Explore Our Paradise (29-31 Januari 2021) Day 1

Untuk pertama kalinya, kami mendapat banyak support dari banyak rekan untuk kegiatan kali ini. Biasanya kami harus merogoh kocek sendiri dan mengharuskan teman - teman yang ikut untuk membayar fee registrasi. Besarannya pun biasanya murah meriah (100 rb an) yang penting cukup untuk beli bensin, rokok, makan & inap. Gak masalah, yang penting kegiatan jalan, kami bisa jalan - jalan. gak semua berbayar, ada juga gratis, tapi pesertanya lebih sedikit dan lebih ke teman dekat. Sehubungan bukan untuk profit, kegiatan biasanya di adakan sebulan sekali.

Kembali ke kegiatan yang di beri tajuk Explore Our Paradise, tujuannya adalah mengexplore beberapa destinasi wisata yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara, sharing - sharing dengan teman - teman yang ada di lokasi, baik itu pemandu lokal, warga, pihak desa atau pengelola objek wisata. Lebih ke basic, bagaimana mengidentifikasi, mengkonsep, menjalankan, dan seterusnya, sesuai kondisi dan kebutuhan lokasi tersebut. Destinasi wisata yang kami kunjungi biasanya cenderung lebih beragam, supaya banyak dapat pengalaman yang beragam pula. Sejarah, seni budaya, alam, kuliner, dll. Baik itu yang sudah di kelola atau belum, terkenal atau belum.

Meninggalkan jejak digital merupakan salah satu yang paling mudah dan digemari siapa pun, foto maupun video lalu di upload di medsos, sesuai medsos yang digemari dan dimiliki teman2. Salah satu yang bagi kami gak boleh ketinggalan adalah jejak digital di Google Maps. Yang belum ada titik lokasi akan kami buatkan, supaya semua orang bisa mendapatkan informasi petunjuk arah ke lokasi saat nantinya akan berkunjung. Yang sudah ada, akan kami bantu memberi rating & ulasan positif, semakin banyak rating maupun ulasan akan membuat titik destinasi semakin mudah dilihat di aplikasi google maps tanpa harus di zoom in.

Di kegiatan ini kami juga melibatkan pemandu lokal yang tergabung dalam DPC HPI KUKAR (Himpunan Pramuwisata Indonesia, Cabang Kabupaten Kutai Kartanegara). 3 orang yang berasal dari Desa Sanggulan, 2 orang dari Pela, 2 Orang dari Kedang Murung, 2 orang dari Suka Bumi dan 2 orang dari Kedang Ipil. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memberi mereka pengalaman dalam memandu, layaknya memandu wisatawan sungguhan. Setidaknya kami juga bisa mendapat banyak informasi dari lokasi yang kami tuju dengan menggunakan pemandu lokal.

2 minggu sebelum Hari H, kegiatan ini kami upload di Instagram kami, Mahakam Explore. Tujuan pertama adalah mencoba mendapatkan support, baik itu cash maupun bentuk yang lain. Alhamdulillah, hari demi hari, satu persatu sponsor mulai masuk. seminggu sebelum kegiatan kami mulai membuka kesempatan kepada siapa pun yang ingin bergabung. sehubungan masih pandemi, peserta kami batasi, dan sama seperti halnya sponsor, peserta pun mulai masuk, bertambah setiap hari hingga kuota terpenuhi

Hari H, sekitar pukul 8 kami berkumpul di meeting point yang berada di Tenggarong, sedikit briefing sebelum berangkat, bagi tim untuk jadi leader tour di depan, tengah dan belakang, supaya jangan sampai ada yang tertinggal atau salah jalan. Perjalanan di mulai menuju Rapak lambur, melewati jalan aspal, semen, tanah berbatu, hingga tanah liat. sempat ada yang salah arah karena tertinggal jauh dari leader di depan, beruntung tim scouting di tengah bisa mengetahui hal tersebut dan mengembalikan mereka ke track yang sebenarnya. Medan mulai menantang saat memasuki Ngadang, berlumpur dan licin. Satu persatu mulai melewati medan dengan pelan & hati - hati. Jalan berbatu mulai mendominasi selanjutnya, namun saat akan memasuki Desa Sanggulan, jalan udah semen lagi. Kami berhenti di tengah kampung, nitip barang, ganti kostum, lalu di suguhi tampilan seni tari Dayak Tunjung, Tari Gantar. 



Selepas itu kami mulai menuju destinasi yang pertama, Goa Sanggulan. Lokasi tidak jauh dari desa dan bisa di tempuh dengan kendaraan roda 2 atau empat. Kami di pandu Hairudin, Olung dan Pandi, pemandu lokal yang sudah familiar dengan tempat ini. Sebelum memasuki goa, kami berdoa dulu, briefing sebentar lalu mulai tracking menuju goa. Goa pertama terlihat luas dan tinggi, ada akses untuk masuk kedalam, namun cukup sempit dan tidak disarankan untuk pemula. Area bawahnya nampak berlobang - lobang, seperti digali dan diambil lapisan tanahnya. Info dari pandi, tanah yang sudah bercampur dengan kotoran kelelawar itu di ambil warga untuk digunakan sebagai kompos. Ok, kami lanjut lagi ke bawah, kali ini cukup curam. Namun Pandi dkk sudah menyiapkan tali pengaman untuk menjadi pegangan saat turun ke bawah, dan di jaga oleh beberapa rekan, antisipasi jika ada yang terlepas pegangannya atau terpeleset. Di bawah, aliran air mulai dilintasi  dan memanjat lagi. 





Di Goa ke 2 ini, lebih lebar dan tinggi dari goa pertama, dan ada jalur untuk susur goa lebih dalam lagi, namun harus melalui jalur yang terendam air setinggi dada orang dewasa. Briefing lagi, bagi - bagi tim dan leader, siapkan dry bag dan head lamp, lalu di pandu Pandi dkk, kami pelan - pelan menjajal jalur tersebut.  Pengalaman ini sangat seru dan menantang, dan ada juga rasa was - was, takut jika ketemu satwa liar berbisa yang biasanya ada mendiami goa, seperti laba - laba dan ular, namun pemandu lokal meyakinkan kami karena sudah ada yang mengecek duluan untuk memastikan jalur itu aman. 

Satu persatu kami mulai masuk ke jalur, ketinggian air memang lumayan, kira - kira 1 meter, itu pun karena ikut jalur si pemandu, kalo gak, bisa ketemu yang lebih dalam. Sekitar beberapa menit keadaan mulai gelap total, pandangan kami tergantung dengan penerangan dari headlamp, kami mulai melihat salah satu flowstone yang posisinya menempel di bagian atas goa. Flowstone adalah endapan (deposit) dari kalsium karbonat, gipsum, dan bahan mineral lainnya yang telah terakumulasi pada dinding atau atap gua di mana air menetes atau mengalir (Monroe, 1970). Flowstone ini sangat bergantung dari aliran air yang menetes, jika tidak ada tetesan air goa, maka akan mati. Setidaknya ada 2 flowstone yang kami lihat, 1 yang sudah mati dan 1 yang masih hidup. Tidak lama kami sampai di jalur yang ke 2. Disini tim briefing lagi, karena di jalur yang akan kami lewati cukup kecil dan musti di lewati satu persatu. Yang bikin ngeri ada 2 ekor ular yang nampak melingkar di salah satu susunan batu yang ada di atasnya, posisinya sekitar 3 - 4 meter dari kami. Satu ekor lebarnya sekitar 3 jarian dan satunya lagi agak kecil, tapi saya tidak sempat melihat langsung ular yang kecil, karena pemandu hanya sekilas menyorotkan lampu lalu mematikannya lagi. Ular di goa dipercaya sensitif dengan adanya cahaya, dan bahayanya lagi mereka sangat atraktif dengan cahaya. Jadi itulah alasannya pemandu tidak menyorot dengan lampu untuk durasi yang lebih lama, hanya untuk beberapa detik saja. Pemandu akhirnya memutuskan untuk melewati celah tersebut dengan hati - hati.Sambil di pantau, satu persatu kami mulai melewati celah untuk melihat salah satu fenomena batu lainnya, Gourdam. 










Berbeda dengan Flowstone yang posisinya ada di bagian atas dinding goa, Gourdam posisinya ada di bawah, Gourdam berbentuk seperti bendungan mirip petak-petak sawah, yang terbentuk ketika pengendapan air (H2O), zat asam arangnya (CO2) menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun – susun. Gourdam yang kami temui pun masih bagus, hidup, nampak berkilau karena masih basah di aliri air, tetes demi tetes. Pandi, yang banyak menimba ilmu di Komunitas Pencinta Alam, mengharamkan semua orang untuk menyentuh Gourdam ini, tidak boleh sama sekali. Lalu kami kembali spot jantung, karena musti melewati lagi celah yang ada ular di atasnya. Alhamdulillah ular masih ada di posisinya saat kami melewati celah tersebut. Disaat kami akan kembali menyusuri jalur berair untuk kembali ke titik awal, salah satu peserta terpeleset, lalu secara tidak sengaja badannya menginjak salah satu batang kayu besar lalu terjatuh ke bawah, tepat di aliran air. Suaranya cukup besar & membuat semua yang ada disana kaget, dan di tambah lagi saat ular tersebut tidak ada di posisinya. Asem... Kita bergegas untuk langsung kembali, khawatir kalo ular tersebut turun dan mengejar kami. Alhamdulillah, semua aman terkendali, kami selamat sampai di titik awal. Di mulut goa tersebut kami santai terlebih dahulu untuk berdiskusi lalu kembali ke tempat Olung untuk makan siang, break jum'at, ganti baju dan prepare untuk melanjutkan perjalanan kembali. 

Perjalanan di lanjutkan dengan menyeberang menggunakan kapal fery, tujuan berikutnya adalah Desa Budaya Lekaq Kidau, medan jalan ada yang becek sedikit dan sisanya tanah berbatu dan semen. Perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit. Di Lekaq Kidau kami istirahat sebentar untuk foto2 di depan Lamin Adat, melihat kuburan Suku Dayak Kenyah, lalu perjalanan di lanjutkan lagi menuju Benua Puhun, menyeberang lagi dengan Kapal fery, lalu menuju jalanTebalai via Desa Rantau Hempang dan Perusahaan Sawit. 

Dari Tebalai jalan sudah mulai mulus karena sudah beraspal, namun kami harus buru - buru, karena sebentar lagi senja. Sunset di Danau Semayang merupakan target yang harus di kejar. Di desa Liang kami harus 2 kali nyebrang dengan kapal fery, dari Liang ke Sangkuliman, trus Sangkuliman ke Pela. Beberapa teman yang sudah duluan dari kami sudah nyampai di Pela, sedangkan saya dan teman - teman yang di belakang, harus puas untuk menikmati sunset dari kapal fery. Masih ada waktu sedikit, walau tipis. Sampai di Pela, kami langsung gass ke Danau Semayang dengan kapal fery wisata yang baru di dapat oleh Pokdarwis Pela dari Pertamina. Sedangkan yang lain, yang terlambat harus pasrah untuk menikmati bias sunset dari Desa Pela

Malam harinya kami makan malam di homestay, santai di kafe yang ada di sisi sungai Pela, ngopi, ngobrol, santai, sambil sesekali mendengar suara semburan Pesut Mahakam yang melintas, kayaknya sedang hunting ikan

Bersambung...

Comments