Mahakam River Tour with Tim & Marielle / Netherland (August 1st, 2019)


                Kontak kedua tamu ini dapatkan setelah di rekomendasikan oleh mbak Mey yang ada di Balikpapan. Diskusi via WA cukup sebentar dan berhubung ada Festival Tanjung Isuy, tour selama 6 hari, 4 hari khusus di explore di Tanjung Isuy. Mereka setuju dan selang 2 hari tour di mulai

Day 1 :
Tim & Marielle saya jemput di salah satu café yang ada di Balikpapan Baru, Bee Fit. Perjalanan panjang di mulai menuju Tenggarong, cuaca cukup bagus dan lancar. Kami mampir di Tenggarong untuk makan siang di The Warong Distorsi, makanan andalan tentunya steak ayam crispy special, harga terjangkau, sehat, bikin kenyang dan pastinya enak. Kami juga beruntung untuk testi racikan kopi manual brewing oleh sang owner, Akbar Haka, Vokalis grup metal yang terus naik daun, Kapital. Kopinya dari gunung muria, namun di roasting lokal oleh Angga, owner Anak Mangkurawang. Sedap kuy… Makan siang diselingi dengan ngobrol – ngobrol santai. 

Kami lanjutkan perjalanan menuju Desa Liang, Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara. Waktunya agak mepet untuk ngejar momen sunset di Danau Semayang yang lagi mongering, karena sungai mahakam menyusut. 2 ketinting kami gunakan untuk menuju Danau Semayang, Alhamdulillah kedua tamu ini sempat melihat momen sunset tersebut. Kami menuju Desa Pela untuk menginap di homestay ibu Aina. Makan malam tersedia di ruangan tamu dengan konsep prasmanan, menunya tradisional, ikan sungai mahakam, baik yang segar maupun ikan asin, oseng – oseng mie instan, pirik cabe dan sayur labu. Jangan di tanya lagi rasanya gimana, tamunya aja nambah berkali – kali. Kami istirahat agak larut karena asyik ngobrol diteras depan sambil angin – angin dan ngopi.




Day 2 :
                Sebelum sarapan, tim & marielle kami ajak dulu belajar menjala di sekitar sungai pela, keduanya cukup antusias untuk belajar walau masih belum berhasil. Kembali ke homestay, sarapan, lalu kami pamit untuk meneruskan perjalanan. Agenda hari ini adalah Observasi Pesut Mahakam menuju ulu sungai mahakam hingga Muara Muntai. Untuk urusan observasi Pesut Mahakam, saya percayakan kepada motoris asal Desa Sangkuliman, Darwis dengan perahunya yang bernama Pandangan Pertama. Darwis juga sering dipakai oleh peneliti Pesut Mahakam selama puluhan tahun, jadi beliau sudah paham akan prosedur observasi dan spot – spot potensial untuk melihat pesut mahakam. Beberapa spot potensial kami datangi namun belum berhasil melihat kemunculan pesut mahakam, hingga pukul 13.50 wita akhirnya keberuntungan itu datang. Awalnya hanya 1 ekor, namun ternyata ada beberapa pesut mahakam lainnya, grup kecil ini diperkirakan sekitar 6 – 7 ekor. Di dominasi oleh pesut dewasa dan 1 ekor yang masih remaja. Sekitar 1 jam kami ikuti lalu kami putuskan untuk meneruskan perjalanan. Di Muara muntai kami memesan makanan untuk makan siang, bungkus, karena kami ada plan untuk makan di sisi sungai mahakam, tepatnya di sisi Pulau Harapan. Suasana makan jadi lahap dengan view sungai mahakam dan hutan yang masih asri. Tim pun menyempatkan untuk berenang sebelum perahu kembali ke muara muntai. Di Muara Muntai kami menginap di Penginapan Abadi, satu – satunya penginapan yang memiliki fasilitas lengkap seperti AC, handuk, sikat gigi, tv, dll. Malam harinya kami berjalan – jalan di Muara Muntai sekaligus mencari makan malam, lalu beristirahat.

















Day 3 :
                Sarapan cukup di penginapan, di sediakan free, mau nasi kuning atau roti tawar. Kami kali ini menggunakan ketinting yang berbeda, untuk ke Danau Jempang yang luasnya 15.000 Ha, perlu keahlian khusus, karena bisa saja kami nyasar atau untuk kondisi sungai mahakam yang surut, bisa – bisa perahu kandas, karena salah rute. Ikin, motoris perahu asal Muara Muntai, merupakan andalan saya selain Udin Kancil, kakak ikin. Kami mulai menyusuri danau jempang yang menyusut, banyak aktifitas nelayan di sepanjang jalan yang menangkap ikan dengan metode beragam. Melintasi Desa Jantur yang ada di tengah danau, lalu Muara Ohong yang ada disisi danau, disini kami sudah memasuki wilayah Kabupaten Kutai Barat. Plan ke Desa Mancong terpaksa di skip, karena level air yang surut, tidak memungkinkan menuju mancong melewati rute air, harus darat. Jadi target kami adalah melihat Bekantan, serta beberapa spesies ular yang biasanya bisa di lihat di sepanjang sungai kecil menuju Mancong. Kami beruntung bisa melihat Bekantan, Monyet ekor panjang, ular sawa & ular damar lalu putar balik menuju Tanjung Isuy.






Di Tanjung Isuy kami menuju Losmen Wisata untuk menginap, disana sudah ada beberapa teman dari komunitas Exotic Kaltim dan komunitas saya, Mahakam Explore, yang datang ke Tanjung Isuy khusus untuk melihat acara Festival Tanjung Isuy yang kali ke 2 ini di gelar. Setelah barang di masukan di kamar kami bergegas menuju lapangan bola di bagian darat dari Losmen Wisata untuk melihat acara Pembukaan Festival. Disana sudah banyak orang yang berkumpul dengan menggunakan pakaian adat Dayak Benuaq, Ulap Doyo. Sebelum acara mulai beberapa orang sudah mulai mendatangi kami untuk berfoto dengan kedua tamu saya, yah, kurang lebih kayak ketemu artis lah. Dan saya menjadi manajer dimana orang pertama yang mereka datangi untuk ijin berfoto. Kedua tamu saya senang aja, sambil foto – foto jika melihat hal yang menarik dan gak sungkan – sungkan untuk meminta ijin jika ingin mendokumentasikan beberapa orang yang tampilannya menarik. Acara di mulai sekitar pukul 14.48 karena menunggu rombongan dari Dinas Kutai Barat datang. Rombongan di sambut dengan pagar manusia dan tarian lalu menuju ke sebuah pohon yang ada di tengah lapangan dan sudah digantungi beberapa macam buah seperti kelapa dan nenas. Sedikit ritual di lakukan sebelum akhirnya rombongan menuju pentas untuk acara sambutan dan peresmian. Acara semakin menarik saat rombongan dari Kalimantan Tengah menunjukan atraksi kuntau dan di akhiri dengan kebal. Dimana perwakilan rombongan mulai menggesekan Mandau ke bagian tubuh namun tidak melukai sedikit pun. Ini baru keren men, asli, udah lama gak liat yang beginian. Setelah acara selesai pawai dilanjutkan menuju Lamin Tumenggung Merta dan rombongan di sambut dengan pengalungan beberapa item seperti kalung dan syal ulap doyo lalu naik ke atas Rumah Panjang yang di sebut Lamin (Bahana Indonesia) atau Louu (Bahasa Dayak Benuaq). Ritual kembali di mulai di depan meja yang sudah di isi dengan makanan namun di tutupi dengan kain, pemangku Adat memberikan apresiasi kepada tamu yang datang dari jauh dengan memberikan piring secara simbolis lalu makan bersama. Selain makanan tradisional ada juga beberapa kue tradisional yang bisa di santap oleh para tamu. Selesai acara kami kembali ke penginapan untuk santai, ngobrol sambil ngopi
Malam harinya setelah makan malam kami kembali ke lamin untuk melihat pertunjuan seni tradisional, yakni tari – tarian dan lagu tradisional Dayak Benuaq, Rijoq. Acara berlangsung sebentar saja, sampai jam 22.00 dan kami kembali ke penginapan










Day 4 :
Agenda hari ini adalah exploring rumah panjang yang ada di Tanjung isuy dan sekitarnya. Kami mengunjungi Rumah Patung Budaya Dayak Benuaq dengan kendaraan roda empat, lalu agak lama berhenti di Lamin Batubura. Di sana ada pengrajin tenun ulap doyo yang memang diminta untuk bersiap –siap menunjukan proses tenun doyo. Teman – teman komunitas juga ikut serta, sekaligus nantinya mereka akan kembali ke Samarinda sedangkan kami masih kembali lagi ke Tanjung Isuy. Proses dokumentasi selesai, kami menuju destinasi akhir di Desa Mancong, yakni Lamin Mancong. Di Mancong kami meminta tarian selamat datang, khusus untuk kedua tamu saya, kesempatan ini juga di manfaatkan teman – teman komunitas untuk mengambil footage sebagai bahan promosi nantinya. Ada 5 tarian yang disuguhkan dengan durasi sekitar 5 sampai 10 menit. Tarian doyo, menanam padi, sumpit, belian dan tarian bersama. Tim & Marielle sangat senang akan kegiatan ini dan tidak menduga akan adanya suguhan tari – tarian. Di mancong kami berpisah dengan teman – teman komunitas yang akan kembali ke Samarinda, dan kami mampir dahulu di Muara Nayan untuk melihat rumah panjang Dayak Benuaq lainnya. Di sini kami dapat informasi akan adanya ritual kwangkay di Desa Lemponah dan Ritual Gugukn Taun di Muara Nayan. Alhamdulillah, kesempatan langka ini datang. Setelah melihat proses pembuatan patung Belontang, kami kembali ke Tanjung Isuy dan malamnya melihat pertunjukan seni.  Selain tari – tarian dan rijoq, ada juga buweq – buweq, yakni nyanyian para ibu – ibu saat mengayunkan anaknya untuk tidur dan penampilan tari extra dari Dayak Bahau yang berasal dari Tering, Mahakam Ulu. 








































Day 5 :
                Kami mengikuti rangkaian acara Festival Tanjung Isuy di hari terakhir, yakni proses ritual Bamakaat Dayan Benuaq di Pulau Pasir yang di sakralkan warga setempat. Para pengunjung yang mengikuti kegiataan ini di bawa dengan menggunakan ketinting secara estafet dengan waktu tempuh sekitar 10 – 15 menit. Kondisi air yang dangkal cukup menyulitkan perjalanan, belum lagi rawai nelayan (jaring yang di pasang membentang di permukaan danau dan dipasangi pelampung kecil dari barang bekas seperti sandal karet, botol plastic atau tanaman apung) yang banyak terpasang di sepanjang perjalanan. Sesampainya di pulau pasir kami masuk kedalam hutan sedikit dengan berjalan kaki dan disana beberapa orang sudah siap dengan berbagai sajen yang dihidangkan untuk para leluhur. Setelah semuanya pengunjung hadir, ritual di mulai dipimpin oleh tetua adat dengan membaca mantra (Memang) lalu dilanjutkan dengan pemotongan ayam yang bagian organ dalam dan kepalanya di ambil untuk perlengkapan ritual. Banyak rangkaian ritual yang dilakukan yang mungkin agak susah & panjang untuk di jelaskan namun bisa di simak di foto – foto yang ada. Kami kembali ke tanjung isuy dan makan siang. Disini kami bertemu lagi dengan beberapa explorer budaya yang tadi pagi baru datang dari Kalimantan barat, Panglima ba’ong, Pangkalima Bidak dan Mbak IIn Devi, dan 2 orang backpacker dari Italia yang baru datang dari Muara Muntai. Setelah makan siang kami menuju Lamin Tumenggung Merta untuk menjemput om Gellowl, salah satu tokoh Dayak Benuaq yang akan ikut bersama kami ke Lemponah beserta istri & anaknya. Sedangkan 2 orang backpacker ikut mobil kontingen dari Kalbar, namun kami jalan secara beriringan.  Lemponah cukup dekat dari Tanjung Isuy, hanya berjarak sekitar 40 menit. Jalan kecil yang sudah di semen dan sebagian masih tanah nampak penuh dengan parkiran sepeda motor di kiri kanan jalan. Kami sampai di tempat ritual kwangkay, namun nampaknya acara belum di mulai. Jadi kami jalan – jalan dulu, termasuk mengunjungi rumah panjang Desa Lemponah. Di lamin kami di ajak makan bersama, sehubungan yang di tawarkan adalah sup daging babi, beberapa rekan menolak halus sajian tersebut, kedua tamu saya dan 2 rekan backpacker dari italia yang mewakili untuk menerima tawaran tersebut. Ada beberapa rangkaian prosesi yang di lakukan sebelum acara puncak, baik yang di lakukan di lamin maupun di sekitar lamin. Baru setelah para penari belian menuju lapangan di mana ada patung belontang berdiri acara puncak akan segera dimulai. Di awali dengan sambutan – sambutan dari pihak petinggi kampung, camat, dan pihak keluarga, baru acara kwangkay di mulai. Kwangkay disini berarti mengorbankan beberapa binatang ternak seperti kerbau, babi dan ayam untuk bekal keluarga yang meninggal dunia supaya kehidupannya lebih baik di alam sebelah. Kerbau akan di ikat dengan rotan utuh yang panjang dan sudah di lapis dua supaya kuat, dan dihubungkan dengan patung belontang, sehingga kerbau tidak akan melebihi dari batas yang ada. Beberapa pemuda nampak sudah siap dengan Mandau masing – masing, setelah pemuka adat menusuk kerbau dengan tombak, baru puluhan pemuda ini akan menusuk / menebas kerbau dengan Mandau masing – masing. Kegiatan ini cukup sadis dan kebanyakan untuk para turis tidak tahan untuk melihat prosesi ini. Namun ini pengalaman saya sehingga musti saya lihat hingga tuntas.




















 Acara berakhir dengan memasak hewan yang di korbankan di lamin, kami tidak mengikuti hingga akhir, namun beralih ke acara berikutnya di Muara Nayan, acara belian dalam rangka guguk tautn. Setelah itu baru kembali ke Tanjung Isuy. Esok harinya kami memuntaskan hari terakhir tour, kembali ke Oloy dengan ketinting, lalu menuju Balikpapan dengan mobil.


Comments