Perjalanan dengan Kapal Taxi dari Ujoh Bilang (Mahakam Ulu) ke Melak (Kutai Barat)

Day 4 :

Pukul 7 pagi kami sudah siaga di pelabuhan Ujoh Bilang, kali ini kami mau mencoba untuk ikut Kapal Taxi (House Boat) menuju Melak. Perjalanan memakan waktu lama, yakni sekitar 12 jam, dengan biaya 170 rb per orang. Ini lebih murah ketimbang naik Speed Boat menuju Tering yang biayanya sekitar 300 rb per orang, namun naik speed boat lebih cepat. Kebanyakan waktu kami habiskan di top deck kapal, melihat pemandangan secara luas dan berangin. Kesempatan ini juga kami manfaatkan untuk mendokumentasikan moment – moment unik, langka & menarik yang kami temui di sepanjang jalan. Salah satu yang ditunggu adalah Batu Dinding yang dalam bahasa daerah lokal disebut Batoq Teneveng / Bateu teneveng, lokasinya tidak lama saat meninggalkan Ujoh Bilang, tepatnya di Kampung Long Melaham. Batu kapur tersebut terhampar bagaikan dinding raksasa yang memiliki ketinggian kurang lebih 100 meter dan panjang hamparan sekitar 800 meter, dan uniknya lagi posisinya terletak di pinggir sungai mahakam. Aseek… semua pada sibuk mengabadikan moment tersebut.














Selain batu dinding, di sepanjang perjalanan kami juga melihat beberapa satwa liar, diantaranya Monyet ekor panjang, Berang – berang serta Burung Enggang, pokoknya something banget. Oh ya, setiap kapal akan memasuki sebuah perkampungan, kapal akan memberikan tanda dengan membunyikan sirene yang kerap kali membuat kami kaget setengah mati, karena posisi kami tepat di atasnya. Kapal juga kerap bongkar muat, kebanyakan barang – barang sembako dan kebutuhan vital seperti tabung LPG. Mengingat penumpang sudah mulai berkurang karena sudah ada akses jalan darat, walau tidak sepenuhnya bisa dilewati namun cukup memberi impact yang significant terhadap jumlah penumpang. Kami pun mendapat teman ngobrol, seperti alfon yang bekerja di Long Bagun, namun berasal dari Mamahak Teboq. Banyak informasi menarik yang kami dapatkan dari alfon di sepanjang jalan. Seperti Kuburan Tua yang ada di sebuah pulau yang di keramat kan di dekat kampungnya. Yakni Kuburan Syekh Abdullah Saman Bin Syekh Abdullah yang wafat tahun 1778 di Kampung Sirau. Makam beliau sering di jiarahi pengunjung baik yang muslim maupun non muslim. Keunikan kuburan keramat ini menurut cerita masyarakat setempat tidak pernah tenggelam di saat air banjir atau pasang.






































Ada juga lokasi desa yang di kutuk oleh Kepala Adat karena dianggap sial, konon pada jaman dahulu warga desa tersebut kerap meninggal dunia, tidak tanggung – tanggung setiap hari selalu ada yang meninggal. Karena dianggap sial, maka di kutuk dan warga mencari lokasi desa yang baru. Dan sebagian warga percaya jika anak cucu mereka ber mukim di lokasi tersebut akan mendapat malapetaka seperti nenek moyang mereka dahulu. Kini kawasan tersebut sudah mulai di huni, namun oleh suku pendatang bukan warga asli. Ada juga legenda masyarakat yang di kenal oleh suku asli Kalimantan Timur, yakni Ayus. Dimana ada sebuah pulau kecil yang menyebutkan bahwa disitu dahulu ada sebuah tempat dimana Ayus sering memancing, konon masih ada sebuah peninggalan berupa lekukan di sebuah batu yang dipercaya bekas pantat legenda kaltim tersebut. Percaya atau tidak, legenda Ayus sangat dipercayai dan erat hubungannya dengan banyak tempat tidak hanya di Mahakam Ulu namun juga di kabupaten lain seperti Kutai Barat, Kutai Timur hingga Kutai Kartanegara. 






















Sore hari satu persatu mulai masuk kedalam kapal untuk beristirahat, karena badan sudah mulai terasa capek dan kulit sudah terbakar tanpa disadari. Kami sampai di Melak sekitar pukul 7 malam, lalu menuju penginapan LZ untuk beristirahat. Di melak kami ingin melihat acara Dahau yang diselenggarakan sekitar 1 minggu lebih, namun karena terbatasnya waktu, mungkin kami hanya sebentar. 

Comments