Day 1 : Pagi – pagi saya menuju
Bandara APT Pranoto di Samarinda untuk mengejar penerbangan menuju Bandara
Melalan di Sendawar, Kutai Barat. Ini pengalaman pertama saya berangkat dari
bandara yang baru beberapa bulan ini di resmikan. Penerbangan sempat delay
sekitar 30 menit, namun setelah itu Pesawat lepas landas, saya pun masih ada
waktu untuk menghabiskan kopi yang saya pesan di salah satu gerai yang ada.
Pemandangan dari atas cukup mengganggu karena banyak terlihat area tambang dan
sawit.
Sekitar kurang lebih 30 menit pesawat mendarat di Bandara Melalan, saya
menyewa taxi untuk menjemput Arbie di Kantor WWF di Barong, lalu bersama – sama
menuju Tering, disana kami menunggu Pak Tor, Ketua Pokdarwis Melapeh, Kecamatan
Linggang Bigung, Kutai Barat. Saat semua sudah terkumpul kami menuju Speed Boat
yang akan membawa kami menuju Ujoh Bilang. Saat semua barang sudah di muat,
termasuk bungkusan kresek besar sembako yang juga ikut di kirim ke beberapa
tempat, seperti Laham dan Long Bagun. Sungai Mahakam lagi surut, harga sembako
melambung tinggi, namun pengiriman tetap jalan. Kami akhirnya melaju kencang
dengan mesin yang berkekuatan 200 HP, namun ternyata speed boat masih menunggu
muatan di Long Iram, sekitar 1 jam setengah, baru kami melaju lagi.
Di
pertengahan perjalanan kami mampir di warung terapung (rakit) di Datah Bilang
untuk istirahat dan makan siang. Setengah jam kemudian kami lanjut lagi dan
total sekitar 3 jam perjalanan kami tiba di Ujoh Bilang.
Rencana menginap di
penginapan Descha terpaksa batal, karena sudah penuh dengan pengunjung, sehingga
kami mencari penginapan lain. Malam harinya kami sempatkan untuk mengunjungi
rumah teman yang sarat kegiatan, mulai dari Sanggar Seni hingga Komunitas Arung
Jeram. Ada Om Liah, Bapak Om Liah, Alex, Awang, Awi, Baqat dan teman lainnya.
Malam kami habiskan dengan ngobrol, ngopi dan ngeburaq.
Day 2 : Setelah sarapan pagi kami
menuju Long Bagun dengan ketinting untuk mencari informasi tentang Longboat
yang akan mudik hari ini, ternyata kami terlambat, sudah ada 1 longboat yang
berangkat dan tidak ada lagi keberangkatan selanjutnya.
Arbie mencari
alternative lainnya dan akhirnya bisa, yakni dengan naik mobil selama 5 jam ke
Long Tuyo’. Namun kami cukup lama menunggu di Long Bagun, sempat tidur –
tiduran, karena mobil sedang menjemput penumpang lainnya dan berangkat dari
Ujoh Bilang. Mobil lapangan datang, sudah ada 4 penumpang di bagian tengah dan
banyak barang di bak terbuka. Setelah diskusi alot, barang di pindahkan
sebagian sehingga ada space cukup untuk kami di bak tersebut, balok kecil pun
di siapkan untuk duduk sehingga posisi kami agak tinggi, gak ngelantai.
Perjalanan di mulai sekitar pukul 14.25 dari Long Bagun.
Kami istirahat di pertengahan perjalanan sekitar pukul 16.30, kawasan ini cukup tinggi, namun gak nyampai 1000m dpl, tepatnya tidak bisa di pastikan, karena saya tidak membawa GPS. Istirahat sebentar ini sangat berharga sekali, bagi pantat, paha & organ vital yang terzholimi sepanjang jalan, dan penting untuk menyiapkan mental dan stamina untuk sisa perjalanan selanjutnya.
Kondisi jalan memang
bergelombang parah sehingga driver musti melaju pelan – pelan, kami yang di
belakangpun paling merasa kondisi menggenaskan medan jalan ini. Pantat sakit,
biji di gesek2, paha kejepit, semoga masa depan kami tidak terganggu. Apalagi
membayangkan perjalanan yang musti ditempuh sekitar 5 jam (Amsiong, bertahan
dek, kita pasti bisa melewati bersama – sama). Kondisi jalan adalah jalan tanah
berbatu, bergelombang, melintasi banyak anak sungai, dan kerap naik turun
bukit, namun setengah perjalanan akhir agak lumayan, karena jalan sedikit
mulus, karena adanya perusahaan kayu yang beroperasi disana, sehingga lebih
terawat.
Kami tiba di Desa Long Tuyo sekitar pukul
20.00, dan rencana menginap di salah satu tempat yang biasanya teman – teman
wwf menginap terpaksa di urungkan, karena orangnya sedang mudik, dan teka –
teki keberadaan kunci rumahnya tidak bisa terungkap. Apalagi dengan kondisi
yang sudah lelah, capek dan kesakitan luar biasa di bagian pinggang ke bawah,
kami perlu tempat istirahat secepatnya. Alhamdulillah ada, Awang Victorius yang
juga ikut bersama kami, mengajak istirahat di rumahnya. Kami sempatkan untuk
mandi dulu di sungai mahakam yang surut, kami tidak mau merepotkan dan menghabiskan
stok air yang ada di rumah hanya untuk mandi, lebih baik digunakan untuk yang
lain saja, seperti untuk toilet. Karena hampir tidak ada jamban (toilet
terapung) yang berada di posisi seharusnya, semuanya nangkring di sisi sungai
yang tidak berair lagi. Sungai mahakam di Desa Long Tuyo’ pun cukup dangkal
hingga ke tengah sungai, hanya sepinggang orang dewasa di tengah dan lebih
dangkal dari pinggir. Ritual mandi malam ini berlangsung dengan khidmat, gak
bisa lama – lama, kondisi malam, gelap, cuman ada cahaya bulan, takut ada apa –
apa. Kembali ke rumah, makan malam, istirahat. Semuanya saya yakin mengeluarkan
paduan orchestra masing – masing, apalagi saya yang selalu mendengkur jika
kecapekan.
Day 3 : Pagi sudah menjelang,
tapi badan masih terasa kurang fit, dipaksa tidur lagi gak bisa, cahaya sudah
terlanjut mendoktrin mata ini untuk bangun. Bangun pagi, ritual, mandi. sarapan dengan manu makanan dari chef andalan, Awang, lalu langsung berjalan kaki menuju Rumah Besar Desa Long Tuyo’ yang mayoritas
di huni etnis Dayak Bahau Long Glaat, agenda hari ini adalah pemberian materi
tentang pemandu wisata & Homestay kepada warga desa long tuyo’.
Peserta gak sampai 20 orang, karena kebanyakan sibuk di ladang untuk menanam padi yang disebut nugal. Setelah menunggu dan panggilan ke dua kalinya oleh Pak Kawit (Ketua Pokdarwis Desa Long Tuyo’) dengan cara memukul gong, kegiatan ini di mulai. Banyak interaksi yang terjadi, kebanyakan antusias di bidang homestay, dan beberapa di antaranya sudah terbiasa menerima tamu di rumah. Siang, break makan siang, lalu lanjut lagi sampai pukul 16.00. kepala & leher saya terasa berat saat acara selesai, kemungkinan masih factor kelelahan, sehingga saya paksa rebahan dan tidur sejenak di rumah besar. Bangunnya nyeri agak berkurang, walau sedikit, kami kembali ke rumah. Malamnya seperti biasa, mandi disungai, makan malam, istirahat. Besok kami akan memulai perjalanan kembali ke Ujoh Bilang dengan menggunakan kendaraan roda empat, pengalaman sebelumnya memberi kami pelajaran, harus menyiapkan stamina & fisik yang prima. Jadi harus istirahat yang cukup.
Day 4 : Pagi ini, badan terasa
lebih baik. Ajakan melihat prosesi menugal oleh awang terpaksa di tolak, takut
mobil jemputan ke Ujoh Bilang tiba lebih awal, ternyata jika di iyakan, masih
ada waktu banyak hingga mobil tiba. Ya sudahlah, belum rejeki, waktu juga gak
terlalu banyak tersisa, jadi mau apa lagi. Jam 12.00 mobil tiba, kami muat
barang dan terlihat penumpang tidak terlalu penuh, jadi pak tor bisa leluasa di
tempat duduk bagian tengah. Kami pun turut senang, karena tempat duduk extra di
belakang yang kemarin merupakan momok yang menakutkan kini lebih bersahabat,
agak lebar, pantat pun seolah – olah tersenyum. Setelah kami pamit kepada
keluarga Awang yang sudah menampung kami selama 2 malam di Long Tuyo’,
perjalanan pun di mulai.
Kali ini space lebih leluasa, cuma kami bertiga di
belakang, namun setelah setengah perjalanan gerimis melanda. Ada suka ada duka,
kemarau panjang yang melanda tentu sedikit terbantu dengan turunnya hujan,
namun dukanya, kami harus basah kuyup & kedinginan. Alam mahakam ulu tidak
membiarkan kami “lolos” dengan mudah. Sore hari sekitar pukul 17.00 kami tiba
di Ujoh Bilang dengan kondisi badan bagian belakang penuh dengan debu.
Penginapan Descha sudah agak kosong, kami bisa menginap di sana. Bagian gizi
pun di perbaiki dengan makan di rumah makan minang. Malam harinya rencana untuk
ke kafe Coffee Kah, batal, teman yang rencananya akan mengantar kami gak
kembali, terpaksa nongki – nongki di depan toko milik Putu yang jualan pulsa
dan aksesoris HP, syukur, ada kulkas yang menjual kopi botol, setidaknya,
ngobrol bisa awet.
Day 5 : Setelah sarapan pagi kami
menuju Batu Majang yang berada tidak jauh dari Ujoh Bilang, tepatnya di
seberang Long Bagun, kami cukup menggunakan ketinting untuk kesana dan
setibanya di Batu Majang, teman – teman Pokdarwis menjemput kami dengan
kendaraan roda 2, dan di antar ke Kantor Petinggi, rencananya penyuluhan akan
di lakukan di situ. Batu Majang di huni etnis Dayak Kenyah dan memiliki objek
wisata, baik seni budaya maupun alam, salah satu yang terkenal adalah Sungai
Alan. Peserta tidak terlalu banyak hadir, sekitar 10 orang termasuk Petinggi
dan Ketua BPK dan anggota Pokdarwis. Di sini mereka lebih tertarik dengan
materi Guiding atau pemandu Wisata, dan pembuatan paket wisata. Tidak hanya
materi yang saya sampaikan namun juga simulasi praktek untuk mereka seolah –
olah menerima dan menemani tamu, serta membuat rincian biaya paket wisata
sesuai kapasitas masing – masing.
Materi tuntas pukul 16.00, kami kembali ke
Ujoh Bilang. Malamnya, rencana ke Café Coffee Kah di Ujoh Bilang Ilir berjalan
dengan mulus. Kami di jemput Om Liah dan Alex Apung dengan menggunakan sepeda
motor. Edisi ngopi berlanjut di dalam rumah hingga pekarangan depan rumah, ada
teman – teman Pencinta Alam, Arung Jeram, Seni Budaya, lengkap, ngopi sampe 2
edisi saking serunya obrolan.
Day 6 : Kami kembali ke Tering
dengan menggunakan speed boat, tentunya setelah sarapan. Coffe break di Datah
Bilang, lalu lanjut lagi. Di Tering kami menyewa mobil dan diantar sesuai
tujuan masing – masing. Terima kasih untuk tim, Arbi dan Pak Tor, semua yang
terlibat dan juga WWF yang selaku inisiator kegiatan ini. Senang bisa
berpetualang dan saling berbagi pengetahuan, semoga bisa bermanfaat dan bisa di
terapkan secepat mungkin
Comments
Post a Comment