Mahakam River Tour bersama Pak Henry & Bu Henny / German (29 Juni 2019)


                Pak Henry & Ibu Henny Tanojoutomo berasal dari Surabaya namun sudah lama hijrah ke German. Sangat menyenangkan mengguiding pasangan humoris ini di sepanjang tour. Kontak pasangan ini saya dapatkan dari salah satu post teman di Instagram @artvntre yang mengarahkan langsung ke akun IG saya. Gayung bersambut, kami mulai diskusi untuk mengatur jadwal tour sesuai keinginan dan kondisi di lapangan.

Day 1 : Jadwal kedatangan pesawat Nam Air tertunda, dari jam 12 siang pesawat baru akan tiba pukul hampir pukul 15:50 sore. Saya agak senang mendengar berita ini, bukan karena apa, perut saya lagi gak enak, udah berapa kali musti rajin setoran ke bilik sembunyi. Jadi musti di stabilkan dahulu baru enak di bawa keluar dengan percaya diri. Saya di jemput driver andalan, Henson yang masih kerabat family dari pihak ibu. Kami ke kost Henson dulu yang ada di salah satu perumahan di Samarinda, jadi supaya nanti pas mau ke bandara APT Pranoto gak perlu waktu lama lagi. Waktu spare saya manfaatkan untuk istirahat setelah makan obat mencret, neurit. Badan terasa down, ngefek sekali saat kaki merasa gak nyaman saat terkena angin dari kipas angin, tumben, biasanya tengah hari begini memang biasa pake kipas angin di rumah, tapi kali ini beda. Periksa jidat, memang suhunya agak panas. Yo wes lah, nanti beli obat paracetamol. Beberapa kali terbangun dari tidur, apalagi kalau posisi badan menghadap ke kiri, tumpukan bantal anak kost dari generasi ke generasi yang sudah expired alias bau, menimbulkan aroma tak sedap, membuat kepala tambah pusing. Pukul 14.30 kami mulai bersiap – siap untuk ke bandara untuk menjemput Pak Henry & Bu Henny. Pertama kali ke bandara baru ini, di kira gede, ternyata kecil, kalah jauh dari bandara Balikpapan. Kami masih punya banyak waktu, jadi kami nongkrong dulu di depan indomaret sambil mengisi perut dengan mie instan. Tamu akhirnya datang, kami arahkan ke mobil dan perjalanan di mulai.

Tujuan pertama adalah Desa Budaya Dayak Kenyah, Desa Pampang, yang masuk wilayah Kotamadya Samarinda. Kami cukup beruntung karena ada Nenek telinga panjang yang saat itu sedang berjualan di samping lamin. Setelah negoisasi kami akhirnya bisa foto – foto lalu menaiki Lamin (Rumah Panjang Suku Dayak) dan foto – foto lagi. 




Dari pampang kami menuju Vihara atau yang biasa dikenal dengan Budhist Center. Kami diijinkan masuk ke tempat ibadah oleh salah satu pengurus yang saat itu tampak sedang bersiap – siap untuk ibadah. 




Dari Budhist Center kami menu Rumah Makan Pondok Borneo, atas permintaan khusus dari ibu Henny yang tertarik mau makan disitu setelah melihat salah satu video vlogger di youtube. Saya kurang menikmati makan saat itu, karena perut dan badan masih bermasalah, namun saya paksakan saja, karena perut harus terisi supaya bisa menjaga stamina. Setelah makan siang sekaligus makan malam itu kami mampir sebentar di Islamic Center lalu mengantarkan tamu menuju Hotel Harris dan berpisah untuk sementara waktu. Kami memilih istirahat di Guest House Pribadi alias numpang di tempat keluarga sekaligus base Komunitas Save Pesut Mahakam yang berada tidak jauh dari lokasi Hotel.

Day 2 : Badan & perut sudah agak mendingan, namun kepala masih gak fit, apalagi kalo diangkat setelah menunduk terasa goyang. Sehabis Mandi, sarapan nasi kuning, makan obat, kami melaju kembali ke Hotel Harris untuk menjemput tamu. Kunjungan pertama di hari ke dua adalah Islamic Center, baru menuju Tenggarong. 



Di Tenggarong kami mengunjungi Ladaya, baru setelah itu menuju Pelabuhan Museum Mulawarman untuk selanjutnya makan siang sambil menyusuri sungai mahakam dengan menggunakan Kapal Wisata Privat. 



Tujuan kami adalah Muara Muntai yang Insyaallah akan sampai di ke esokan paginya. Kapal berjalan dengan pelan, supaya tamu bisa menikmati pemandangan sungai mahakam di sepanjang perjalanan. Malam harinya, kami makan malam dan beristirahat, sedangkan kapal terus bergerak dengan pelan.


Day 3 : Tidak lama setelah sarapan pagi, kapal tiba di Muara Muntai, kami menyempatkan untuk berjalan – jalan di Muara Muntai yang terkenal dengan bentangan Jembatan Ulin panjangnya. Pusat Pasar tradisional ramai akan pembeli dengan berbagai kebutuhan masing – masing. Saya membeli beberapa kue tradisional untuk bekal di perjalanan nanti ke Mancong yang memang memakan waktu agak lama, kurang lebih 3 jam. 











Kembali ke kapal, lunch box sudah siap, kami memulai perjalanan dengan menggunakan ketinting. Perjalanan melintasi Danau Jempang yang luasnya sekitar 15.000 Ha, dan melewati beberapa jalan pintas setelah Desa Jantur, karena jalur utama tertutup kumpulan besar tanaman air (Napung) yang senantiasa bergerak karena angin atau arus air. Motoris kami, Udin Kancil, harus menyiasati rute perjalanan supaya tidak nyasar, atau malah nyangkut di napung tersebut. Alhamdulillah kami bisa menemukan jalan lain dan memasuki track yang benar saat berhasil memasuki Kampung Muara Ohong, yang berada di sisi Danau Jempang. Kami terus memasuki sisi danau hingga menemukan sungai kecil yang menuju ke Desa Perigiq & Mancong. Perjalanan kali ini lebih lambat karena sungai yang kecil, dan beberapa kali kami berhenti untung mengabadikan satwa liar seperti Bekantan, Monyet Ekor Panjang, ular sawa, hingga beberapa jenis burung. Rata- rata turis asing sangat senang saat melalui rute ini, mungkin karena satwa liarnya maupun hutan sisi sungai yang masih bagus.

































Setelah melewati Desa Perigiq kami tiba di Desa Mancong. Kami tidak bisa langsung naik di dekat Lamin, karena beberapa tumpukan kayu yang menghalangi jalan ketinting untuk lewat, jadi kami musti berjalan kaki untuk menuju Lamin Mancong. Di perjalanan yang singkat kami menyempatkan mampir untuk melihat aktifitas warga yang sedang membuat kerajinan tangan ulap doyo. Di Lamin setelah melihat – lihat isi dalam lamin, kami melihat pertunjukan tari- tarian (dengan permintaan terlebih dahulu dengan pengurus lamin / adat). Ada sekitar 5 jenis tarian yang disuguhkan, baik yang ditarikan oleh penari anak – anak, dewasa maupun yang sudah tua. Tamu saya juga berkesempatan untuk mencoba menyumpit dan diakhiri dengan mengoleskan pupur dingin kepada para penari, dan penaripun membalas dengan hal yang serupa. Kami pamit dan kembali ke kapal dengan buru – buru, karena waktu yang semakin mepet, kami tidak langsung kembali ke Muara Muntai, namun memintas ke Penyinggahan, dimana kapal sudah menunggu disana. Kapal lalu meneruskan perjalanan menuju Melak, Kabupaten Kutai Barat.






























Day 4 : Saat bangun pagi, kapal sudah bertambat  di samping kapal lain di dekat Pelabuhan Melak, sarapan pagi, kami jalan – jalan dulu di pasar melak lalu menuju Linggang Melapeh. Tujuan pertama adalah Luuq Melapeh (Rumah Panjang / Lamin Suku Dayak Tunjung Rentenukng) sekaligus mencoba sauna tradisional, Betimung. Ibu Petinggi Desa linggang melapeh di bantu ibu yang lain menyiapkan rebusan beberapa jenis tanaman herbal yang digunakan untuk betimung. Bapak Henry maju untuk yang pertama, disusul ibu Henny dan terakhir saya. Beberapa kali membawa tamu baru ini saya mencoba betimung, memang enak ternyata saat keringat mulai keluar dari pori – pori di seluruh badan. Dari lamin kami menuju Danau Aco dan diakhiri dengan mandi – mandi di segarnya aliran air Terjun Tabalas. Kunjungan terakhir kami adalah wisata belanja oleh – oleh khas kutai barat, baru menuju kapal dan putar haluan menuju ilir sungai mahakam, yup, kami kembali ke Tenggarong
















.
Day 5 : Seperti biasa, sarapan pagi, siang sekitar jam 10.00 kami tiba di tenggarong. Kunjungan di hari akhir ini adalah Museum Mulawarman & Museum Kayu Tuah Himba. Kembali makan siang di kapal, pamitan dan kami menuju workshop tenun ulap doyo, Pokant Takaq yang ada di Jl. Mangkuraja 6, Tenggarong. Agak tertunda sebentar karena hujan deras, kami meneruskan perjalanan menuju Balikpapan. Sore kami mampir di warung Sumedang yang ada di Bukit Soeharto untuk coffee break sekaligus rehat sebentar, lanjut lagi ke Balikpapan, makan malam di RM. Torani (Balikpapan) dan menyudahi tour setelah tamu diantar ke Hotel Grand Tjokro.


















Terima kasih kepada Pak Henry dan Bu Henny atas kepercayaannya kepada saya untuk memandu tournya selama 5 hari di Kalimantan Timur.



Comments