Guiding tamu dari Surabaya yang ingin melihat Pesut Mahakam

Sekitar sebulan kontak - kontak via wa, atur schedule destinasi wisata, budget, dan sempat di warnai dengan isu Covid 19 yang mengharuskan mereka test rapid antigen sehari sebelum hari H, Alhamdulillah semua berjalan lancar. Jauh hari mereka sudah kirim uang untuk bayar DP untuk booking jadwal kapal dan jemputan mobil, namun peraturan mendadak dari pemerintah tentang aturan penumpang yang harus test rapid antigen naik pesawat menjelang hari H, membuat semua serba khawatir. Isunya test terbaru ini masih cacat, bisa membuat orang yang negatif menjadi positif, dan lain sebagainya. Untungnya bandara Samarinda, APT Pranoto jauh dari manuver kebijakan yang kerap merugikan industri pariwisata. Bayangkan seperti di bali yang aturannya tiba - tiba musti swab, sedangkan banyak tamu yang jauh hari sudah booking tiket pesawat, hotel, kalo gak kuat modal, bisa reschedule atau refund. Manuver seperti ini yang mengkhawatirkan saya, okelah saat kedatangan lancar, takutnya saat akan kembali ada aturan baru lagi yang mengharuskan swab, bisa memberi beban bagi tamu saya, apalagi mereka sudah booking tiket penerbangan jauh hari sebelumnya. Namun sekali lagi, Alhamdulillah, gak ada perubahan mendadak, tamu saya negatif saat di test rapid antigen, gass poll

Day 1, 25 Desember 2020

Sehari sebelumnya, tamu saya sudah datang di Bandara APT Pranoto Samarinda, dan di siapkan untuk sarana jemputannya ke Hotel Mercure. Namun ada info dari driver, tamunya minta mampir untuk beli promag. Wah, jangan - jangan kelamaan transit, makan tertunda atau salah makan, maag kambuh. Dugaan saya terbukti sedikit, saat di jemput di hotel, tamu masih gak merasa belum fit. Schedule jam 9 di jemput, molor ke pukul 11 an. Yo wes, gak pa2, yang penting kondisi tamunya membaik. Waktu luang saya manfaatkan untuk santai di lobi hotel. Setelah ada kode tamu siap di jemput, saya beserta driver bergegas kembali ke mobil di parkiran, pakai dresscode, Bissmillah, gass selow ke depan lobi. Tamu disapa dengan ramah, angkatkan barang, bukain pintu dan gass poll ke Tenggarong. Tamu senang dengan dresscode yang saya pakai, yakni busana tradisional suku kutai, Sakai. Saya memang biasanya saat menjemput tamu di Bandara atau hotel selalu menggunakan kostum daerah, untuk memberi kesan awal yang baik kepada tamu sekaligus mempromosikan busana tradisional daerah saya. Tamu sudah agak mendingan, perutnya mulas, BAB gak lancar, jadi mampir sebentar di Indomaret untuk beli vegeta. Perjalanan cukup lancar, ngobrol santai dengan tamu dan sekitar 1 jam perjalanan gak terasa sudah sampai di Tenggarong. Kami langsung menuju Pelabuhan Museum, loading barang (orang juga), trus pamit sama driver (gak ada yang di lambai - lambai masalahnya), gak seru aja kalo gak ada yang di dadah - dadahin pas kapal berangkat. Oh ya, tamu juga request pilot drone untuk mengabadikan momen wisatanya. Dari post Instastory Instagram saya, saya bertemu dengan Noval, kameramen dan juga pilot drone dari tenggarong. Setelah nego budget, deal, berangkat.

Makan siang di prepare saat kapal KM Aisya bergerak menyusuri sungai mahakam secara perlahan - lahan, biasanya di kecepatan 16 km / jam. Kapal ini di miliki oleh Kapten Junai di bantu Kapten Imis sebagai pengganti. Di perjalanan mereka akan ganti shift setiap 4 jam. Sedangkan untuk koki biasanya mereka banyak pilihan tergantung situasi dan kondisi. Kali ini mereka menggunakan jasa Chef Santi dari Samarinda. Kalo ada yang nanya kenapa sih jauh - jauh cari koki, sampe ke samarinda? Karena untuk tamu kapal biasanya turis mancanegara, jarang lokal. Jadi koki harus paham masakan asing, standar kayak hotel jadinya. Setiap hari menunya selalu berbeda. Bukannya di tenggarong gak ada yah, belum nemu aja





Tujuan pertama kami sebenarnya adalah Desa Budaya Lekaq Kidau, namun karena molor, diperkirakan kesorean sesampainya disana. Jadi ada perubahan program, yakni langsung ke Desa Pela, dan Desa Lekaq Kidau di hari akhir. Selesai makan malam, waktu dihabiskan dengan ngobrol, ngopi sambil melihat lampu2 dari kampung / desa yang kami lewati. Tamu tidur di kabin atas, ada kamar besar di lengkapi dengan AC. Sedangkan kru kapal di kabin bawah, AC alam namun viewnya ajib, bintang dan bulan di langit.

Day 2, 26 Desember 2020

Pagi hari, sarapan, ada yang lewat di sungai. Ayo, apaan yang lewat? Pesut Mahakam genk, Lumba - lumba air tawar sungai mahakam yang langka, dan statusnya terancam punah dengan populasi sekitar 80 an ekor (Sumber YK RASI). Ada sekitar 4 ekor Pesut Mahakam yang muncul, masuk ke sungai pela ke arah Danau Semayang. Alhamdulillah, ada rejeki & jodoh untuk melihat satwa lucu ini. Tidak lama ketinting kami datang. Karena tujuan kami hari ini adalah mencari pesut mahakam, dengan menyewa ketinting kami bisa dengan mudah berpindah - pindah, mengikuti pesut mahakam dengan jarak aman, sesuai prosedur dari LSM YK RASI untuk tata cara / prosedur pengamatan pesut mahakam. Tidak perlu waktu lama, kami menemukan kelompok kecil pesut mahakam yang tampaknya asyik bermain - main atau sedang berburu ikan. Kami terhalang dengan cuaca yang sedang hujan sehingga kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju ilir sungai mahakam, ke arah Muara Kaman. Sayang, kami juga di terjang hujan sepanjang jalan. 





Di Muara Kaman kami berhenti sejenak di warung Mbok Rus, untuk menghangatkan badan dengan memesan minuman hangat. Mengingat waktu yang terus berjalan dan cuaca yang terlihat masih gerimis, kami putuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan, masuk ke Sungai Kedang Rantau yang juga masuk dalam kawasan Cagar Alam Muara Kaman - Sedulang, meliputi 2 wilayah Kabupaten, Kutai Kartanegara dan Kutai Timur. Kawasan ini hutannya lumayan bagus di sisi sungai, sisanya di dominasi rawa di bagian belakang. Banyak burung yang bisa dilihat, dari jenis Elang, Kuntul, Kirik - kirik, Pekaka, Dara Laut, Pecuk Ular Asia dan masih banyak jenis lainnya. Di pertigaan, antara alur menuju Desa Sabintulung dan Desa Tunjungan, kami jackpot lagi. Alhamdulillah bertemu dengan kelompok Pesut Mahakam lagi. Mereka tampaknya masih dengan mode yang sama, mencari makan, bermain, namun kemunculannya agak jauh dan agak lama. Saya dengan kamera DSLR 700D, lensa 135mm cukup kesulitan mengabadikan momen tersebut. Beruntung ada noval, dronenya bisa menangkap momen munculnya pesut mahakam dari ketinggian. Epic momen. 







Kami kembali ke Muara Kaman, mampir dulu ke Situs Lesong Batu, Situs Kerajaan Hindu tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Martapura (Abad ke 4 M), yang berada di Bukit Brubus, Muara Kaman Ulu. Lalu lanjut ke warung mbok rus untuk makan siang. Sajian kuliner tradisional kami santap, ikan patin bakar dengan berbagai pilihan sop sayur (kami sebut gangan), lalapan & racikan sambal yang sudah turun temurun, dari generasi ke generasi,  menambah nikmatnya makan siang kami. 5 orang kami musti rela merogoh kocek sekitar 280 rb. Gak nyangka harganya bisa nyampe segitu. (Belajar ikhlas). 








Kami kembali ke Kapal yang sudah bertambat di Muara Sungai Pela. Santai - santai dulu sambil nunggu waktu sore, karena tujuan terakhir kami adalah menikmati sunset Danau Semayang. Charger baterai HP, kamera, drone, dengerin musik dari speaker pak karli, ngopi, eh, ada pesut mahakam lagi, lewat samping kapal. Arahnya keluar dari sungai pela, kayaknya rombongan pertama yang kami lihat saat pagi tadi. Mereka nampak bermain - main di muara sungai pela lalu menghilang. Ini sighting ke 3 di hari yang sama, Alhamdulillah. Pukul 16.00 wita kapal kami mulai bergerak pelan masuk sungai pela menuju Danau Semayang. Ketinting tetap stand by karena kami akan mencoba masuk agak ke tengah setelah mengambil video drone dari kapal. Sunsetnya gak terlalu mengecewakan, cukup lah. Drone mulai keliling ngambil view yang bagus, Lalu kami pindah ke ketinting untuk maju lagi ke arah tengah danau semayang untuk hal yang sama. Pokoknya cakep banget lah pemandangannya. Kembali ke kapal, kami teruskan perjalanan menuju Muara Muntai dengan obrolan seru tentang pengalaman hari ini, lalu istirahat. 











Day 3, 27 Desember 2020

Sekitar dini hari kapal tiba di Muara Muntai, kami masih tidur pulas. Paginya satu persatu mulai bangun, sunrisenya poll, semoga cuacanya bagus. Sarapan pagi, kami jalan - jalan dulu di Muara Muntai dengan bentangan Jembatan Kayu Ulinnya yang panjang sehingga menghubungkan 4 desa di sekitar. Lalu kembali ke kapal, gass lagi dengan menggunakan ketinting. Tujuan hari ini adalah menyusuri Danau Jempang hingga sungai kecil yang mengarah ke Desa Perigiq & Mancong, namun kami gak bisa mampir di kampung, khususnya di Mancong untuk melihat secara dekat rumah panjangnya yang megah, karena isu Covid. Danau Jempang sendiri merupakan danau terbesar ke 6 di Indonesia dengan luas 15.000 Ha, masuk di 2 wilayah Kabupaten, Kutai Kartanegara & Kutai Barat. Walau lebih luas dari Danau Semayang (13.000 Ha), namun keliatannya Danau Jempang lebih dangkal, terlihat banyaknya tanaman air sehingga terlihat tidak luas, walau kita sedang berada di tengah - tengah. Memasuki sungai kecil, tamu mulai kagum dengan hutan serta keberagaman satwa liarnya. Kami bisa melihat Ular Damar & Sawa (Piton) yang tidur di ranting pohon, monyet ekor panjang & Bekantan, serta banyak jenis burung. Drone pun melayang ke udara untuk membuktikan apakah kepadatan hutannya tidak hanya di sisi anak sungai saja. Ternyata, terbukti, hutannya masih perawan. Keceh...! Drone turun, gak langsung mampir ke ketinting, kita manfaatkan untuk ambil footage dulu. Sampai di Desa Perigiq kami putar balik dan cari spot bagus untuk makan siang, sudah ada lunch box yang disiapkan koki kapal. Makan siang pun terasa lebih nikmat, di samping sungai dan hutan, serta di hibur dengan nyanyian alam.

























 


Kami kembali gass poll ke kapal. Perjalanan ini (PP) menempuh jarak 100 km dengan kecepatan ketinting (saat kembali) sekitar 32 km/jam. Kapal bergerak ke arah kembali, menuju Desa Lekaq Kidau yang ada di Ilir sungai Mahakam, di perkirakan tengah malam kami tiba dan numpang sandar sampai esok harinya. Aktifitas kami seperti biasa, makan malam, ngopi, ngeteh, ngobrol tentang pengalaman trip barusan, sharing foto dari drone, candid dari kamera HP untuk kepentingan konten di sosial media. Kapal tiba di Lekaq Kidau sebelum tengah malam 





















Day 4, 28 Desember 2020

Pagi ini nampak cerah & bersahabat. Sarapan pagi, lalu kami berjalan - jalan di Desa Lekaq Kidau (Tetap dengan face shield / masker) sambil menuju Lamin (Rumah Adat / Panjang) Pemung Tawai yang ada di sebelah darat desa. Warga nampak bersahabat, murah senyum, tegur sapa, dan sesekali kami mengucapkan Selamat Natal kepada warga. Di Lamin sudah ada beberapa penari dan penjual kerajinan tangan, masih menunggu beberapa penari lagi sebelum mulai. Waktu dimanfaatkan untuk melihat sekeliling lamin yang di penuhi dengan seni ukir motif khas Dayak Kenyah, belanja kerajinan tangan dan bercengkrama. Tarian di tampilkan, ada 3 jenis tarian, di dominasi penari muda mudi. Tarian selesai kami foto bersama lalu pamit. Kapal berlayar kembali menuju destinasi akhir, Tenggarong. Sekitar pukul 13.00 kami tiba dan loading barang ke mobil untuk selanjutnya menuju Hotel Mercure, Samarinda. 
















Comments