Kontak
kedua tamu ini dapatkan setelah di rekomendasikan oleh mbak Mey yang ada di
Balikpapan. Diskusi via WA cukup sebentar dan berhubung ada Festival Tanjung
Isuy, tour selama 6 hari, 4 hari khusus di explore di Tanjung Isuy. Mereka
setuju dan selang 2 hari tour di mulai
Day 1 :
Tim &
Marielle saya jemput di salah satu café yang ada di Balikpapan Baru, Bee Fit.
Perjalanan panjang di mulai menuju Tenggarong, cuaca cukup bagus dan lancar.
Kami mampir di Tenggarong untuk makan siang di The Warong Distorsi, makanan
andalan tentunya steak ayam crispy special, harga terjangkau, sehat, bikin
kenyang dan pastinya enak. Kami juga beruntung untuk testi racikan kopi manual
brewing oleh sang owner, Akbar Haka, Vokalis grup metal yang terus naik daun,
Kapital. Kopinya dari gunung muria, namun di roasting lokal oleh Angga, owner
Anak Mangkurawang. Sedap kuy… Makan siang diselingi dengan ngobrol – ngobrol
santai.
Kami lanjutkan perjalanan menuju Desa Liang, Kecamatan Kota Bangun,
Kutai Kartanegara. Waktunya agak mepet untuk ngejar momen sunset di Danau
Semayang yang lagi mongering, karena sungai mahakam menyusut. 2 ketinting kami
gunakan untuk menuju Danau Semayang, Alhamdulillah kedua tamu ini sempat
melihat momen sunset tersebut. Kami menuju Desa Pela untuk menginap di homestay
ibu Aina. Makan malam tersedia di ruangan tamu dengan konsep prasmanan, menunya
tradisional, ikan sungai mahakam, baik yang segar maupun ikan asin, oseng –
oseng mie instan, pirik cabe dan sayur labu. Jangan di tanya lagi rasanya
gimana, tamunya aja nambah berkali – kali. Kami istirahat agak larut karena
asyik ngobrol diteras depan sambil angin – angin dan ngopi.
Day 2 :
Sebelum
sarapan, tim & marielle kami ajak dulu belajar menjala di sekitar sungai
pela, keduanya cukup antusias untuk belajar walau masih belum berhasil. Kembali
ke homestay, sarapan, lalu kami pamit untuk meneruskan perjalanan. Agenda hari
ini adalah Observasi Pesut Mahakam menuju ulu sungai mahakam hingga Muara
Muntai. Untuk urusan observasi Pesut Mahakam, saya percayakan kepada motoris
asal Desa Sangkuliman, Darwis dengan perahunya yang bernama Pandangan Pertama.
Darwis juga sering dipakai oleh peneliti Pesut Mahakam selama puluhan tahun,
jadi beliau sudah paham akan prosedur observasi dan spot – spot potensial untuk
melihat pesut mahakam. Beberapa spot potensial kami datangi namun belum
berhasil melihat kemunculan pesut mahakam, hingga pukul 13.50 wita akhirnya
keberuntungan itu datang. Awalnya hanya 1 ekor, namun ternyata ada beberapa
pesut mahakam lainnya, grup kecil ini diperkirakan sekitar 6 – 7 ekor. Di
dominasi oleh pesut dewasa dan 1 ekor yang masih remaja. Sekitar 1 jam kami
ikuti lalu kami putuskan untuk meneruskan perjalanan. Di Muara muntai kami
memesan makanan untuk makan siang, bungkus, karena kami ada plan untuk makan di
sisi sungai mahakam, tepatnya di sisi Pulau Harapan. Suasana makan jadi lahap
dengan view sungai mahakam dan hutan yang masih asri. Tim pun menyempatkan
untuk berenang sebelum perahu kembali ke muara muntai. Di Muara Muntai kami
menginap di Penginapan Abadi, satu – satunya penginapan yang memiliki fasilitas
lengkap seperti AC, handuk, sikat gigi, tv, dll. Malam harinya kami berjalan –
jalan di Muara Muntai sekaligus mencari makan malam, lalu beristirahat.
Day 3 :
Sarapan
cukup di penginapan, di sediakan free, mau nasi kuning atau roti tawar. Kami
kali ini menggunakan ketinting yang berbeda, untuk ke Danau Jempang yang
luasnya 15.000 Ha, perlu keahlian khusus, karena bisa saja kami nyasar atau
untuk kondisi sungai mahakam yang surut, bisa – bisa perahu kandas, karena
salah rute. Ikin, motoris perahu asal Muara Muntai, merupakan andalan saya selain
Udin Kancil, kakak ikin. Kami mulai menyusuri danau jempang yang menyusut,
banyak aktifitas nelayan di sepanjang jalan yang menangkap ikan dengan metode
beragam. Melintasi Desa Jantur yang ada di tengah danau, lalu Muara Ohong yang
ada disisi danau, disini kami sudah memasuki wilayah Kabupaten Kutai Barat.
Plan ke Desa Mancong terpaksa di skip, karena level air yang surut, tidak
memungkinkan menuju mancong melewati rute air, harus darat. Jadi target kami
adalah melihat Bekantan, serta beberapa spesies ular yang biasanya bisa di
lihat di sepanjang sungai kecil menuju Mancong. Kami beruntung bisa melihat
Bekantan, Monyet ekor panjang, ular sawa & ular damar lalu putar balik
menuju Tanjung Isuy.
Di Tanjung Isuy
kami menuju Losmen Wisata untuk menginap, disana sudah ada beberapa teman dari
komunitas Exotic Kaltim dan komunitas saya, Mahakam Explore, yang datang ke
Tanjung Isuy khusus untuk melihat acara Festival Tanjung Isuy yang kali ke 2
ini di gelar. Setelah barang di masukan di kamar kami bergegas menuju lapangan
bola di bagian darat dari Losmen Wisata untuk melihat acara Pembukaan Festival.
Disana sudah banyak orang yang berkumpul dengan menggunakan pakaian adat Dayak
Benuaq, Ulap Doyo. Sebelum acara mulai beberapa orang sudah mulai mendatangi
kami untuk berfoto dengan kedua tamu saya, yah, kurang lebih kayak ketemu artis
lah. Dan saya menjadi manajer dimana orang pertama yang mereka datangi untuk
ijin berfoto. Kedua tamu saya senang aja, sambil foto – foto jika melihat hal
yang menarik dan gak sungkan – sungkan untuk meminta ijin jika ingin
mendokumentasikan beberapa orang yang tampilannya menarik. Acara di mulai
sekitar pukul 14.48 karena menunggu rombongan dari Dinas Kutai Barat datang.
Rombongan di sambut dengan pagar manusia dan tarian lalu menuju ke sebuah pohon
yang ada di tengah lapangan dan sudah digantungi beberapa macam buah seperti
kelapa dan nenas. Sedikit ritual di lakukan sebelum akhirnya rombongan menuju
pentas untuk acara sambutan dan peresmian. Acara semakin menarik saat rombongan
dari Kalimantan Tengah menunjukan atraksi kuntau dan di akhiri dengan kebal.
Dimana perwakilan rombongan mulai menggesekan Mandau ke bagian tubuh namun
tidak melukai sedikit pun. Ini baru keren men, asli, udah lama gak liat yang
beginian. Setelah acara selesai pawai dilanjutkan menuju Lamin Tumenggung Merta
dan rombongan di sambut dengan pengalungan beberapa item seperti kalung dan
syal ulap doyo lalu naik ke atas Rumah Panjang yang di sebut Lamin (Bahana
Indonesia) atau Louu (Bahasa Dayak Benuaq). Ritual kembali di mulai di depan
meja yang sudah di isi dengan makanan namun di tutupi dengan kain, pemangku
Adat memberikan apresiasi kepada tamu yang datang dari jauh dengan memberikan
piring secara simbolis lalu makan bersama. Selain makanan tradisional ada juga
beberapa kue tradisional yang bisa di santap oleh para tamu. Selesai acara kami
kembali ke penginapan untuk santai, ngobrol sambil ngopi
Malam harinya
setelah makan malam kami kembali ke lamin untuk melihat pertunjuan seni
tradisional, yakni tari – tarian dan lagu tradisional Dayak Benuaq, Rijoq.
Acara berlangsung sebentar saja, sampai jam 22.00 dan kami kembali ke
penginapan
Day 4 :
Agenda hari ini
adalah exploring rumah panjang yang ada di Tanjung isuy dan sekitarnya. Kami
mengunjungi Rumah Patung Budaya Dayak Benuaq dengan kendaraan roda empat, lalu
agak lama berhenti di Lamin Batubura. Di sana ada pengrajin tenun ulap doyo
yang memang diminta untuk bersiap –siap menunjukan proses tenun doyo. Teman –
teman komunitas juga ikut serta, sekaligus nantinya mereka akan kembali ke
Samarinda sedangkan kami masih kembali lagi ke Tanjung Isuy. Proses dokumentasi
selesai, kami menuju destinasi akhir di Desa Mancong, yakni Lamin Mancong. Di
Mancong kami meminta tarian selamat datang, khusus untuk kedua tamu saya, kesempatan
ini juga di manfaatkan teman – teman komunitas untuk mengambil footage sebagai
bahan promosi nantinya. Ada 5 tarian yang disuguhkan dengan durasi sekitar 5
sampai 10 menit. Tarian doyo, menanam padi, sumpit, belian dan tarian bersama.
Tim & Marielle sangat senang akan kegiatan ini dan tidak menduga akan
adanya suguhan tari – tarian. Di mancong kami berpisah dengan teman – teman
komunitas yang akan kembali ke Samarinda, dan kami mampir dahulu di Muara Nayan
untuk melihat rumah panjang Dayak Benuaq lainnya. Di sini kami dapat informasi
akan adanya ritual kwangkay di Desa Lemponah dan Ritual Gugukn Taun di Muara
Nayan. Alhamdulillah, kesempatan langka ini datang. Setelah melihat proses
pembuatan patung Belontang, kami kembali ke Tanjung Isuy dan malamnya melihat
pertunjukan seni. Selain tari – tarian
dan rijoq, ada juga buweq – buweq, yakni nyanyian para ibu – ibu saat
mengayunkan anaknya untuk tidur dan penampilan tari extra dari Dayak Bahau yang
berasal dari Tering, Mahakam Ulu.
Day 5 :
Kami
mengikuti rangkaian acara Festival Tanjung Isuy di hari terakhir, yakni proses
ritual Bamakaat Dayan Benuaq di Pulau Pasir yang di sakralkan warga setempat.
Para pengunjung yang mengikuti kegiataan ini di bawa dengan menggunakan
ketinting secara estafet dengan waktu tempuh sekitar 10 – 15 menit. Kondisi air
yang dangkal cukup menyulitkan perjalanan, belum lagi rawai nelayan (jaring
yang di pasang membentang di permukaan danau dan dipasangi pelampung kecil dari
barang bekas seperti sandal karet, botol plastic atau tanaman apung) yang banyak
terpasang di sepanjang perjalanan. Sesampainya di pulau pasir kami masuk
kedalam hutan sedikit dengan berjalan kaki dan disana beberapa orang sudah siap
dengan berbagai sajen yang dihidangkan untuk para leluhur. Setelah semuanya pengunjung
hadir, ritual di mulai dipimpin oleh tetua adat dengan membaca mantra (Memang)
lalu dilanjutkan dengan pemotongan ayam yang bagian organ dalam dan kepalanya
di ambil untuk perlengkapan ritual. Banyak rangkaian ritual yang dilakukan yang
mungkin agak susah & panjang untuk di jelaskan namun bisa di simak di foto
– foto yang ada. Kami kembali ke tanjung isuy dan makan siang. Disini kami
bertemu lagi dengan beberapa explorer budaya yang tadi pagi baru datang dari
Kalimantan barat, Panglima ba’ong, Pangkalima Bidak dan Mbak IIn Devi, dan 2
orang backpacker dari Italia yang baru datang dari Muara Muntai. Setelah makan
siang kami menuju Lamin Tumenggung Merta untuk menjemput om Gellowl, salah satu
tokoh Dayak Benuaq yang akan ikut bersama kami ke Lemponah beserta istri &
anaknya. Sedangkan 2 orang backpacker ikut mobil kontingen dari Kalbar, namun
kami jalan secara beriringan. Lemponah
cukup dekat dari Tanjung Isuy, hanya berjarak sekitar 40 menit. Jalan kecil
yang sudah di semen dan sebagian masih tanah nampak penuh dengan parkiran
sepeda motor di kiri kanan jalan. Kami sampai di tempat ritual kwangkay, namun
nampaknya acara belum di mulai. Jadi kami jalan – jalan dulu, termasuk
mengunjungi rumah panjang Desa Lemponah. Di lamin kami di ajak makan bersama, sehubungan
yang di tawarkan adalah sup daging babi, beberapa rekan menolak halus sajian
tersebut, kedua tamu saya dan 2 rekan backpacker dari italia yang mewakili
untuk menerima tawaran tersebut. Ada beberapa rangkaian prosesi yang di lakukan
sebelum acara puncak, baik yang di lakukan di lamin maupun di sekitar lamin.
Baru setelah para penari belian menuju lapangan di mana ada patung belontang
berdiri acara puncak akan segera dimulai. Di awali dengan sambutan – sambutan
dari pihak petinggi kampung, camat, dan pihak keluarga, baru acara kwangkay di
mulai. Kwangkay disini berarti mengorbankan beberapa binatang ternak seperti
kerbau, babi dan ayam untuk bekal keluarga yang meninggal dunia supaya
kehidupannya lebih baik di alam sebelah. Kerbau akan di ikat dengan rotan utuh
yang panjang dan sudah di lapis dua supaya kuat, dan dihubungkan dengan patung
belontang, sehingga kerbau tidak akan melebihi dari batas yang ada. Beberapa
pemuda nampak sudah siap dengan Mandau masing – masing, setelah pemuka adat
menusuk kerbau dengan tombak, baru puluhan pemuda ini akan menusuk / menebas
kerbau dengan Mandau masing – masing. Kegiatan ini cukup sadis dan kebanyakan
untuk para turis tidak tahan untuk melihat prosesi ini. Namun ini pengalaman
saya sehingga musti saya lihat hingga tuntas.
Comments
Post a Comment