Stefan
Lovgren merupakan Kameramen dari National Geographic berkebangsaan Swedia.
Kedatangannya ke Indonesia merupakan yang pertama kali dan ingin mengetahui
lebih banyak tentang Ikan Pari Sungai Mahakam. Stefan mengirimi saya pesan via
Messenger, yang sebelumnya mendapat rekomendasi dari teman FB saya, Muhammad
Iqbal yang berasal dari Palembang. Setelah beberapa kali mengatur jadwal
akhirnya disepakati bahwa kami akan melakukan perjalanan menuju Desa Pela
(Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur) dengan
waktu hanya sekitar 2 hari.
Day 1 :
Pesawat
Stefan delay 30 menit dari jadwal semula (16.05 wita), Stefan gak sendiri, dia
ditemani anaknya yang berusia 16 Tahun, Elliot Lovgren. Dari Bandara kami
langsung menuju Desa Pela, perkiraan tengah malam kami baru sampai di sana.
Perjalanan cukup lancar, kami sempat makan malam di The Warong DIstorsi di
Tenggarong. Sesampainya di Liang, tidak lama menunggu, Long boat dari Pokdarwis
Pela datang menjemput kami. Sekitar 10 menit, kami sampai di Desa Pela, Check
in Homestay lalu beristirahat.
Day 2 :
Jam
9 tamu saya mulai bangun, kami sempat bertemu dengan Tim Survey dari YK RASI yang sedang melintas di Sungai Pela untuk melakukan survey populasi Pesut Mahakam, kesempatan ini di manfaatkan Stefan untuk ngobrol dengan Peneliti Expert Mamalia Air, Ibu Danielle Kreb. Sarapan Pagi di Homestay lalu dengan menyewa
ketinting kami menuju Desa Melintang (Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai
Kartanegara). Kami melintasi Sungai Pela, Danau Semayang baru Danau Melintang.
Kondisi sungai mahakam yang masih surut, membuat perjalanan kami agak memutar,
tidak bisa tembak lurus seperti saat level sungai sedang tinggi.
Di Desa
Melintang kami mulai mencari informasi tentang warga yang pernah mendapat Ikan
Pari Air Tawar di Danau Melintang yang sempat viral di Medsos pada awal Januari
2019 lalu. Beruntung, Sepupu sekaligus driver saya, Henson, sempat bertemu
dengan keluarga teman sekolahnya di salah satu rakit yang memproses ikan asin. Informasi
satu persatu di dapatkan dan akhirnya mendapat nama nelayan yang januari
kemarin mendapat ikan pari. Satu masalah, H. Janadi sedang berkumpul di Masjid
dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW. Aslidin, teman Henson, merasa tidak
nyaman jika harus memanggil beliau untuk di interview sebentar oleh kami. Namun
kami putuskan untuk mendatangi masjid tersebut, dan menunggu kesempatan untuk
bisa bertemu dengan beliau. Alhamdulillah, beliau mau diminta waktunya sebentar
untuk interview. Dari informasi beliau, ada 2 kali warga yang mendapatkan Ikan
Pari Air Tawar, yakni di Bulan Januari dan Februari. Di bulan Januari, Ikan
Pari yang berhasil di dapat warga hanya seberat 175 kg, sedangkan yang di bulan
Februari, berbobot lebih berat, 225 kg, dengan diameter kurang lebih 2 meter. Ikan
Pari ini didapat tidak sengaja oleh H Janadi dan satu rekannya saat menangkap
ikan dengan metode menyebar jaring sepanjang 800m dengan lebar 1,5 m di Danau
Melintang, tehnik yang disebut Rimpa ini menjaring Ikan Pari secara tidak
sengaja dan awalnya mereka sempat takut karena di kira Buaya karena cukup berat
dan memberi perlawanan kuat. Ikan Pari berhasil di taklukan dengan memotong
sisi badan dan di bawa ke Desa untuk di jual ke pengumpul ikan / Agen. Harga Ikan
Pari termasuk murah, sekitar 2.500 – 5.000 per kilonya dan perlu waktu lama
hingga bisa dijual karena jarang ada yang berminat untuk di konsumsi atau di
jual belikan. Mereka juga tidak tahu bahwa semua jenis ikan pari air tawar di
lindungi oleh Undang – undang, sehingga setiap kali mendapat ikan pari mereka
anggap seperti ikan biasa lainnya yang bisa di jual belikan. Interview berjalan
dengan lancar dan kami pamit.
Kami kembali ke Desa Pela melalui sungai mahakam,
alias memutar lewat Sungai Rebaq Dinding. Makan siang di Muara Muntai lalu
menyusuri sungai mahakam. Kami beruntung bisa menemukan Pesut Mahakam yang saat
itu sudah terpantau duluan oleh Tim Survey dari Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic
Species of Indonesia) yang sudah di hari ke 3 menyusuri mahakam untuk keperluan
riset populasi tahunan. Ada setidaknya 3 ekor Pesut Mahakam, Induk Jantan &
Betina serta Pesut remaja yang dijaga ketat oleh Induknya. Kami tidak berlama –
lama, karena waktu semakin sore, kami lanjut tancap gass menuju Pela, dan tiba
sekitar selepas Maghrib. Di Homestay kami langsung berkemas – kemas, pamit dan
kembali ke Liang dengan di antar oleh Pokdarwis Pela dengan Long boat.
Perjalanan
jauh kembali kami tempuh ke Balikpapan, mampir sebentar di Tenggarong untuk
makan malam dan tiba sekitar 12.30 wita di Balikpapan, Stefan sudah booking
hotel di Four Points Sheraton Hotel yang berada di dekat Bandara SAMS (Sultan
Aji Muhammad Sulaiman). Kami pamit dan mencari hotel yang lebih terjangkau
harganya di Balikpapan, pilihan jatuh kepada Best Inn Hotel. Kami istirahat dan
kembali ke rumah esok paginya.
Comments
Post a Comment