puas atas trip yang sudah kami jalani, dan malam harinya Hilda
dan dana di ajak ke ujoh bilang dengan mengendarai sepeda motor untuk belanja
kerajinan tangan di temani rendy dan woro. Setelah itu kami makan bersama di
penginapan, lalu berpisah.
Day 6 :
Pagi
hari kami berangkat kembali ke Tering dengan speed boat, lalu mengunjungi Air
Terjun Tabalas lagi, dan istirahat sebentar di homestay Ibu Edita di Desa
Melapeh sebelum akhirnya kembali ke Pelabuhan Melak saat sore hari. Kami
menumpang kapal taxi / kapal umum yang biasanya berangkat sekitar pukul 6 sore
setelah azan maghrib menuju Samarinda. Kami kembali menumpang di kapal yang
sama saat berangkat dari Muara Muntai menuju Melak.
Day 7 :
Sekitar pukul 9 kami tiba di Pelabuhan Sungai Kunjang, Samarinda. Lalu dengan kendaraan roda empat menuju salah satu Hotel di Samarinda. Saya pamit kepada tamu sekaligus minta maaf jikalau ada kesalahan & khilaf saat pemanduan, foto bersama dan berpisah.
Comments
Post a Comment