Liburan ke Jogjakarta (Januari 2020)

Saya sudah sekali ke Jogjakarta, namun sudah berlangsung cukup lama, bersama keluarga kakak ipar yang akan menghadiri adiknya yang lulus di sebuah universitas keperawatan. Namun bagi Istri dan anak saya, ini merupakan pengalaman yang pertama kalinya. Sesudah job terakhir membawa tamu, selang beberapa hari trip ini di gass, dengan itinerary yang masih belum lengkap. Let this story begin...

Day 1 : Sabtu, 4 Januari 2020

                Kami menuju Bandara APT Pranoto, Samarinda, diantar oleh ponakan & adik istri. Kami akan naik pesawat Lion Air menuju Bandara Adi Sucipto. Sekitar 9.30 kami tiba di Bandara, check in lalu santai sejenak di warung sambil menunggu jam keberangkatan. Senyum Istri dan anak saya tidak pernah luntur, bahagia. Ini merupakan trip perdana kami keluar Kalimantan, biasanya hanya seputaran Kalimantan timur saja, alias lintas kecamatan atau kabupaten. Itupun edisi pulang kampung, beberapa keluarga saya ada yang di Kabupaten Kutai Kartanegara & Kutai Barat. Sedangkan keluarga istri saya ada di Penajam Paser Utara. Untuk tingkat seringnya, mungkin saya, itupun karena kebutuhan kerja, (saya part time di Tour Guide dan dunia Seismic), sedangkan untuk perjalanan paling jauh tentu istri saya, karena pernah terbang ke Malaysia dan Mekah, alias umroh (He he…). Jam 11 kurang panggilan penumpang Lion Air tujuan ke Jogjakarta mulai terdengar, kami antri untuk menuju pesawat dan mendapat kursi paling belakang sebelah kanan. Sepanjang perjalanan, anak saya antusias untuk melihat pemandangan melalui jendela pesawat. Lucu melihat reaksinya saat pesawat akan lepas landas. Saya yang tidak pernah ke toilet pesawat, saat itu akhirnya ke toilet, gak mau kalah saingan sama junior yang belum apa – apa sudah mau ke toilet.














                Singkat cerita Alhamdulillah kami mendarat dengan selamat di Bandara Adi Sucipto, Jogjakarta. Tujuan kami selanjutnya adalah makan siang di Malioboro, lalu check in di homestay di dekat sana. Karena gak ada persiapan apa – apa untuk trip ini, alias buta map, kami mulai diskusi untuk menggunakan transportasi jenis apa untuk kesana, menurut info teman istri saya, paling murah adalah naik bis. Oke, kami mulai bertanya kepada orang terdekat untuk lokasi Halte bisway, lalu membeli tiket. Memang murah, cuman beberapa ribu rupiah saja. Baru naik, bis langsung tancap gas, untung sudah dapat pegangan, namun badan sudah terhuyung – huyung, saya cuman senyum – senyum saja, bangke memang supir ni, pelan – pelan aja di kenapa? Agak lama muter – muter baru kami tiba di Malioboro, itupun kami keduluan singgah, padahal masih ada halte yang berada tepat di pusat Malioboro. Yo wes, gak papa jalan agak jauh, itung – itung peregangan setelah duduk 1 jam di pesawat. Kami mampir di salah satu warung untuk makan siang. Agak kaget juga melihat harganya, nyatanya memang sudah seperti itu, karena Malioboro merupakan pusat kuliner terkenal di Jogja, untuk yang murah meriah ada spot – spot tertentu, alias ada di pinggiran, gak pake tenda.




                 Setelah makan siang, kami jalan kaki lagi menuju homestay, lumayan jauh ternyata. Disana ponakan yang kuliah di Jogja sudah menunggu, awalnya kami suruh makan siang bareng, tapi bilangnya akses kesana yang susah, macet, apalagi bertepatan dengan hari weekend. Homestay kami merupakan rumah kecil yang memiliki 2 kamar (AC), kamar mandi sekaligus toilet kecil di depan kamar, dapur dan ruang tamu. Sayang knop pintu kamar dan kamar mandi rusak, jadi gak bisa ngunci. Kasian anak saya jadi korban, saat knop pintu terjatuh dan mengenai salah satu jari kakinya sehingga membuat kukunya menghitam karena kejatuhan knop pintu. Mau buang hajat juga gak nyaman, karena gak bisa di kunci, bagaimana kalo ada tamu di kamar satunya, tambah gak bisa konsntrasi. Yo wes, saya bilang ke istri saya, nanti masalah tempat tidur saya yang atur, banyak alternative kok, apalagi di kota besar, saya mulai browsing hotel / homestay via aplikasi airy dan reddoorz. Buanyak pilihan dengan harga yang lebih murah. Apalagi saat itu Reddoorz sedang promosi, kamar serba 100 rb an. Keceh…

Malamnya kami mau ke alun – alun, karena motor ponakan STNK nya udah expired sebelumnya kami menyewa motor 1 buah untuk kepentingan transportasi supaya lebih hemat. Pertama – tama sewa motor dulu, beli helm second (saya dapat yang 50 ribuan, bekas helm gojek). Ada beberapa agen yang menyewakan motor di sekitaran Malioboro, dengan harga terjangkau dan pilihan, mulai yang paling murah (beat) hingga NMEX, jaminan cukup 2 buah ID yang masih aktif, KTP wajib, sisanya bisa di atur, termasuk Kartu NPWP. Selanjutnya ngantar motor dulu ke rumah ponakan, baru balik lagi ke homestay. lanjut lagi ke Alun – alun, dimana istri saya yang juga gabung di grup Backpacker mau meet up sama teman – temannya di Angkringan Harjo. Disini harga kuliner juga udah pada naik, karena alun – alun banyak didatangi pengunjung. Selepas meet up, kami kembali ke homestay dan istirahat.





Day 2 : Minggu, 5 Januari 2020

                Pagi saya beserta istri jalan – jalan untuk cari sarapan di sekitaran homestay, gak jauh – jauh, ada mbah – mbah yang jualan, ngemper di samping jalan, samping rumah / toko. Harganya? Ramah banget di kantong, murah meriah cuy. Kulinernya khas jogja dong, nasi kucing dan beberapa kuliner wajib lainnya. 



Cuaca hujan semalam, jadi kami belum bisa jalan jauh – jauh, jadi kami check out lalu mencari penginapan. Saya menggunakan aplikasi Airy, dan menemukan target yang harganya terjangkau, 100 rb an per kamar, udah standar, ada AC, TV, kamar mandi (lengkap dengan shower & air panas), trus jackpotnya ada kolam renang. Komplek penginapan ini memadukan gaya modern dan lokal, terlihat dari ranjang yang digunakan. Ada beberapa rumah kecil dengan corak lokal yang nampak tidak di diami di sekitaran kolam renang. Sebelum ke penginapan, kami jalan - jalan dulu ke mall, pake gocar, karena gak bisa kemana - gara, masih hujan. 



Puas jalan - jalan di mall Ambarukmo, kami ke penginapan dengan gocar, saya, nazmi dan kembo memanfaatkan waktu luang dengan testing kolam di penginapan.









Malamnya, karena masih hujan, kami menggunakan Go Car untuk ke warung yang di recommended sama ponakan, Erik (tapi kami biasa manggilnya Kembo). Warung ini ada di salah satu akses masuk sebuah bangunan kayak showroom motor, ngemper lah istilahnya, namun menunya variatif dan harganya terjangkau. Makanannya ala – ala korea gitu namun dipadukan dengan lidah pribumi. Manteb, gak rugi ngeluarin uang untuk sewa gocar. Lepas makan malam, lanjut ke Malioboro. Malioboro nampak penuh sesak malam itu, melihat kereta api yang melintas di salah satu stasiun dekat Malioboro gak lepas dari jepretan kamera. Hiburan musik lokal di beberapa titik jalan Malioboro cukup menarik untuk di tonton, alat musik tradisional di tambah 3 penari yang enerjik nan gemulai menari sambil menyanyi. Jangan lupa nyawer untuk menghargai usaha mereka. Sebelum pulang saya order ronde dulu untuk di makan di jalan, untuk menghangatkan badan di tengah cuaca yang dingin.














Day 3 : Senin, 6 Januari 2020

                Cuaca cerah, rencana untuk ke Candi Borobudur bisa di jalankan. Sebelumnya kami sewa motor 1 buah lagi, motor ponakan di kembalikan ke rumah, jadi total 2 buah motor yang kami sewa di hari ke 3. Akses sudah tau sendiri dong, mulus. Cuman harusnya sewa motor yang bodinya gedean dikit, kami orangnya semok semua, jadi untuk beat terasa kecil dan gampang buat pantat capek saat di perjalanan. Kami start sekitar pukul 10.00 siang, check out, trus menuju homestay berikutnya, titip barang, ke laundry untuk cuci pakaian yang udah beberapa hari numpuk, lalu gass. Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam, anggap aja perjalanan dari Tenggarong menuju Kota Bangun, cuman jalurnya relative landai gak berkelok – kelok. Kalo di Kabupaten Kutai Kartanegara masih lintas Kecamatan, disini sudah lintas Provinsi genk, DIY Yogyakarta ke Provinsi Jawa Tengah. 



Sesudah beli tiket masuk (sekitar 50 ribu per orang), kami mampir dulu di mini zoo, untuk liat rusa sekaligus kasih makan (pakannya di beli sendiri di loket), lalu jalan kaki menuju Candi Borobudur yang terlihat gagah berdiri dari kejauhan. Capek? Iya lah, lumayan jauh jalan kaki bagi yang gak biasa, terus cuaca juga sedang panas – panasnya. Sewa transport dan paying merupakan solusi alternatif. Namun berhubung mau hemat ongkos, kami cuman sewa payung, satu. Perjuangan di mulai saat mendekati tangga pertama Candi Borobudur, tanjakan nya lumayan tinggi dengan kemiringan yang wah, tangga batunya juga relative besar – besar, buat yang gak biasa, temehek – mehek, kecapekan, kaki terasa di ganduli beban berat, napas mau habis rasanya trus pusing – pusing karena capek. Dengan penuh perjuangan akhirnya kami sampai di atas, pemandangannya Masyaallah, cantik, di kelilingi pegunungan. Selepas foto – foto, kami turun lagi, dan jalur keluarnya pun berbeda, kali ini setelah jalan kaki sekian lamanya, akhirnya ketemu pintu keluar. Tapi belum keluar sih sebenarnya, kita musti melewati kawasan oleh – oleh terlebih dahulu. Serasa muter – muter di labirin pokoknya.















Jam 14.00 kami keluar dari kawasan Candi Borobudur, cari warung untuk makan siang, kembali ambil motor di parkiran lalu gass lagi. awalnya kami mau langsung kembali ke homestay, namun waktu masih ada, cukup untuk 1 destinasi lagi. akhirnya setelah berhenti sejenak di sisi jalan, browsing di google maps, kami ketemu satu lokasi wisata lainnya, yakni Punthuk Setumbu, wisata alam di ketinggian, lokasinya gak jauh dari Candi Borobudur. Berbekal petunjuk informasi dari google maps, kami menuju lokasi tersebut. Sesampainya di parkiran dan tempat membeli tiket masuk, kami mulai tracking lagi, istri saya mau pingsan, baju basah penuh keringat, pokoknya nanjak terus sampe puncak, amsiong. Jalurnya mulai mengecil, kira – kira lebarnya 2 meter, masih bisa sih dipaksakan untuk sepeda motor, namun cukup bahaya juga kalo pas arah kembali, turunan, apalagi kalo pas hujan. Di puncak, perjuangan kami gak sia – sia, viewnya lebih tinggi dari Candi Borobudur. Terlihat Candi Borobudur dari kejauhan, trus Gereja Ayam, yang beberapa waktu lalu viral di media social. Beberapa spot selfi sudah siap di pilih sesuai keinginan. Kami manfaatkan waktu sebaik – baiknya lalu kembali lagi ke parkiran, easy, turun mah enak, naiknya yang Astaghfirullah. 











Perjalanan kembali ke Yogyakarta di mulai, kami mampir di Masjid Suciati Salman di daerah Sleman, sebuah masjid yang dibangun oleh Ibu Suciati. Mesjidnya megah banget, ada liftnya malahan. 





Kembali ke homestay, kali ini saya order via aplikasi Reddoorz, lagi ada promo serba 100 rb an per kamar, yang ini rekomended banget, namanya Griya 35. Jalannya sih standar, lebih kayak masuk kampung gitu, namun serba kompleks, banyak pusat hiburan, toko, laundry, dsb. Malamnya kami makan malam di homestay, pesan via Go Food, capek mau jalan selepas perjalanan jauh.





Day 4 : Selasa, 7 Januari 2020

                Sarapan paginya seperti biasa, kami cari street food di dekat homestay, lalu check out. Kami menuju homestay lainnya lagi, namanya Canting Prodo, titip barang, lalu gass ke tujuan wisata berikutnya, yakni Candi Prambanan dan Umbuh Ponggok.










 Candi Prambanan cukup dekat, sekitar 1 jam perjalanan saja dari homestay. parkir motor, beli tiket, lalu jalan kaki menuju Candi Prambanan. Disini kami gak harus menaiki tangga yang menanjak seperti di Candi Borobudur, namun arah baliknya yang  jauh banget. Istri saya nyerah, kaki masih terasa pegal setelah olahraga di Candi Borobduur kemarin, kami naik mobil keliling yang mengantar kami keliling sebentar ke beberapa candi lain, Museum dan akhirnya pintu keluar. Sama seperti di Candi Borobudur, kami harus melewati kawasan toko oleh – oleh dahulu sebelum akhirnya betul – betul “keluar”. 














Sekitar jam 13.00 kami lanjutkan perjalanan untuk makan siang, tiba sekitar pukul hampir jam 14.00. Lalu kami lanjutkan lagi ke Umbuh Ponggok dan tiba sekitar jam 15.30 kurang. Kami mulai ganti baju, nyelam, dan foto – foto menggunakan action cam Bpro. Sebenarnya kalo memang mau niat bikin kenang – kenangan dokumentasi bawah air, kita bisa menggunakan jasa dokumentasi saat sebelum masuk. Namun berhubung modal yang makin menipis, kami  terpaksa menggunakan yang ada. Sialnya, jasa penyewaan mask bawah air sudah tutup, karena mereka mau tutup jam 17.00, mau gak mau kami memaksimalkan dokumentasi dengan action cam dan ilmu pemberat tubuh alami. Asli, gak ngefek, tubuh ngambang terus, wkkk… terus kami gunakan bangku yang mungkin tertinggal oleh pengunjung sebelumya untuk bahan dokumentasi. Kalo pake jasa dokumentasi kita dilengkapi dengan pemberat, jadi badan kita gak ngambang, trus bisa pilih beberapa bahan untuk dokumentasi, seperti motor, tenda, meja, dll, trus mereka gunain Go Pro dan kamera bawah air lainya yang menjamin kualitas dari hasil dokumentasi. Abis foto, bahan / model tersebut di angkat lagi, gak bisa pinjam – pinjaman, yang ada, aji mumpung, gunain sebelum mereka sadar. Ha ha… selepas beberapa kali mencoba, kami harus puas dengan hasil yang ada. Kami langsung ganti baju, lucunya yang jaga, ibu – ibu yang sedang hamil, udah mau keburu pulang. Kalo pulang wc sekaligus untuk ganti baju di gembok, walhasil kami kelabakan dan rayu itu ibu untuk nunggu kami ganti baju baru dia boleh pulang. Perjalanan kembali ke homestay di temani dengan gerimis, sempat 1 kali mampir baru lanjut lagi. Di homestay kami makan malam dengan menu sederhana, mie instan, modal udah seret guys, sesekali penghematan. 








Day 5 : Rabu, 8 Januari 2020

                Sarapan pagi saya lupa dimana, intinya kami akan mencoba Kereta Api ke Solo dan jalan – jalan sebisanya. Kami check out, menuju homestay selanjutnya, kehujanan, basah kuyup, titip barang, menuju stasiun Kereta Api dekat Malioboro, pesan tiket lalu memulai perjalanan ke solo. Pengalaman perdana naik kereta api, enak juga ternyata. 






Rasanya perjalanan sekitar 1 jam kurang lebih, kami sampai di Stasiun Solo Balapan, sewa gocar untuk menuju Keraton Solo. Di sana foto  - foto, tapi gak bisa masuk, barusan tutup, namun akhirnya di perbolehkan masuk walau sebentar oleh salah satu penjaganya, yang merasa kasian kepada kami karena tau kami datang dari jauh, Alhamdulillah. Beliau juga bantu kami untuk foto – foto, tanpa meminta imbalan. Yang perlu di perhatikan di sini adalah jangan mau di foto para fhotographer yang pegang kamera DSLR, hasilnya jelek. Kami di samperin saat makan siang di dekat keraton, terpaksa saya beli 1 / 2 foto saja, karena yang 80 % sisanya gak layak di beli. Kami jalan – jalan lagi menuju pasar terdekat lalu kembali ke stasiun via gocar. Waktu masih panjang, kereta api yang menuju ke Jogjakarta akan berangkat sore, kami masih punya waktu setidaknya 2 jam, alhasil browsing – browsing, kami putuskan jalan lagi, kali ini ke barbershop terdekat, Barberking. Pelayanannya sebanding dengan budget yang ditawarkan, di keramasin, dipijit, top lah pokoknya. Sudah ganteng semua (kecuali istri gak ikutan potong rambut), kami kembali ke stasiun dan mencoba kursi pijit yang ada di ruang tunggu, suara panggilan kepada penumpang yang mau balik ke jogya sudah berkumandang, yo wes, kami tinggalkan bangku yang  masih mijit – mijit sendiri untuk memasuki kereta api. Hujan dilengkapi dengan petir menemani perjalanan kami kembali ke jogja.












Day 6 : Kamis, 9 Januari 2020

                Hari terakhir kami putuskan gak jalan – jalan jauh lagi, alias cuman ke mall, makan siang, trus pindah homestay yang ada di dekat Bandara Adi Sucipto, balikin motor rental, ponakan ambil motor di rumah, lalu ngumpul lagi di homestay Puri Kembang Baru via aplikasi Reddoorz. Malamnya kami pesan makan malam via Gofood. Musti tidur lebih awal, karena besok subuh kami harus ke bandara untuk kejar pesawat kembali ke Kaltim





Day 7 : Jum’at, 10 Januari 2020

                Subuh, selepas sholat, kami pamitan dengan ponakan yang kami minta tidak usah mengantar kami ke bandara, karena dekat sekali dengan homestay, cukup jalan kaki, gak nyampe beberapa menit, udah nyampe. Ponakan diminta santai aja di kamar, lanjut tidur, ntar siang sebelum waktu check out habis baru kembali ke rumah. Kami jalan kaki menuju bandara dengan agak tergesa – gesa, karena momok takut telat adalah hal yang selalu membayangi siapa saja, ditemani cuaca yang sedikit gerimis. Sesampainya di bandara kami langsung menuju boarding pass area. Masalah tiba – tiba datang secara menyesakan dada, kami salah bandara, tenyata tiket yang kami pesan adalah di bandara baru, 1 jam lebih perjalanan dari Jogya. OMG, kami mulai kelimpungan, dengan tergesa – gesa kami keluar dan mencari transport untuk menuju bandara baru tersebut, dari info security, memakan waktu 1 jam setengah, itu paling cepat. Secara logika kami gak akan bisa mengejar waktu, namun kami harus coba, dari pada penasaran dan membiarkan tiket kami hangus tanpa usaha. Akhirnya kami dapat mobil via aplikasi, dan tancap gass tanpa babibu lagi. Sayang, belum nasib, 1 jam perjalanan penuh rasa was – was tidak berbuah manis, pesawat nampak terbang landas saat kami baru memasuki kawasan bandara. Akibat keteledoran kami sendiri yang tidak melihat secara detil info saat memesan tiket secara online. Kami putuskan untuk kembali ke jogya, karena penerbangan dari jogja lebih jauh murah dari pada penerbangan di bandara baru. Kami kembali ke jogja setelah mendapat transport. Pemandangan pegunungan nampak sedikit menghibur kami, namun rasa sesak di dada terus menghujam, tiket seharga 3 jt hangus percuma. Dari perbincangan dengan driver, kami disarankan jalan – jalan dulu, karena masih ada waktu, penerbangan kami sore hari, sedangkan saat itu masih pagi. Kami disarankan mengunjungi Monjali, Museum Jogja Kembali. Dimana banyak informasi sejarah tentang jaman perang, dan kuburan para Pahlawan. Kami akhirnya mengunjungi museum tersebut. 



Tambahkan teks










Sebelum kembali ke bandara Adi Sucipto, kami makan siang dahulu, trus mampir ke Dazzle. Sore hari pesawat kami lepas landas dan akhirnya tiba di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan 1 jam berikutnya. Perjalanan dilanjutkan lagi ke rumah sekitar 3 jam perjalanan dengan mobil. Alhamdulillah, kami sampai dengan selamat di rumah, menyisakan kenangan yang “tak terlupakan” saat liburan ke Jogjakarta. Semoga nanti kami bisa liburan bersama lagi dengan tujuan & pengalaman yang berbeda pula. Insyaallah, Aammiinn.






 


Comments